Mohon tunggu...
Etis Nehe
Etis Nehe Mohon Tunggu... -

Memperhatikan, Merasakan, Memikirkan, Merenungkan, Menuliskan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Peselancar Nias Butuh Dukungan Berbicara di Tingkat Dunia

9 Januari 2012   06:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:08 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_162436" align="alignleft" width="300" caption="Atraksi Airshow di Ombak Pantai Sorake (foto: Mark Flint)"][/caption] Sudah lama Pantai Sorake dan Lagundri di Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara, dikenal sebagai salah satu tempat berselancar terbaik di dunia.

Bahkan, bisa dikatakan, ombak di pantai tersebut merupakan salah satu dari dua ikon utama selain hombo batu (lompat batu) di Desa Bawömataluo di kecamatan yang sama, yang telah membuat Pulau Nias dikenal luas di seantero dunia.

Silih berganti para peselancar kelas dunia menjajal dahysat dan indahnya ombak di area teluk tersebut. Bahkan, bertahun lalu, pantai itu pernah beberapa kali menjadi tuan rumah lomba selancar internasional.

Tapi tidak banyak yang tahu kalau selama ini, bukan hanya para peselancar asing dan profesional dunia yang selama ini berhasil menaklukkan ombak itu. Para peselancar lokal, dengan modal terbatas juga telah lama menjadi ‘teman sepermainan yang setara’ para peselancar profesional dari berbagai negara di sana.

Sayang sekali, suara mereka tidak pernah kedengaran sehingga mereka tidak diperhitungkan. Kans mereka untuk menjadi peselancar profesional dan juga berkelas dunia, seperti hanya dalam mimpi. Jangankan untuk mengikuti pertandingan di luar negeri, bahkan untuk pertandingan di dalam negeri saja, mereka sangat sulit mengikutinya.

Masalahnya, tidak punya modal. Rata-rata peselancar lokal di sana bukanlah orang berada. Sama seperti kebanyakan warga di sana yang memiliki keadaan ekonomi pas-pasan. Membeli peralatan selancar bukanlah hal mudah bagi mereka. Sebab, barang-barang itu bernilai mahal.

Tidak sedikit dari mereka, mendapatkan papan selancar bekas dari para peselancar yang berbaik hati memberi ataupun mungkin menjual kepada mereka.

Rahel Wau, salah satu peselancar profesional bertutur, selama bertahun-tahun ini, silih berganti para peselancar baru dan berkelas bermunculan. Beberapa di antara mereka, dan sangat sedikit sekali, pernah mencicipi petandingan tingkat internasional, baik di Indonesia maupun di luar negeri.

Di pantai itu, seperti terlihat dari kegiatan Surfing Contest 2011 Nias Board Rider I yang dilaksanakan pada 30 Desember 2011-1 Januari 2012, tercatat lebih dari 130 orang peselancar. Terdiri dari tingkat, yakni grommet (8-15 tahun), jounior (16-24 tahun) dan legends (24 tahun ke atas).

Konstes selancar tingkat lokal itu, selain untuk menyambut Hari Natal dan pergantian tahun, juga menjadi pengobat kekecewaan mereka paska pembatalan sepihak Indonesia Surfing Championship 2011 oleh Pemerintah Daerah Nias Selatan pada Juni 2011. Padahal momen itu, selain langka, juga menjadi kesempatan unjuk dan uji kemampuan serta meningkatkannya dengan melihat best practices dari para peselancar nasional.

Konses itu digelar dengan modal patungan antar para peselancar di pantai itu yang menamakan diri Beach Boiz. Hadiahnya, tidak ada yang luar biasa. Ada trofi seadanya. Kemudian, ada yang menyumbang papan selancar, sirip papan selancar hingga baju selancar sebagai hadiah lainnya.

“Kontes ini memang selain untuk mengasah kemampuan para peselancar lokal di sini, khususnya kelompok grommet itu. Di sisi lain, untuk menunjukkan kekecewaan kami kepada Pemda. Bahwa, kami bisa melakukannya sendiri,” ungkap Rahel yang mengaku saat berada di kelas lima Sekolah Dasar pernah akan diutus untuk bertanding selancar di Brazil.

Mereka tertatih-tatih. Mimpi itu seolah di depan mata, namun apa daya, tak terjangkau. Rahel mengungkapkan, bahkan para peselancar yang ada saat ini, juga tidak bisa dipromosikan. Sebab, mereka tidak memiliki kemampuan untuk itu.

Peselancar senior asal Australia, Mark Flint juga mengakui semangat dan kemampuan para peselancar lokal tersebut. Pria yang sudah menghabiskan waktu selama 30 tahun di pantai itu mengatakan, para peselancar lokal itu sangat membutuhkan dukungan berbagai pihak.

“Mereka sangat bersemangat dan sangat jago. Atraksi mereka saat surfing contest Nias Board Rider beberapa waktu lalu sangat spektakuler. Mereka perlu dukungan,” ujar Mark yang juga menjadi penasihat dan konsultan para Beach Boiz itu.

Rahel pun, sangat berharap, ada uluran tangan berbentuk dukungan sponsorship untuk mengangkat potensi mereka itu. (Etis Nehe)

Disadur/dimodifikasi dari tulisan yang sama di www.niasonline.net

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun