Ada yang menarik sehubungan dengan serangkaian peristiwa teror kemarin. Yang mainstream sih, banyak. Misalnya broadcast berita, posting sana sini supaya hati-hati, lama-lama berita hoax mulai bermunculan, gambar-gambar serem, kemudian beralih ke himbauan untuk tidak posting atau provokasi, polisi ganteng, sampai tukang jajanan yang jiwa entrepreneurship nya tinggi dan lainnya yang mulai melihat funny side of the story dari suasana tersebut.
Â
Nah, pastinya dengan kondisi yang ramai tsb (baik di lapangan maupun di dunia maya) bisa memicu pro dan kontra dalam bersikap atau bertindak misal dalam menyebarkan informasi, posting status atau gambar dsb. Sebagai contoh, di WA/ BBM group, saking semangatnya terhadap update berita-berita tersebut, si A mem-broadcast gambar atau berita yang kemungkinan hoax. Saya yakin A bermaksud baik atau tidak ada niat jelek, tapi si B langsung menegur di group tersebut bahwa tidak baik untuk broadcast gambar dan berita supaya tidak menjadi buzzer dsb. Saya juga yakin B bermaksud baik memberitahu hal tersebut, tapi barangkali namanya juga chat tertulis ya, kita tidak mengetahui intonasi suara sehingga bisa menjadi salah arti atau menimbulkan kesalahpahaman. You know what happened next? Both person left the group.
Â
Kadang saya berfikir bahwa dunia saya dulu (sebelum ada gadget) cukup menyenangkan, tidak perlu punya pikiran negatif terhadap postingan orang, cukup menghadapi apa yang ada di depan mata. Life was pretty much simple back in the days. Alat komunikasi tersebut yang seharusnya 'bring people together' sepertinya malah memisahkan orang dan yang lebih menyedihkan tendensi jaman sekarang adalah kita tidak lagi berbicara atau ngobrol santai di sebuah cafe tanpa memegang handphone sekedar cek pesan atau missed calls. Please, respect the person who is sitting in front of you. Those messages and calls can wait :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H