Mohon tunggu...
Esti Yulandari
Esti Yulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi menulis dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahasa Indonesia dalam Kendali Generasi Milenial

5 November 2023   22:14 Diperbarui: 5 November 2023   22:22 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berada di urutan ke-72 dari 77 negara  berdasarkan kualitas pendidikan menurut data pada survei kemampuan pelajar yang diselenggaran oleh  Programme for International Student Assessment (PISA), pada Selasa (3/12/19) di Paris. Indonesia kalah sangat jauh dari Negara tetangga yang masih dalam satu kawasan seperti Singapura dan Malaysia. Hal ini berarti bahwa Indonesia tergolong kedalam Negara dengan kualitas pendidikan yang rendah. Rendahnya peringkat yang diperoleh Indonesia dalam survei yang didasari pada kemampuan membaca, matematika dan sains itu, menurut Budi Trikorayanto seorang pengamat pendidikan, ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya. Diantaranya ialah : kualitas pengajar atau guru, sistem pendidikan yang diterapkan, serta institusi pengajar atau tempat guru berkuliah atau menuntut ilmu juga dinilai mempengaruhi.

 Meninjau dari faktor pertama, sebagaimana dikemukakan oleh Budi, pada dasarnya kualitas peserta didik memang sebagian besar dipengaruhi oleh kemampuan para pendidik nya. Budi menambahkan bahwa kualitas guru di Indonesia yang masih rendah, dapat dilihat dari hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang nilai nya rata-rata masih dibawah 5. Ada banyak faktor yang menjadi penyebab buruknya kualitas tenaga pendidik di Indonesia. Salah satu yang paling penting ialah kepribadian atau sikap. Banyak sekali guru-guru di Indonesia ini yang hanya mengandalkan kecerdasan intelegtual semata namun seakan abai pada sopan santun, etika dan tata karma yang justru penting dan menjadi poin utama penilaian. Tidak perlu disebutkan satu persatu contoh kasusnya, sebagaimana yang sudah sering terjadi guru-guru yang kurang baik secara pribadi  cenderung bersikap kasar terhadap murid-murid nya. Kasar yang dimaksud bukan hanya secara fisik semata namun lewat kata-kata yang bisa menjatuhkan mental peserta didik, walaupun tentu saja tidak semua guru seperti demikian sebagian besar pada faktanya berlaku sebagaimana telah disebutkan. Guru yang "terpaksa" menjadi guru juga sering kali mempunyai kualitas mengajar yang kurang baik. Seringkali guru dianggap sebagai profesi yang mudah dan gampang. Sehingga banyak anak-anak yang pada dasarnya mereka tidak berniat menjadi guru, karena faktor ikut-ikutan atau dorongan orang tua memilih menjadi guru. Mereka yang tidak didasari dengan niat yang kuat dan hanya berfokus pada materi karena menganggap guru sebagai profesi yang stabil biasanya mengajar dengan sistem "semraut" dalam artian kurang terkonsep, tidak terstruktur dan cenderung asal-asalan. Guru yang seperti itu akan acuh tak acuh dan bersikap bodo amat dan tidak perduli kepada para siswanya. Tidak peduli siswa tersebut benar-benar memahami materi atau tidak, saat dilihat nilai tes nya bagus mereka sudah dianggap paham. Padahal justru nilai bukan lah hal utama, karena nilai bisa didapatkan dengan cara apa saja sedangkan ilmu dan pemahaman sangat lah fatal bila disepelekan.

 Oleh karena itu, sebagai mahasiswa pendidikan yang berorientasi sebagai tenaga pendidik dimasa mendatang, saya secara pribadi merasa saya mampu menjadi guru yang amanah dan profesional demi mewujudkan kualitas pendidikan Indonesia yang lebih baik. Selama menempuh pendidikan sebelum sampai pada tahapan perguruan tinggi, saya telah menemui berbagai tipe dan kriteria guru. Mulai dari yang benar-benar tulus mengorbankan jiwa raga dan pemikirannya demi kemajuan peserta didik, sampai yang hanya ingin menyandang status pegawai negeri sipil dengan tunjangan yang memuaskan namun tidak pernah peduli terhadap para peserta didiknya. Ada beberapa alasan yang mempengaruhi pilihan saya berkuliah di jurusan pendidikan. Sedikit bercerita, saya bercita-cita menjadi seorang guru karena terinspirasi oleh salah satu guru di saat saya duduk di bangku taman kanak-kanak, sesaat saya pikir itu hanya cita-cita masa kecil semata, namun ternyata sampai di bangku SMA pun saya tidak bisa memikirkan cita-cita lain selain sebagai seorang guru. Kecintaan saya terhadap anak kecil, juga kebiasaan teman-teman yang selalu bertanya kepada saya saat mereka kurang mengerti akan pelajaran, serta kepercayaan yang diberikan para guru kepada saya untuk kadang-kadang menggantikan mereka saat sedang berhalangan, menambah rasa optimis dan percaya diri saya bahwa saya mampu menjadi seorang guru. Walaupun bukan lah murid yang paling pintar disekolah dan hanya berada pada klaster 10 besar saat SMA, tapi saya tetap berada di kelas unggulan. Sehingga saya rasa, saya cukup mumpuni.  Sebenarnya secara pribadi banyak sekali pertentangan yang saya hadapi baik secara realitas maupun oleh orangtua. Saya adalah satu dari sekian banyak siswa yang lulus pada tahun 2020 dimana orang-orang menyebut kami dengan sebutan "lulusan corona" virus corona telah membawa banyak sekali perubahan dalam segala aspek kehidupan termasuk dunia pendidikan. Bertolak pada kenyataan itulah ditambah lagi menurut pengalaman, orang tua saya tidak setuju saya menjadi seorang guru karena dianggap kurang membawa profit secara finansial.

Namun hati nurani saya mengatakan bahwa tidak ada profesi lain yang cocok saya jalani selain sebagai seorang guru. Akhirnya saya mencoba peruntungan saya lewat seleksi-seleksi untuk masuk ke perguruan tinggi negeri, karena menurut saya selain meringankan beban orang tua perguruan tinggi negeri atau PTN merupakan salah satu lembaga sekolah tinggi yang berkualitas, tentu saja PTS juga tak kalah berkualitas, namun kembali ke konsep awal dimana saya tidak mau terlalu merepotkan orang tua dengan biaya kuliah yang mahal. Saya gagal di SNMPTN, namun saya tidak putus asa dan kembali mencoba peruntungan saya di SBMPTN. Dan Alhamdulillah, tuhan menjawab segala doa-doa saya. Saya diterima di Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Derah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Saya sangat bersyukur karena tuhan membuka kan jalan untuk saya meraih cita-cita saya dan membalikan hati orang tua saya agar senantiasa menerima dengan iklas dan selalu mendukung apapun pilihan saya. Dari kecil saya adalah salah satu orang yang sangat senang menulis dan membaca. Saya senang menulis di buku diary segala aktivitas dan pengalaman yang saya alami setiap hari nya. Oleh karena itu dari SD saya sudah rutin mengirimkan karya-karya puisi saya ke majalah bobo atau Koran, saya juga rutin mengikuti lomba-lomba sejenis baik mewakili sekolah maupun individu. Tetapi sangat disayangkan dari lomba-lomba tersebut saya belum bisa meraih juara. Pada saat duduk di bangku SMA saya mulai mencoba hal baru dengan bergabung di klub debat dan syukurnya saya bersama teman-teman saya mewakili sekolah berhasil memenangkan kompetisi debat selama dua tahun berturut-turut. Namun sayangnya langkah kami harus terhenti sebatas tingkat kabupaten saja. Pada tahun terakhir yakni tahun 2019 saya berhasil menjadi salah satu pembicara terbaik dan diberikan kesempatan untuk lanjut ke tingkat provinsi. Namun lagi-lagi langkah saya terhenti disana.

Pendidikan Bahasa Indonesia menjadi pilihan pertama yang terlintas dalam benak saya saat akan melanjutkan kuliah. Banyak orang diluar sana yang mungkin memandang sebelah mata pendidikan Bahasa Indonesia dan menganggap berkuliah dijurusan ini bukanlah pilihan yang tepat dan tidak memiliki tantangan. Padahal menurut saya secara pribadi banyak sekali fakta-fakta yang sering kita temui dan alami yang seharusnya membuat kita sadar bahwa Bahasa Indonesia tidak segampang yang ada dalam pemikiran orang-orang awam. Salah satu contoh kecil nya yaitu saat ujian nasional dari segala jenjang baik SD, SMP maupun SMA sangat jarang sekali kita temukan siswa yang mendapatkan nilai sempurna atau 100, mungkin bisa dihitung dengan jari. Hal ini membuktikan bahwa Bahasa Indonesia tidak sesederhana itu. Selain itu keketatan dalam program studi ini bisa dibilang cukup tinggi. Di UNS sendiri tahun 2021 kemarin passing grade dari program studi yang sama geluti ini masuk ke jajaran 5 besar dengan keketatan tertinggi. Jadi, siapa bilang masuk bahasa Indonesia itu gampang?

Selain itu banyak pihak yang juga meragukan prospek dari lulusan Bahasa Indonesia terutama bidang pendidikan. Alasan nya sebagian besar sama dengan bagaimana yang telah saya sampaikan diatas. Namun sebenarnya jika kita lebih membuka mata dan pikiran, Bahasa Indonesia memiliki prospek besar yang sangat menguntungkan dan eksistensi nya bisa mencapai taraf internasional. Mungkin banyak yang belum mengetahui bahwa Bahasa Indonesia sangat lah dihargai oleh pihak luar, terbukti dengan fakta-fakta berikut ini yang mungkin akan merubah midset kalian yang sebelumnya sedikit meragukan bahasa ibu kita ini. Yang pertama, tahukah kalian bahwa Bahasa Indonesia merupakan bahasa ke 4 sebagai salah satu Bahasa yang paling popular di Australia, semua jenjang pendidikan dinegara kangguru tersebut dari tingkat SD bahkan sampai ke universitas memuat mata pelajaran Bahasa Indonesia. Yang kedua, ternyata Bahasa Indonesia termasuk kedalam 10 besar bahasa yang paling banyak digunakan didunia. Ada kurang lebih 45 negara yang mengajarkan Bahasa Indonesia kepada penduduk nya. Seperti Australia, Vietnam, Italia, dan masih banyak lagi yang lain nya. Yang ketiga beberapa pusat studi pendidikan juga banyak terdapat di Negara-negara luar seperti di Afrika, Mesir, dan juga Jepang. Yang keempat yang tak kalah mengejutkan nya ialah bahwa Bahasa Indonesia ternyata merupakan bahasa prioritas di Vietnam, pada tahun 2007, pemerintah Negara Vietnam atau  Ho Chi Minh City membuat penetapan bahwa bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi kedua setelah bahasa Vietnam itu sendiri. Fakta-fakta tersebut tentu nya membuka mata kita bahwa Bahasa Indonesia tidak bisa diaggap remeh dan dipandang sebelah mata. Dengan popularitas nya tersebut tidak menutup kemungkinan Bahasa Indonesia diakui sebagai bahasa internasional.

Lulusan pendidikan Bahasa Indonesia, tidak hanya semata-mata berfokus pada guru saja. Tentu masih banyak lagi, kita bisa menjadi penerjemah, menjadi penulis, pustakawan, pengamat sastra atau bahkan pengajar Bahasa Indonesia di Negara luar. Percayalah bahwa rezeki sudah diatur oleh tuhan yang maha esa. Untuk bisa membuat perubahan bagi Negara mulai lah dengan dirimu sendiri. Bersekolah bukan hanya didasari niat ingin popular dan ikut-ikutan saja tetapi niat dan keseriusan sangat lah diperlukan. Kita akan lebih bersemangat dalam bekerja atau belajar jika hal tersebut adalah hal yang kita sukai dan senangi. Mulai menghargai kearifan lokal juga sangat penting, jangan hanya kita yang terpengaruh dengan budaya asing ataupun bahasa asing. Cobalah buat gebrakan dengan budaya dan bahasa sendiri agar membawa pengaruh bagi pihak asing dan tentu saja membawa keuntungan dan memajukan Negara ini. Pendidikan dimulai dari kemampuan seorang guru, maka dari itu dengan minat, bakat dan dukungan saya miliki saya percaya bahwa suatu saat saya akan mampu memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia ini bukan hanya naik satu peringkat dari 77 negara tapi menjadi peringkat satu dari 77 negara. Lakukan dengan maksimal selagi kamu bisa. Pendidikan itu penting, tidak ada halangan bagi kita untuk menuntut ilmu. Jangan khawatir soal biaya, banyak sekali beasiswa yang tersedia baik dari pihak pemerintah maupun swasta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun