Mohon tunggu...
Yuni Cahya
Yuni Cahya Mohon Tunggu... Bankir - belajar berdamai dengan diri sendiri

sederhana saja

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Betapa Melelahkan Menjadi Seorang Perempuan

30 September 2014   14:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:57 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan perempuan itu bernama aku. Usia 32 tahun. Status menikah (tapi LDR). Istri dari satu suami. Ibu dari dua anak yang masih balita. Tinggal (masih) di rumah orang tua (biarpun baru beli rumah sendiri). Ibuku seorang ibu rumah tangga yang hobby memasak, dan menerima pesanan sambel pecel serta (kadang) menerima katering. Bapakku seorang pensiunan PNS (tapi masih diperbantukan). Tidak mempunyai pembantu/asisten rumah tangga apalagi babby sister. Anak-anakku pengasuhannya dibantu orang tuaku sepenuhnya.

Dan perempuan itu bernama aku. Seorang karyawan swasta. Status kontrak. Jabatan staff operasional. Dan kenyataannya merangkap account officer. Skaligus collector. Skaligus (harus bisa) teller. Skaligus tukang bersih-bersih kantor. Biarpun sekarang sudah ada tukang bersihin kantor yang dibayar patungan dengan teman satu unit. Skaligus juru kuci. Datang paling awal. Pulang paling akhir.

Dan perempuan itu bernama aku. Selalu bangun paling awal. Dan tidur paling akhir. Sebelum berangkat kerja harus memandikan anak-anak, bikinin susu dan sarapan bekal sekolah. Pulang kerja pun juga disambut riuh anak-anak menunggu untuk segera dimandikan. Pulang kerjapun harus ontime. Telat dikit pasti ditelponin ortu. Harus ada kabar sebelum pulang terlambat. Selepas memandikan anak harus menyuapi mereka. Selepas nyuapi harus nyuci baju ataupun nyicil setrika.

Sudah bisa dibayangkan bukan betapa melelahkan menjadi seorang aku. Mungkin ini hanya sebatas garis besarnya saja. Detailnya masih buanyak lagi. Di samping peran perempuan sebagai kodratnya yang tak boleh diprotes lagi. Tapi aku tetap bangga menjadi perempuan, tetap bangga menjadi diriku sendiri. Ini bukan keluh kesah. Tapi sekedar berbagi cerita pelepas penat.

Selamat beraktivitas...............

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun