Namanya Bu Nur, dia adalah tetangga yang juga menjadi guru mengaji anak-anak. Sebenarnya Bu Nur berprofesi sebagai guru Taman Kanak-kanak ( TK ). Hampir lima tahun Bu Nur menekuni profesinya dengan penuh kesabaran. Beberapa hari yang lalu Bu Nur curhat pada saya, dia bilang bahwa dirinya merasa kurang dalam hal materi alias gaji yang diterima. Waktu saya tanya berapa gaji guru TK sebulan, tanpa malu-malu spontan dia menjawab,”Satu juta rupiah”.
Satu juta rupiah dengan tiga orang anak bersekolah menjadi beban yang harus ditanggungnya. Sang suami bukannya tidak bertanggung jawab, akan tetapi menurut cerita Bu Nur suaminya hanya seorang guru ngaji yang penghasilannya tidak menetap. Kadang-kadang dapat bayaran, tapi lebih banyak tidaknya. Satu hal yang saya acungi jempol pada Bu Nur adalah bahwa dia tidak mendiskriminasikan sang suami dan pantang mengeluh. Apa yang diceritakan oleh Bu Nur, merupakan refleksi normal dari seorang manusia yang berpikiran ingin maju.
Menginginkan hidup yang lebih baik atau keluar dari zona tidak nyaman merupakan hak dari tiap manusia. Bu Nur pun meminta saran pada saya apa yang sebaiknya dilakukan. Sebelum saya member saran, saya tanyakan apa yang Bu Nur inginkan. Akhirnya Bu Nur mengatakan bahwa dia ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi setingkat Diploma, agar dia bisa mengajar di Sekolah Dasar ( SD ). Sebagaimana diketahui bahwa sudah merupakan syarat untuk menjadi pengajar di SD harus memiliki ijazah setingkat Diploma.
Satu masalah terselesaikan, akhirnya Bu Nur melanjutkan pendidikannya di Universitas yang memberikan keringanan, baik keringanan pembayaran maupun waktu. Untuk memenuhi semua keperluan itu, Bu Nur mencari tambahan dengan mengajar mengaji anak-anak.
Singkat cerita Bu Nur pun sudah mulai aktif melanjutkan pendidikannya tiap Sabtu dan Minggu. Bulan pertama kuliah tidak ada hambatan, demikian pula di bulan ke dua. Masalah timbul pada bulan ke tiga, di mana Bu Nur mendapat tugas membuat sebuah makalah yang datanya diambil dari internet. Kalau waktu itu Bu Nur tidak malu-malu untuk curhat tentang gajinya yang minim, sekarang Bu Nur justru merasa malu mengatakan bahwa dirinya tidak bisa menggunakan internet.
Tanpa bertanya ini dan itu, saya pun menyanggupi untuk membantunya mengajarkan cara berinternet. Lalu setiap seminggu sekali, sebelum Bu Nur mengajar mengajai, saya lebih dulu mengajarkan internet, cukup satu jam saja. Setelah tugas kuliah dari dosennya selesai, entah mengapa Bu Nur juga menghentikan belajarnya. Setelah saya Tanya, Bu Nur menjawab, dia merasa tidak enak dengan saya. Karena setahu dia belajar internet itu tidak gratis, dengan kata lain harus berbayar, padahal buat saya itu bukan masalah. Tapi Bu Nur yang sopan santun tetap tidak bergeming untuk kembali belajar.
Apabila melalui tulisan ini saya berhasil mendapatkan paket unlimited Indosat, maka saya akan mempersembahkannya buat Bu Nur. Mungkin bukan hanya Bu Nur tapi teman-teman guru yang lain juga. Karena mungkin dengan begitu rasa tidak enak dalam hatinya Bu Nur akan lenyap. Kemudian Bu Nur dan teman guru yang lain tidak akan ketinggalan informasi dan bahan-bahan kuliah. Karena berdasarkan cerita Bu Nur, masih banyak teman-temannya yang belum menenal internet. Sebenarnya saya sudah menawarkan Bu Nur dan teman-teman guru lainnya untuk belajar internet.
Sekali lagi berbagi ilmu dan informasi juga merupakan ibadah, dan siapapun itu pasti akan melakukannya. Sebagai pengajar dan pendidik, rasanya sudah menjadi keharusan untuk lebih banyak tahu tentang informasi yang bisa didapat lewat internet. Dan saya yakin para pengajar ini dapat menggunakan internet sesuai dengan kebutuhannya. Semoga mimpi untuk menginternetkan Bu Nur dan teman-teman guru lainnya dapat terwujud.
@etybudiharjo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H