Mohon tunggu...
Ethan Hunt
Ethan Hunt Mohon Tunggu... -

Dunia ini adalah sekolah bagi kita dalam mempelajari dan memahami kehidupan.. yang membuat kita semakin bijak, dan salah satunya adalah KOMPASIANA..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PDIP dan Pendukung Jokowi, Jangan Euforia Berlebih; Belajarlah Dari Sejarah 1999!

21 April 2014   15:44 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:24 2105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada pidato terakhirnya saat Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1966, Presiden Soekarno mengucapkan sebuah semboyan yang sangat terkenal, JASMERAH. Itu merupakan singkatan dari Jangan Sekali-kali Meninggalkan sejaRAH. Semboyan ini mengajak kita untuk mengingat kebelakang serta menjadikan sejarah itu sebagai media pembelajaran dalam melangkah kedepannya. Dan PDIP, serta pendukung Jokowi, harus belajar dari sejarah yang terjadi pada tahun 1999.

Ada hal apa di tahun 1999? Mari sejenak kita berpaling kebelakang sehingga bisa mengetahui pelajaran apa yang bisa diambil.

Kita semua tentu mengingat, bahwa pasca lengsernya Soeharto dan ditolaknya pertanggung-jawaban Habibie oleh MPR, masyarakat mendesak agar segera dilaksanakan Pemilu yang baru. Alasan dipercepatnya Pemilu tersebut adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari masyarakat karena produk Pemilu 1997 dianggap telah gagal.

Peserta Pemilu  kali ini diikuti banyak sekali peserta. Tercatat ada 48 partai yang ikut serta. Dan muncul sebagai pemenang Pemilu tahun 1999 adalah PDIP yang meraih 33,74% suara dengan perolehan kursi sebanyak 153.

Megawati SP, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PDIP, hampir dipastikan akan menjadi presiden berikutnya. Hal ini karena mayoritas anggota DPR/MPR saat itu diisi oleh anggota dewan dari PDIP.

Terlebih lagi sudah terjalin hubungan yang harmonis antara Megawati dan Gus Dur, yang mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Bahkan Gus Dur telah berulang kali mengatakan mendukung Megawati sebagai presiden keempat. Dan ini berarti dukungan PKB di MPR bisa diandalkan untuk memastikan kemenangan Megawati.

Namun kemudian muncul satu sosok yang tidak ingin negeri ini dipimpin oleh tokoh dari kalangan nasionalis. Sosok itu adalah Amien Rais. Amien Rais tidak mau capres dari PDIP menang dan memimpin negeri ini.

Amien Rais kemudian mengumpulkan tokoh-tokoh partai Islam yang memiliki kursi di DPR/MPR. Digagaslah Koalisi Poros Tengah. Alasan digagasnya koalisi ini agar tidak terjadi disintegrasi dan kerusuhan bila negara ini dipimpin oleh seorang wanita.

Saat itu, manuver Amien Rais yang menggagas untuk membentuk Poros Tengah dianggap tidak penting dan disepelekan. Masyarakat sudah merasa yakin, bahwa Megawati akan menjadi presiden berikutnya. Bahkan kubu PDIP sendiri terlihat sekali memiliki kepercayaan berlebih, seolah-olah Sidang Umum (SU) MPR hanyalah tinggal masalah legalitas bagi Megawati sebagai presiden.

Amien Rais kemudian melakukan lobi-lobi. Dia berhasil memecah koalisi PDIP dan PKB, dengan menarik PKB untuk bergabung ke Poros Tengah. Selain PAN, anggota Poros Tengah saat itu antara lain PPP, Partai Keadilan (cikal bakal PKS sekarang) dan beberapa partai Islam lainnya.

Sejarah kemudian mencatat dan berkata lain. Bukan senyum sukacita yang hadir di kubu PDIP, tetapi tangis sesunggukkan yang mewarnai drama kemenangan poros tengah di Sidang Umum MPR 1999 tersebut. Dalam Sidang Umum tersebut, Amien Rais dengan gemilang sukses mengangkat ego seorang Gus Dur untuk maju sebagai calon presiden. Amien Rais juga berhasil menekan ego-nya yang memiliki ambisi untuk mencalonkan diri sebagai presiden.

Pelajaran apa yang bisa diambil PDIP, serta pendukung Jokowi, dari peristiwa di tahun 1999 tersebut?

Suasana politik antar partai saat itu hampir sama atau mirip dengan keadaan saat ini. Seolah-olah pemilihan presiden (pilpres) hanya tinggal pengesahan dan legalitas Jokowi sebagai presiden ketujuh.

Namun tiba-tiba sejarah seakan berputar kembali ketika Amien Rais keluar dari tapa-nya dan menggagas dibentuknya Koalisi Indonesia Raya. Amien Rais kemudian memberikan alasan-alasan yang masuk akal dari pembentukan Koalisi ini. Tapi tujuannya tetap sama seperti tahun 1999 dulu, Amien Rais tidak mau capres dari PDIP menang. Jika dulu targetnya adalah Megawati, maka saat ini adalah Jokowi.

Jika pada tahun 1999 Amien Rais berhasil mengakomodir ego masing-masing pihak yang dirangkulnya, bukan tidak mungkin hal itu akan terulang lagi saat ini. Bisa dibayangkan, Amien Rais yang memimpin PAN pada Pemilu 1999 dan hanya meraih suara 7% ternyata mampu mengatur jalannya nasib bangsa saat itu. Bukannya perolehan suara PAN saat inipun tidak berbeda jauh dengan Pemilu 1999?

Namun persoalannya sekarang adalah, Amien Rais belum berhasil menemukan tokoh yang cukup punya elektabilitas di kalangan partai Islam sendiri, seperti sosok Gus Dur di tahun 1999.

Jika sosok itu bisa ditemukan, bukan hal mustahal peristiwa pada tahun 1999 akan terulang lagi di tahun 2014 ini. Amien Rais sukses mengganjal capres dari PDIP!

So, PDIP serta pendukung Jokowi tidak boleh abai dan terlalu percaya diri seperti tahun 1999. Karena jika hal itu yang dilakukan, maka akan menuai kekecewaan. Dan menangis seperti Megawati pun akan terlambat!

Salam

21042014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun