Indonesia merupakan negara dengan bahasa yang sangat beragam. Lebih dari 500 bahasa, terdapat di Indonesia. Hal ini tercantum dalam semboyan negara yaitu "Bhinneka Tunggal Ika" yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua". Maksudnya meskipun memiliki perbedaan kita tetap dalam satu kesatuan yang utuh yaitu NKRI.
Saking banyaknya jumlah perbedaan itu, Indonesia menjadi negara dengan keunikan dan keistimewaan. Contohnya bahasa, suku, keindahan alamnya, hingga hasil bumi yang sangat bermanfaat bagi perekonomian.
Bahasa merupakan cara kita untuk melakukan komunikasi dengan orang lain, namun pernahkah Anda mendengar bahwa ada salah satu bahasa daerah di Indonesia yang sangat nyentrik dan terkenal?
Letaknya berada di Pulau Jawa, dengan aksen dan dialek yang cukup mengundang gelak tawa.
Bahasa apa itu?, Nah disini saya akan mencoba untuk sharing tentang Bahasa dengan slogannya khasanya "Ora Ngapak Ora Kepenak"Â
Bahasa ini sering di sebut dengan bahasa Ngapak atau Bahasa Banyumasan. Sebab bahasa jawa ini merupakan ciri khas penduduk Banyumas. Bahasa ini digunakan oleh seluruh wilayah eks karesidenan Banyumas yang terdiri dari kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Kebumen.Â
Seorang ahli bahasa H. Budiono Herusatoto menyatakan bahwa bahasa Banyumasan merupakan turunan asli dari bahasa Jawa kuno. Didalam bukunya yang berjudul " Banyumas; Sejarah, Budaya, Bahasa dan Watak". Beliau mencatat bahwa Bahasa Banyumasan adalah bahasa Jawa tahap awal yang konon merupakan bahasa Jawa murni.
Ciri khas dari bahasa Banyumasan adalah banyak menggunakan huruf vokal "a" pada akhir kata. Contohnya kata nasi dalam bahasa jawa banyumasan menjadi Sega, sedangkan kata nasi dalam bahasa jawa Solo dan Jogja lebih kepada huruf vokal "o" sehingga menjadi Sego.
Lalu bagaimana dengan sejarah singkat bahasa ngapak ini?
Beberapa peneliti mengatakan bahwa bahasa ngapak banyumasan ini berakar dari politik kerajaan Mataram. Dalam buku yang berjudul "Konsep Kekuasaan Jawa; Penerapannya oleh Raja-raja Mataram" yang ditulis oleh G. Moedjanto dijelaskan bagaimana kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa memunculkan sistem sosial yang memberikan kekuasaan besar kepada golongan bangsawan.