Tidak banyak kue yang saya sukai. Apalagi kue kering. Namun, ada satu kue yang selalu menjadi incaran saat lebaran.Â
Rasanya yang lezat, legit serta renyah beserta aromanya yang khas, telah tertanam di memori sejak kecil. Karena  selalu tersaji  dan tersedia setiap hari raya Idul Fitri.
Kue yang pada setiap kunjungan silaturahmi, selalu menjadi incaran semenjak kanak-kanak bahkan hingga sudah memiliki anak seperti sekarang.Â
Kue itu bentuknya bulat dan terkadang agak pipih. Terbuat dari bahan utama berupa tepung terigu, mentega, telur, gula dengan isi selai buah yang terasa manis dan asam.
Konon, kue kering tersebut telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Kue yang disukai juga oleh orang Belanda. Bahkan namanya sendiri, menurut sebagian sumber dari Bahasa Belanda.
Nastar, ya nama kue itu nastar. Kami orang jawa barat, Â sering memplesetkan nastar sebagai Ganas/Nanas dan Tarigu/terigu.Â
Nastar sendiri dianggap sebagai singkatan dari bahasa Belanda, 'ananas atau nanas dan 'tartjies' atau tar. Disingkat nastar untuk memudahkan saja dalam menyebutnya.
Setiap lebaran, walaupun banyak jenis kue kering. Namun nastar selalu menemani dan menjadi kue kering favorit. Kini, walalaupun isian nastar sudah bervariasi, seperti keju, coklat atau selai buah yang lain.
Tapi bagi saya, mungkin karena dari kecil nastar itu isinya masih selai nanas. Tetap saja, yang terasa lezat yang klasik, isi nanas. Sedangkan kedua anak saya, biasanya lebih menyukai isi keju dan coklat.Â
Saya sepertinya sudah setia dengan kue nastar klasik sejak kanak-kanak. Kesetiaan yang tetap terjaga, walaupun godaan untuk beralih ke kue kering lain selalu ada. Tetapi rasa lezat nastar klasik yang tidak berubah, membuat saya tidak mampu berpaling. Dan sepertinya bukan saya saja yang tetap setia kepada nastar klasik hingga kini. Buktinya jika idul fitri, kue nastar klasik tetap paling laris dibanding kue nastar isian lain, bahkan kue kering lainnya.