Mohon tunggu...
Marietha Magdalena Sianipar
Marietha Magdalena Sianipar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

A fulltime lover...full heart singer...full soul dreamer. Love to meet new person for some reason and make a good friendship, coffee time and share with many people but also feel comfort when stay alone in her lovely private room.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wanita Kedua

17 September 2013   17:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:45 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menjadi wanita kedua, ketiga dan seterusnya rasanya sudah menjadi hal yang lumrah di zaman ini. Begitu melihat gossip selebriti di tivi, setidaknya sebulan sekali pasti ada pemberitaan artis  yang ketahuan  menjadi wanita kedua.

Sebenarnya nggak ada yang salah menjadi wanita kedua. Yang salah adalah, kalau wanita pertama masih ada dan tiba-tiba si wanita lain dengan sukarela dan tanpa dosa mau jadi wanita kedua. Lain cerita kalau wanita pertama sudah pensiun ya! Hahaha.

Salah seorang sahabat saya pernah terlibat cinta. Cinta segitiga katanya. Entah tak sengaja, entah pilihan… (mohon maaf, saya lebih setuju kalau ini disebut pilihan. Pilihan bodoh tepatnya!) dia akhirnya terlibat cinta lokasi dengan seorang lelaki. Lelaki itu atasannya di kantor. Baik (katanya), perhatian (katanya) dan kaya (kalau itu saya tau). Lelaki yang umurnya 15 tahun lebih tua dan sudah beranak dua dan…pastinya sudah memiliki wanita pertama, satu isteri yang sah. Catat! Isterinya belum pensiun. Masih hidup dan belum minta cerai atau diceraikan.

Jadilah mereka berkencan. Berkencan diam-diam (katanya). Dan semuanya berjalan mulus dan seadanya selama 8 bulan. Sampai akhirnya si wanita tiba di satu titik. Titik ketidakpastian dan butuh pengakuan. Dan akhirnya menikah sirih dan jadi wanita kedua yang cuma disimpan di satu rumah. Tidak bisa dibawa kemana-kemana. Tidak bisa digandeng ke pesta, tidak bisa diajak jalan bersama dan hanya bisa berdua jika “yang pertama” sudah didahulukan kebutuhannya.

Saya sendiri tak setuju dengan keputusan wanita bila harus jadi yang kedua. Kalaupun tidak bisa menjadi yang pertama…artinya harus menunggu giliran. Giliran berikutnya untuk dijadikan “yang pertama, terakhir dan selamanya”. Mengorbankan hati dan harga diri menjadi yang kedua (cuma buat cadangan pula) gara-gara laki-laki yang nggak bisa mengontrol diri itu namanya kebodohan.

Bukannya saya merendahkan harga diri wanita lain. Saya terlalu percaya, jika seorang pria hanya diciptakan untuk seorang wanita. Satu untuk satu. Kalau ada yang bilang dia rela berbagi itu namanya “bullshit”. Kebenaran itu mutlak. Yang lain selain yang benar itu pilihan. Melakukan kebodohan itu pilihan karena seseorang yang memilih untuk bertindak bodoh.

Akhir kata saya hanya bisa berkata kepada yang sudah terlanjur menjadi wanita kedua.

1.Bersabarlah…karena pastinya anda hanya selalu jadi “nomor dua” setelah yang pertama.

2.Kalau anda simpanan…bersabarlah karena anda hanya akan disimpan dan semua yang ada pada anda hanya anda, pasangan anda dan Tuhanlah yang tahu.

3.Bersabarlah karena anda  cukup duduk diam, tak pernah digandeng ke pesta, tak pernah ditemani belanja dan tak bebas bergerak kemana-mana.

4.Bersipalah mengorbankan harga diri dan menerima cibiran negative dari orang-orang jika anda tak mempu mengontrol diri di nomor 2 dan 3.

5.Jika Tuhan berpihak pada anda, bersabarlah agar wanita yang pertama pensiun secepatnya dan tahtanya (jika anda beruntung) berpihak pad anda.

6.Selamat menikmati pilihan anda.

7.Jika belum siap dan belum terlanjur  menjadi wanita kedua…bertahanlah, bersabarlah dan berdoalah. Tuhan sudah menyiapkan seseorang yang tepat dan mau menjadikan anda yang pertama sekaligus yang terakhir dalam hidupnya.

KEBENARAN ITU MUTLAK…SELEBIHNYA ITU PILIHAN KITA.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun