Mohon tunggu...
etica
etica Mohon Tunggu... Lainnya - author, supermom

Hanya seorang ibu rumah tangga dengan lima anak, yang menyukai dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Pilihan Hidup

20 Januari 2025   16:12 Diperbarui: 20 Januari 2025   16:12 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sejak kita bisa berfikir, menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang benar dan mana yang salah. Kita sudah bisa membuat pilihan. Memutuskan satu di antara beberapa pilihan. Bisa jadi mudah dalam pelaksanaannya, namun bisa pula sulit. Banyak faktor yang melatarbelaknginya. Faktor yang berasal dari dalam diri sendiri, lingkaran keluarga, hingga lingkungan sekitar atau pertemanan. 

Terkadang kesulitan itu muncul karena kita terlalu rumit memikirkan masalah yang sebenarnya mungkin tidak serumit yang dibayangkan. Apalagi jika pertimbangan yang muncul banyak dipengaruhi oleh sisi perasaan, emosional yang kerap kali mejadikannya semakin sulit untuk menerima keadaan. Padahal, jika dianalisis dengan logika sederhana itu sesuatu yang mudah saja.

Semakin bertambah kedewasaan kita, semakin luas cara pandang dan wawasan yang dimiliki. Tentu sedikit banyak kapasitas berfikir kita, akan mempengaruhi pilihan hidup. Menimbang, menakar, dan menganalisis masalahnya, hingga memutuskan berdasarkan nilai manfaat. Pada akhirnya kita harus tentukan sesuatu yang lebih baik dari sesuatu yang lain, meskipun itu sama-sama baik, atau sama-sama buruknya. yang jelas, ilmu serta hikmah yang dimiliki seseorang, akan mengarahkannya. Bagaimana seharusnya kita bersikap, dan apa yang selayaknya kita tuju. Hidup kita memang tak semudah membalikkan telapak tangan.

Seseorang yang terjebak dalam lingkungan yang sama, dalam jangka waktu yang lama, biasanya cenderung stagnan. Meski ada banyak pilihan yang mungkin ia ambil, namun kenyamanan hidup seringkali membuat malas untuk beranjak dan berlari. Mimpi pun tak lagi menjadi sesuatu yang dikejar. Pada akhirnya, tak banyak perubahan yang akan terjadi pada dirinya. Jikapun ada, mungkin masih taraf yang sewajarnya, dan bukan suatu lompatan yang tinggi. 

Lihatlah mereka yang keluar dari rumahnya-katakan saja merantau. Berbagai pengalaman untuk bertahan di kehidupan baru, mengaktualisasikan diri, dan semangat untuk terus mengembangkan diri itu selalu ada. Ia yang telah memilih untuk keluar dari zona nyaman, memang lebih banyak rintangan. Namun, hidupnya lebih dinamis, terus bertambah pengalaman baru. Meski tak bisa dijamin, orang yang merantau itu otomatis sukses. Tergantung kemampuan dan kemauan dirinya untuk menjemput takdir.

Apa sejatinya tujuan hidupmu? Jalan seperti apakah yang kau tempuh? Itu adalah pilihanmu. Manusia hanya bisa terus berusaha, setelah menentukan pilihannya. Selebihnya Allahlah yang menetapkan hasil akhinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun