Mohon tunggu...
etica
etica Mohon Tunggu... Lainnya - author, supermom

Hanya seorang ibu rumah tangga dengan lima anak, yang menyukai dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Jagong Manten

25 Januari 2025   22:13 Diperbarui: 25 Januari 2025   22:17 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Tinggal di sebuah desa yang terletak di kabupaten Gunungkidul, boleh dibilang tak gampang. Meski sejak lahir dari desa ini, namun pengalaman merantau ke berbagai kota hingga luar negeri memberiku pengalaman yang berbeda. Semenjak kuliah hingga menikah dan punya anak, aku sudah merantau ke kota. Bisa dibilang, pengalaman bermasyarakat tak pernah sampai benar-benar mengakar, karena sering berpindah rumah kontrakan. Karena sering berpindah tempat, belajar dari awal lagi tradisi setempat.

Hampir lima belas tahun lamanya, aku dan keluarga kecilku berkelana. Hingga akhirnya takdir membawa kami pulang ke kampung halaman. Rumah masa kecilku untuk membantu merawat orang tua yang sakit. Meski sekarang hanya tinggal satu orang tua yang masih sehat, dan tugasku di sini hanya menemaninya di hari tua. Ya, mengabdikan diri di sisa umurku. Meski aku sadar, tak pernah bisa sepenuhnya melayani kebutuhan masa tuanya, seperti bercerita sepanjang waktu, karena aku sudah sibuk dengan anak-anakku dan kegiatanku sendiri. Bersyukur masih bisa meramaikan hari tuanya, dengan para cucu yang banyak. 

Ngomong-omong tentang jagong manten alias kondangan, aku ingin sedikit bercerita. Di desaku, hal yang unik terjadi adalah datang ke tempat nikahan seseorang (terutama tentangga) satu hari sebelum resepsi dilangsungkan. Kalau di kota, biasanya sewa gedung lalu tamu wajib datang hanya pada jam yang ditetapkan. Tapi di desaku ini, masyarakat sekitar justru datang sebelum acara dilangsungkan. Biasanya dari siang-sore-hingga malam hari. Kenapa demikian? Katanya sih biar bisa menemui manten. Ah, tapi menurutku sama saja. Hanya salaman sebentar, lalu menyantap snack dan hidangan yang disajikan. Yang rugi itu, justru tak bisa melihat kedua mempelai dengan pakaian pernikahannya. Karena H-1 biasanya salah satu mempelai saja yang ada di tempat.

Karena kebiasaan ini, maka akan menjadi aneh jika kamu bukan tamu yang diundang, lalu datang pada hari resepsinya. Karena hampir semua tetangga sekitar datang H-1 sebelum resepsi pernikahan. Dan uniknya, para tamu yang datang sebelum dari H ini paling ramai saat sore hingga mendekati maghrib. Sepertinya kebanyakan orang berfikir waktu yang tepat untuk makan malam di kondangan saja.

Kalau di tempatku seperti ini. Di tempatmu bagaimana? Komen yuk!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun