Berganti empat kali moda transportasi Jakarta, tidak menyurutkan langkah saya untuk menghadiri kopdar Fiksiana Community ( FC ). Bagi saya ini hanya sebagian kecil saja untuk tetap menghidupkan kembali perjalanan fiksi Indonesia. Macet di hari Sabtu, 4 Juni memang sudah mencapai akarnya. Bagi saya itu sudah sangat biasa, apalagi hari ini terjadi penumpukkan moment. Sebut saja ada tanggal muda, libur  dan bersiap menjelang puasa. Alasan saya yang lain adalah ini merupakan kopdar pertama dari komunitas fiksiana, setelah lima tahun berdiri. Selain penasaran dengan acara yang akan digelar, saya juga berkesempatan untuk tampil dalam acara tersebut. Apalagi coba kalau bukan baca puisi, unjuk kebolehan ? Hmmm…kenapa tidak ?
Setiba di tempat acara lewat hampir satu jam, saya kira sudah terlewat oleh beragam acara. Tapi ternyata acaranya malah belum mulai, semua terlambat karena macet yang luar biasa. Bertempat di Bangi Kopitiam Kota Tua, kopdar komunitas fiksiana digelar. Setelah melewati meja registrasi, saya melayangkan pandangan mencari sekiranya ada yang dikenal. Beberapa memang ada yang saya kenal, tapi mata saya justru tertumbu pada sosok lelaki berkepala botak. Siapa lagi kalau bukan Kang Maman Suherman, kehadiran beliau bukan tanpa sebab. Kang Maman hadir sebagai salah satu pembicara pada kopdar fiksiana kali ini.
Setelah bersapa dengan beberapa teman, selfie, wefie dan becanda saya masih menyempatkan diri menikmati sore di kawasan wisata kota tua. Saya yang mengira akan terlambat mengikuti acara kopdar fiksiana ternyata malah molor. Untuk hal ini saya maklum, karena memang kondisi hari ini sangat luar biasa macetnya.
Bang Ardian Syam (dokpri)
Justru yang mau saya sikapi di sini adalah apresiasi setinggi-tingginya pada Langit Quinn, beserta ngademin atas kerja kerasnya. Perhelatan yang hanya dikerjakan selama dua minggu ini bukan tentang tempat dan waktu saja. Saya melihatnya lebih jauh dari itu, karena dunia literasi Indonesia sedang berduka, khususnya fiksi. Dunia kepenulisan saat ini didominasi oleh blog dan website yang mengarah pada penggunaan internet. Mungkin sebagian besar masyarakat sudah banyak mengetahuinya. Dunia blog dan web tidak terpengaruh pada penggunaan bahasa dengan diksi. Jauh berbeda dengan fiksi, alur dan gaya bahasa memang menjadi patokan yang sangat penting. Oleh karena itu banyak orang lebih cenderung memilih menulis di blog ketimbang menulis fiksi. Banyak aturan dan syarat-syarat yang harus diikuti agar karya fiksi menjadi enak dibaca dan masuk ke dalam jiwa pembaca.
Undangan kopdar antusias sekali (dokpri)
Berbeda dengan blog yang tidak mengikuti tatanan bahasa maupun permainan kata-kata. Â Oleh karena itulah pancaran sinar fiksi mulai meredup, banyak orang meninggalkannya. Situasi ini membuat fiksi semakin terpinggirkan, bersaing dengan tulisan modern yang memanfaatkan internet. Sejatinya fiksi merupakan sebuah prosa naratif yang bersift imajiner, meskipun imajiner sebuah karya fiksi tetaplah masuk akal.
Karya fiksi dikatakan masuk akal karena imajiner yang disampaikan masih mengandung kebenaran. Kebenaran yang dapat didramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia atau dengan mahluk hidup lainnya. Permainan kata-kata ditambah lagi dengan diksi akan melahirkan sebuah karya fiksi yang bergemuruh dan berjiwa. Â Tak dapat dipungkiri membaca karya fiksi mengasah diri menjadi lebih peka terhadap perubahan masa.
Wefie bersama kompasianer dan Langit (dokpri)
Tanpa menghitung untung rugi, atau bahkan pamor seleb medsosnya bakalan turun Langit Quinn tetap bersikeras menggelar acara kopdar fiksiana tersebut. Langit Quinn hanya berpegang pada satu prinsip bahwa dunia fiksi harus terus hidup dan berjalan layaknya dunia ngeblog. Fiksi tidak boleh terkubur hanya gara-gara pergeseran tatanan hidup modern saja. Tentu saja pemikiran seperti itu harus didukung oleh semua pihak tanpa kecuali undangan yang hadir.
Berkat pertemanan juga, Langit Quinn berhasil menggaet pembicara-pembicara apik dalam bidangnya masing-masing. Sebut saja ada Kang Maman Suherman—penulis novel RE dan Bang Ardian Syam—penerbit Jentera Pustaka, kedua pembicara ini sangat eksis dalam dunia literasi. Saya betul-betul sangat mengapresiasi kegiatan ini, melangitkan kembali dunia literasi dalam fiksi bukan suatu hal yang mudah. Tapi toh nyatanya acara ini dapat terlaksana dengan apik dan sukses.
Saya perform with Roki Panjaitan ( dok.Babeh Helmi )
Saya juga melihat antusiasme  undangan yang hadir, mereka tidak sekedar kumpul, ngemil dan canda saja tapi banyak semangat di sana. Bagi saya yang sudah puluhan tahun bergelut di dunia fiksi melihat antusiasme yang begitu merupakan angin segar. Nyata sekali bahwa fiksi belum mati dan masih ada, itu semua dipertontonkan oleh salah satu grup Kompasiana bernama Fiksiana Community ( FC ). Kerelaan undangan yang datang menjadi tonggak sejarah baru dalam dunia literasi bahwa karya fiksi masih memiliki peminat. Di tengah gempuran media berbasis online, fiksi masih menjadi bangian ilmu yang bisa disejajarkan oleh keaneka ragaman tulisan.  Terus terang saja, acara ini tidak akan tercapai tanpa ada niat dan kesungguhan hati dari seorang kompasianer bernama Langit Quinn.
Wefie with Jun and Lita ( dok.pri )
Selama lima tahun belakangan ini, saya melihat dunia fiksi sedang dikucilkan itu terbukti dengan minimnya orang yang mau bergelut di dunianya. Orang lebih banyak memilih datang ke acara pelatihan blog ketimbang bincang tentang fiksi. Tapi tanpa diduga, masih ada orang yang mau peduli dengan fiksi terutama dari grup Fiksiana Community. Komunitas yang mengusung embel-embel Kompasiana ini memang terlihat sangat aktif dengan berbagai kegiatan onlienya. Beberapa lomba tentang menulis kerap dilombakan, bahkan saya pernah mengikutinya dalam 2 atau 3 perlombaan. Â
Langit Quinn telah membuktikan bahwa fiksi dapat disajikan dalam bentuk yang mengasyikkan. Contohnya saja dalam  acara kopdar kemarin, dengan mengusung tema Fiksi dan Kopi, menelaah fiksi dan menikmatinya menjadi sesuatu yang menarik. Di sela-sela ngopi undangan disajikan dengan pembacaan puisi serta pembacaan cerpen. Acara yang tak kalah penting yaitu bedah buku oleh Kang Maman Suherman, buku yang dibedah kali ini berjudul RE. Bagaimana Kang Maman menyulap hasil riset untuk bahan kuliahnya menjadi sebuah novel yang enak dibaca. Begitu pula Bang Ardian Syam dari penerbit Jentera Pustaka, menceritakan seluk beluk penerbitan buku bergenre fiksi.
Lihat Humaniora Selengkapnya