Mohon tunggu...
Evert Sandye Taasiringan
Evert Sandye Taasiringan Mohon Tunggu... -

Contact Person: +628 1293 112823

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

WhatsApp Story

9 Maret 2014   03:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:07 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jan Koun, pendiri WhatsApp – WA (salah satu aplikasi sosial media), lahir dan besar di Ukraina dari keluarga yang relatif miskin. Saat usia 16tahun ia nekat pindah ke USA, demi mengejar apa yang kita kenal sebagai “American dream”. Di usia 17 tahun, ia hanya bisa makan dari jatah pemerintah. Ia nyaris menjadi gelandangan. Tidur beratap langit, beralaskan tanah. Untuk bertahan hidup, dia bekerja sebagai tukang bersih supermarket. Hidupnya kian terjal saat ibunya di diagnosa kanker. Mereka lalu hidup hanya dengan tunjangan kesehatan seadanya.

Syukur Koun bisa kuliah di San Jose University. Tapi ia milih drop out. Ia lebih suka belajar programming secara otodidak. Karena keahliannya sebagai programer, Jan Koun, diterima bekerja sebagai engineer di Yahoo. Ia bekerja di Yahoo selama 10 th. Di sini pula ia berteman akrab dengan Brian Acton.Mereka berdua membuat WA pada tahun 2009 setelah resign dari Yahoo.

Mereka berdua sempat melamar ke Google. Ditolak. Google mungkin menyesal seumur hidup menolak lamaran mereka. Akhirnya sejarah mencatat WhatsApp resmi dibeli dengan harga Rp. 209 triliun, dan Jan Koun melakukan ritual yang mengharukan… Ia datang ke tempat dimana ia dulu setiap pagi antri untuk dapat jatah makan. Saat ia masih remaja miskin berusia 17 tahun…. Ia menyandarkan kepalanya ke dinding tempat ia dulu antri. Mengenang saat bahkan untuk makan ia tidak punya uang…. Pelan-pelan air matanya meleleh. Ia tak pernah menyangka perusahaannya dibeli dengan harga Rp. 200 triliun lebih!. Ia lalu terkenang ibunya yang sudah meninggal (karena kanker). Ibunya yang rela menjahit baju buat dia demi menghemat. Tak ada uang, nak…. Koun terkenang. Ia menyesal tak pernah bisa mengabarkan berita ini kepada ibunya. “Di tempat ini, nasib hidup saya pernah dipertaruhkan…”, begitu mungkin Jan Koun berbisik dalam hati.

Berkat mungkin datang dari arah yang tak terduga.
Remaja miskin yang dulu dapat jatah makan itu kini jadi bilioner.

Nothing is Impossible…..!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun