Di luar gelap. Tak ada satu bintang pun yang tampak di langit nan jauh itu. Aku mengintipnya lewat jendela kamar yang bertirai kain merah di tiup angin. Dalam kamar kala itu aku sendiri bandul jam menunjukkan 24.00 wib , aku bukan sedang ronda malam, entah kenapa malam ini aku tidak bisa mengajak mata lelap. Di atas kasur aku rebahan sambil mendengar lagu Aceh yang di koar-koar kan oleh sebuah radio kecil ronsokan, aku bilang ronsokan karena sisi kanan dan kirinya sudah bolong, aku saja aneh melihatnya kenapa masih bisa di nyalakan.
Ku tataplah, kamar tampak berantakan, buku-buku bekas tak tertata rapi di atas sebuah kotak yang terletak di sudut kamar empat persegi itu, masih di sudut yang sama di samping terdapat meja belajar yang penuh dengan lembaran kertas A4 tak terjilid. Sungguh berantakan. Tak jauh darinya terdapat satu rak baju yang sengaja ku tutupi kain kuning sebagai penghalang debu menyelinap ke baju yang acak-acakan itu, tersetrika memang, hanya susunannya yang tak rapi. Di rak dua terdapat baju-baju kecil ku, di rak pertama terdapat beberapa lipatan rok dan satu kain sarung. Di rak ketiga atau paling atas terdapat beberapa baju tapi di samping lipatan mencolok satu kain selimut. Sungguh tak bersusun rapi.
Kasur ku hanya berjarak satu meter setengah kesamping dari pintu kamar tepatnnya dekat jendela sebelah kiri dari tempat aku rebahan ini. Tepat di depannya terdapat satu jendelah yang sudah ku paku dan ku tempel poster Ronaldinho sedang memegang piala dengan seragamnya.
Tepat di depan pintu tergantung sebuah cermin cukup seukuran satu wajah di dinding yang bercat putih. Gantungan jilbab bertengger antara tulang jendela yang bergambar pemain bola asal Jerman itu dengan cermin tadi. Rona lampu neon 20 watt senantiasa memenuhi ruang kamar ku dari sejak datang gelap sampai terang dengan terobos matahari pagi ia baru ku matikan. Sebelum itu jangan harap.
Benar-benar tak karuan. Di belakang daun pintu bergantung beberapa baju dan rok yang memamerkan bau tak sedapnya. Bekas pakai seminggu yang lalu mungkin minggu depan baru akan beranjak dari gantungan itu. Masih mungkin. Tampaknya.
Tas, ransel, kadang mendarat di mana saja setelah lepas dari tangan ku, di atas kasur, kadang kala di atas tumbukan buku, kadang juga tersemat bersahaja di dinding. Begitu juga dengan kaos kaki tergadang dia ku dapati di bawah meja belajar tersemat jaring laba-laba Oh aku lupa. Di dinding tepatnya di atas kepala ku saat rebahan ini terdapat 3 bingkai kayu dengan foto yang sudah memudar dari warna aslinya. Dua bingkai dengan fose wajah ku yang mulus nan berseri saat di lampuuk setahun yang lalu dan satu lagi poto seorang perempuan yang telah menyakiti hati abang ku, ia tersenyum manis di dalam bingkai itu.
Terkadang aku risih dengan kondisi kamar ku yang seperti itu, tak lama perasaan itu lenyap kembali. Paling kalau ku rapikan pun hanya bertahan satu mingggu setelah itu kembali seperti semula. Ku biarkan sajalah sudah jadi kebiasaan tak beraturan, yang penting tidak mengganggu aktifitas ku. Putus ku.
Yang penntning aku pergi kuliah tidak memalukan pun, berdandan rapi, make up, lips tik merah jambu nan berminyak selalu menghiasi bibir ku. Aku rapi kan. Kalau ada teman ku datang ke kos ku, semua barang - barang yang berantakan itu ku sembunyikan ke kamar teman ku sebelah. Fikir ku.
Aku tidur nyaman, kelambu tua yang senantiasa memberi aku batasan dengan sengatan nyamuk belang. Hingga pagi menjelang.
Auww...muka mulus ku, kulit putih ku. Di gigit nyamuk. Semalam aku tertidur sehingga lupa menyematkan kelambu. Bibir binatang itu membekas di pipi dan kaki ku. Hiks,,,
MOHON KRITIK DAN SARANNYA....
Etirismanita
Batoh, 13 april 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H