Sageda nulad tresnanta, guyup rukun slaminya"
Sebelum tidur, biasanya ibu mendongengkan cerita klasik atau cerita tentang riwayat nabi-nabi. Atau sekedar menyanyikan lagu lalu sendu termasuk lagu "Wiwit aku isih bayi" untuk mengantarkan tidur kami hingga pulas. Lirik lagu ini begitu membekas dalam benak dan hati saya hingga kini. Hingga tidak terasa lamunan saya sampai ke jaman kecil yang penuh dengan kenangan bersama saudara-saudara sekandung saya. Lamunan saya sampai pada , bagaimana kedaan ibu sekarang? Bapak? Apakah sehat?Â
Saya belum telepon minggu ini. Kangen rasanya. Walaupun jarak menjadi dekat karena bisa bertatap muka di handphone dalam jaringan, namun entah mengapa, perasaan saya seperti tercabik cabik. Apakah karena menjelang malam takbiran yang berbeda? Membayangkan bapak dan ibu hanya berdua di rumah tanpa anak anak dan cucu cucu termasuk saya?Â
Yaa... biasanya kami bergantian pasti sudah ada yang menemani ibu dan bapak untuk menyambut lebaran di rumah kami di kampung. Sekedar membantu menyiapkan segala keperluan untuk ibu dan bapak menyambut lebaran. Sekarang, terbayang, masak apakah ibu? Siapa yang membantu? Kekhawatiran berkecamuk jangan sampai ibu kecapean.
Mendengarkan lagu itu sekali lagi... lagi ... dan lagi.... Semakin hanyut aku masuk dalam kenangan kecil bersama ibu dan bapak. Semakin pecah tangisku entah kenapa.
Lagu ini sarat makna. Kurang lebih begini artinya....
Sedari aku masih bayi, orang tua yang memelihara
Sampai sekarang pun, selalu memperhatikan.
Berangkat sekolah di bawakan bekal
Pakaian dan makanan selalu dipastikan ada.
Sehingga sudah seharusnya saya mengerti, membangun rasa hormat.