Dinu bukan remaja sembarangan. Saat remaja lain sibuk dengan Facebook, ia justru sedang sibuk berpikir tentang keadilan. Saat yang lain asyik Twitter, ia malah membaca filsafat. Jangan pernah mengajaknya berdebat, karena ia memiliki segudang teori. Yang lain kecanduan game online, ia sedang kecanduan misteri alam semesta.
Namun, ada yang berbeda dengannya akhir-akhir ini, Dinu seperti kehilangan gairah. Lunglai, letih dan tak bersemangat. Logikanya yang cemerlang tak mampu menemukan jawaban atas masalahnya. Masalah itu adalah kebosanan, boring alias jenuh. Â Mau bertanya pada ustaz di masjid, ah pasti jawabannya sudah dapat ditebak. Tapi, iseng-iseng 'kan boleh juga, pikirnya.
"Ustaz, apa obatnya supaya enggak bosan?"
"Nanti saja datang ke rumah!" jawab ustaz Suheri dengan yakin.
"Lho kok jawabnya mesti di rumah? Di sini aja!" paksa Dinu.
"Kalau mau jawabannya ya di rumah, tapi terserah Dinu!" Ustaz berkelit.
"Iya, saya bareng ke rumah Ustaz sekarang!" Dinu pun menurut.
Mereka berdua pun berdiskusi di rumah ustaz, menariknya justru Ust. Suheri belum menjawab pertanyaan Dinu. Hingga hari ketiga, Dinu sudah tidak sabar lagi dengan jawaban yang dipintanya.
"Ustaz, saya ingin jawabannya sekarang, kalau tidak bisa menjawab bilang aja, jangan selalu ditunda-tunda!" Dinu sepertinya sudah tidak sabar dan sedikit terpancing emosinya.
"Baik. Ternyata penyakit bosanmu mulai akut. Tapi sebelumnya saya ingin bertanya pada Dinu, sebutkan minuman apa yang diminum saat hari pertama, kedua dan sekarang ini?" ustaz balik bertanya.
"Ustaz ini gimana, malah nanya lagi. Hari pertama es jeruk, hari ke dua teh manis dan hari ini cuma air putih. memangnya kenapa?"