Mohon tunggu...
Etty Lismiati
Etty Lismiati Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Tiada Hari Tanpa Belajar http://ettylist.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Target Lulus 100%, Haruskah?

14 April 2013   16:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:12 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1365939834718686171

[caption id="attachment_254707" align="aligncenter" width="400" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com)"][/caption] Oleh : Etty Lismiati

Ujian Nasional 2013 untuk  SMA akan dimulai Hari Senin besok pagi. Senin berikutnya untuk siswa SMP, kemudian baru giliran siswa SD. Agenda tahunan yang nampaknya jadi bagian penting dari sebuah proses pendidikan formal. Jauh-jauh hari sebelum UN berlangsung, pihak sekolah sudah bersinergi dengan Komite, agar  mendukung kegiatan pendalaman materi diluar jam belajar, baik yang dilakukan oleh guru sendiri maupun atas kerja sama dengan sebuah Bimbel (bimbingan belajar).

Segituuuunya UN! Bahkan ada sekolah yang memasang  lembaran-lembaran kertas besar, semacam "count down", untuk mengingatkan anak-anak bahwa UN tinggal beberapa hari lagi. Lembaran ini digantung di tempat strategis di lingkungan sekolah agar mudah terbaca setelah mereka melewati gerbang sekolah. Lembaran paling depan betuliskan UN-10, hingga paling akhir UN-1. Setiap hari dirobek selembar hingga berakhir di lembaran N-1, Ckckckc.... kondisi dibuat sedemikian rupa, menciptakan suasana psikologis yang menekan setiap anak yang akan menghadapi UN, seolah menghadapi hukum pancung!.

Sah-sah saja jika pihak sekolah memiliki target kelulusan 100%. Memang tidak salah. Namun agaknya banyak pihak seolah lupa, bahwa output dari sebuah pendidikan bukan hanya pada kemampuan akademis. Tapi membentuk mental siswa menjadi sosok-sosok pribadi yang berkarakter dan berakhlak mulia. Jika pada akhirnya mereka yang dididik dengan jiwa kompetisi yang sehat akan berhadapan dengan realitas yang ada didepan mata, menjadi demikian frustrasi sehingga  tak mau belajar dan berupaya lagi. Bagaimana tidak, sementara dia belajar dengan tekun untuk memperoleh nilai-nilai yang membanggakan, disisi lain tawaran jual beli soal pun tetap marak. Melalui bisik-bisik dan kasak-kusuk sesamanya sejak berlangsungnya TUKPD (Test Ujicoba Kemampuan Peserta Didik) yang dilaksanakan masing-masing Dinas Pendidikan setempat sebelum UN berlangsung.

Nampaknya, meski sistim penyelenggaraan UN  diperbaiki dari tahun ke tahun, tapi tetap saja selalu ada oknum-oknum yang menjajaki peluang untuk berbagai kecurangan. Bahkan demi target UN, mengupayakan berbagai cara mulai dari jual-beli soal hingga metode yang irrasional  berbau klenik. Upaya jalan pintas yang disebarkan oknum-oknum tak bertanggung jawab, telah merusak tatanan dan nilai-nilai pendidikan.  Pihak sekolah yang menutup mata rapat-rapat dari fakta, bahwa anak didiknya bergerilya mencari bocoran soal, sebuah sikap pembiaran yang merusak. Pura-pura tidak tahu pada berbagai kecurangan yang sebenarnya kasat mata, hanya demi prestise sekolah. Mengejar target kelulusan 100% menjadi tolok ukur keberhasilan. Sistim yang salah kaprah! Mencari jalan pintas, seolah menjadi sebuah upaya yang lumrah.  Saya ragu, diterapkannya Sitem Barcode pada Paket Soal UN 2013 & LJUN dapat mencegah kecurangan.

Jadi yang salah bukan UN-nya, tapi sistim dan oknum penyelenggaranya . Dari sekian banyak aspek penilaian kinerja seorang Kepala Sekolah, jika target kelulusan hingga 100% menjadi tolok ukur keberhasilan, maka perbaikan demi perbaikan pada penyelenggaraan UN yang dilakukan setiap tahun, tak akan berarti banyak . Sepertinya, hasil akhir sekian tahun belajar di sekolah, hanya kemampuan kognitif semata yang diwujudkan dalam angka-angka. Akibatnya, sekolah yang merasa tidak memiliki input yang bagus, terpancing untuk berbuat curang demi prestise sekolah. Suasana kompetisi yang sehat akan sulit dibangun.  Setiap sekolah akan berlomba untuk kelulusan 100%. sekolah yang siswanya tidak lulus 100% dianggap tidak mampu. TENTU SAJA INI KRITERIA YANG SALAH ! Sehingga sekolah tidak berani mengambil resiko untuk tidak meluluskan siswanya yang memang kemampuan akademiknya masih kurang. Maka terjadilah nilai-nilai yang diolah, berakrobat sedemikian rupa agar siswanya lulus.

Kepala Sekolah. guru dan masyarakat diharapkan memiliki kesamaan pandangan bahwa pendidikan adalah sebuah proses panjang yang tidak hanya berujung pada kompetensi akademik saja. Bahkan tanpa kita sadari, kita sebagai  orang tua, guru dan masyarakat, pemerintah pada khususnya, telah menciptakan sistim yang merusak. Penyikapan guru, orang tua dan masyarakat terhadap UN menjadi amat penting bagi psikologis anak. Sehingga anak tidak perlu menjadi stress jika mendengar kata UN. Karena ujian adalah bagian dari proses hidup, yang harus diterima sewajarnya. Pemahaman ini yang mestinya dikembangkan pada anak didik kita.

Sebagai guru, saya benar-benar sedih, karena saya berada dalam sistim ini dan tak mampu berbuat banyak. Paling-paling yang saya lakukan adalah membangun semangat kompetisi yang sehat dikalangan murid-murid. Mengingatkan mereka bahwa hati nurani akan terusik jika berlaku curang. Mengajak mereka bangga dengan kemampuan diri. Tidak perlu berkecil hati, apalagi sampai turun semangat belajarnya melihat teman mereka yang tidak punya kemampuan tiba-tiba mendapat nilai tinggi-tinggi secara ajaib, tanpa perjuangan berarti. Apa yang dibanggakan ? Meyakinkan mereka bahwa segala sesuatu yang dimulai dari ketidak jujuran, tak akan membuatnya tenang. Kedengarannya klise, dan basi ? Memang, tapi inilah yang harus kita tanamkan pada anak-anak sejak dini. Sebuah tata nilai yang tak kan pernah usang, supaya mereka mengerti hakekat hidup dan berjuang yang sesungguhnya, suatu saat nanti…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun