Aku berharap saat aku telah berada di Sekolah Menengah Pertama ku tidak ada yang menarik perhatian ku. Dan membuat ku merasa dibuat bingung dengan sesuatu hal yang dulu pernah menimpa perasaan ku. Sehingga membuat ku menjadi anak perempuan yang cuek dan sedikit tomboy. Aku merupakan anak perempuan yang menyukai satu bidang olahraga yaitu voli, karena dari olahraga itu aku bisa meluap emosi ku yang terpendam. Dan melupakan masalah yang memang tak penting untuk ku pikirkan. Dibalik itu semua aku pun gemar memasak, karena bagiku memasak itu bagian dari melatih amarah ku. Suatu masakkan tidak akan mendapatkan cita rasa yang lezat jika yang memasak dalam keadaan memiliki masalah yang dipikirkan, selain itu dari memasak merupakan rasa aku menunjukkan kasih sayang kepada orang-orang yang aku sayangi.
Seminggu lagi sekolah ku akan melaksanakan ujian sekolah. Aku harus lebih giat belajar. Maka dari itu aku lebih sering pergi ke toko buku, walau setiap ketoko buku yang lebih sering ku datangi rak-rak yang berisi novel. entah kenapa menurut ku membaca novel itu lebih menarik dibanding buku pelajaran. Tapi dibalik itu semua aku tetap bisa mengikuti pelajaran yang diajarkan terkecuali matematika.
Hari terus berlalu, menuju sehari sebelum ujian, saat itu aku baru menyibukkan diriku untuk mengambil nomor ujian. Dengan membawa kartu SPP yang akan menjadi tanda bukti untuk mengambil nomor ujian itu, aku melangkah menuju ke ruangan dimana tempat itu merupakan tempat pengambilan nomor ujian. Biasanya saat ujian sekolah, kelas ku yang berisi 40 siswa akan dibagi dua, menjadi 20 siswa. Sementara 20 siswa lagi berada dikelas berbeda. Dan tidak hanya itu, 20 siswa itu akan dicampur duduk bersama 20 siswa dari lain kelas, dan mereka itu adik kelas ku. Itulah aturan disekolahku. Aku selalu berharap duduk dengan adik kelas yang ramah dan sopan.
Sesampai ditempat mengambil nomor ujian. Ternyata keadaan diruang itu sangat ramai, membuat ku berdesak-desakkan untuk menaruh kartu SPP ku dan menunggu giliran untuk dipanggil oleh ibu tata usaha.
“Gizza,” kata ibu tata usaha diruangan yang penuh sesak.
“Ya..Saya bu,” jawabku sambil berdiri dengan ancang-ancang menuju suara itu.
“ini za nomor ujian kamu dan ini kartu SPP kamu, disimpan ya nak.” Kata ibu tata usaha. Yang mengeluarkan senyum ramahnya.
“Oh.. iya bu, terima Kasiih,” jawabku membalas senyumannya. Langsung saja aku menerobos kerumunan yang ada didalam ruang untuk keluar dari sana. Rasa penasaran dan pasrah bercampur menjadi satu. Yang ada di pikiran saat itu, aku mendapat nomor ujian berapa, dikelas mana dan lantai berapa. Karena aku sangat tidak menyukai kelas yang berapa dilantai atas yang membuat ku lelah menaiki setiap anak tangga.
Setelah ku keluar dari ruang itu, aku mencari tempat duduk yang berada di teras-teras kelas. Saat itu koridor kelas agak sepi karna semua anak-anak sibuk mengurus kartu nomor ujian. Setelah ku duduk dan mengatur napas ku. Aku mencoba membuka pelan-pelan kartu nomor ujian ku. Tenang, tenang dan tenang kata yang mensugestikan otak ku. Setelah ku lihat kartu berwarna biru itu, “Apa?!!,” ucapku karna kaget. Dengan tampak lemas seperti orang yang dehidrasi dan pasrah. Kenyataan pertama ku yang harus dilakukan. Aku harus menaiki hampir puluhan anak tangga karna aku mendapat ruang 8 yang berapa dilantai tiga. Aku masih tetap tak percaya saat itu aku masih mebalik ke sampul depan kartu itu, apakah benar itu memang kartu ku. “Gizza Kayla Zahira,” sebutku dalam hati, itu memang benar kartu ujian ku, tidak tertukar. Dengan tampang yang redup aku pun kembali kekelas.
Semalaman dikamar aku hanya membolak-balik buku pelajaran ku, membaca semauku dan menghapal sesanggupnya. Hingga pagi hari pun tiba, aku pergi menuju ke sekolah pukul 6 pagi, dengan keadaan mengantuk dan tidak bersemangat. Aku pergi ke sekolah dengan naik angkutan umum. Selama perjalanan aku coba untuk mengatur suasana hati ku agar lebih bahagia. Sesampai ku disekolah. Didepan anak tangga pertama yang akan ku injak, gumamku dalam hati, “semangat ini hanya seminggu dan seminggu itu akan cepat berakhir.”
Mulailah kaki kanan ku melangkah yang pertama menaiki tangga menuju lantai 3. Dilantai 2 aku melambatkan langkah ku sambil mengatur napas. Dan sampailah aku dilantai 3. Aku langsung menuju ruang 8. Disitu aku bertemu dengan teman sekelasku. “hey gizza?!,” kata ziya, teman yang cukup akrab dengan ku.
“Hey Zi,” jawab aku dengan nafas yang masih terengah-engah.
“kamu di ruang 8?.” Tanya ziya kepada ku.
“ya, aku diruang 8, kamu diruang 8 juga?,” tanya aku kepada ziya. Dengan wajah penasaran dengan jawaban ziya.
“Iya giz.. kita sekelas.” Jawab ziya yang tersenyum manis.
“Alhamdulillah.., syukur deh.. berarti aku ada temennya” jawab aku, spontan dengan wajah yang lega seperti telah meminum air es dingin.
Kita agak ragu memasuki kelas itu, tapi apalah daya kelas itu, kelas kita untuk seminggu ini, dan akhirnya kita menginjak lantai/keramik pertama yang berapa tepat diantara pintu masuk. Kelas tersebut ternyata rapi dan bersih, kita terpenganga dengan kerapian kelas tersebut. Walau kelas itu terasa asing bagi kita, tapi bisa membuat ku sedikit nyaman, Selain itu yang ada dipikiran ku, aku harus mencari tempat duduk sesuai nomor yang ada di kartu nomor ujian. aku melihat sekeliling orang-orang yang berada disana. mungkin teman-teman sekelas kami belum datang. Tak seorang pun yang ku kenal. Tapi aku merasa ada yang memperhatikan ku, dipojok kelas itu ada sekelompok cowok-cowok yang tersenyum-senyum tidak jelas. Ku coba tuk mengabaikan pikiran ku yang satu itu.
“Za kayaknya dari tadi ada yang meratiin kamu deh,” kata ziya dengan nada agak berbisik.
“apa siih zi..” jawab aku yang agak mengaibaikan kata-katanya.
“beneran za..” balas Ziya dengan raut wajat meyakinkan aku.
“hmmm.. ya sudah sih tidak penting juga,mending kamu tanya anak perempuan disebelah kita kelas berapa.” Balas ku untuk mengalihkan suasana.
“okeh”, kata Ziya, “ hey, nama kamu siapa dan dari kelas mana?” tanya Ziya kepada perempuan itu dengan senyum manisnya.
“Aku ratih kak, dari kelas 7.6” jawab ratih sambil membalas senyuman Ziya.
“kalau aku ziya dan ini temanku gizza, oh ya tih.. cowok tinggi, sedikit keriting yang duduk dipojok itu siapa?,” tanya Ziya.
“namanya?? Sebentar ya kak aku tanyain dulu aku soalnya aku lupa.” Jawab ratih.
“Nah lo.. aku tidak ikut campur ya!.” menakut-nakuti Ziya sambil tertawa-tawa kecil.
Ziya pun tetap tidak perduli dengan kata-kata Gizza. Ziya tersenyum-senyum terlihat aneh.
“eh nama kamu siapa? Aku lupa.” tanya ratih kepada laki-laki itu.
“Kenapa memangnya?.” jawab laki-laki itu.
“itu kakak kelas nanyain nama kamu.” Kata ratih.
“oh.. aku Andra, Andra satya putra, mereka namanya siapa?,” kata andra.
“mereka namanya Gizza dan Ziya.” balas ratih.
Ratih pun kembali menuju ke Ziya dan aku dengan tampak tersenyum senang. Sepertinya bahagia sekali berbicara dengan cowok itu.
“namanya Andra kak, Andra satya putra.” kata ratih memberi informasi.
“oo.. makasih ya tih.” kata Ziya yang merasa bahagia terjawab rasa penasarannya.
“gimana Za, bagus ya namanya, cakep pula orangnya” kata Ziya memuji andra sambil melihati andra, dengan tatapan tertarik.
“iya namanya bagus, tapi aku tidak tertarik,” kata aku dengan wajah polos dan meyakinkan Ziya.
“nanti nyesel loh.. coba liatin, tinggi, keriting, ganteng. Itu kan kriteria kamu Za.” kata Ziya meyakinkan ku.
“iya tahu, tapi aku tidak respon, aku tidak tertarik.” kata aku balas meyakinkan Ziya.
Tak sedikit pun rasa tertarik saat itu dipikiran ku. Yang ada aku ingin cepat melalui hari-hari ini dalam seminggu. Dan kembali berada dikelas ku.
Setiap hari aku selalu mendapat senyum dari andra. Tetapi tidak pernah aku hiraukan. Mungkin karna prinsip ku yang cuek dan takut mengalami hal-hal yang dulu. Disamping itu semua, aku juga merasa bersalah karna tidak pernah membalas senyum andra. Padahal hanya membalas senyum tetapi tidak bisa aku lakukan. Itu lah pikiran yang mulai berada diotak ku saat itu, yang tiba-tiba muncul begitu saja dan sulit untuk menghalaunya. Sudah 3 hari aku menjalani ujian bersama dengan adik kelas, dan terutama andra yang menjadi sesuatu yang paling menonjol bagi Ziya dan terkadang bagi aku juga. Tetapi tetap tidak ada kata tidak untuk aku mengacuhkan andra, dan tidak ada kata tidak untuk perhatian andra ke aku.
Tetapi teman-temanku terus mencomblangi aku dengan andra. Yang jelas-jelas aku tak suka. Saat istirahat berlangsung. Ziya bersama Ani dan widi. Sedang duduk di bangku depan kelas. Aku pun lewat didepan mereka dari arah tangga menuju ruang 8 sementara dalam keadaan yang sama pula andra dari arah kelas menuju tangga.
“ciiee.. Gizza pas banget ketemu sama andra,” kata Ziya sambil mengejek ku dan tertawa. Ani dan widi pun ikut tertawa. Dan andra ikut tersenyum karna bercandaan Ziya.
Akhirnya aku pun balik arah kembali menuruni tangga menuju toilet. Disitu aku sangat kesal dengan teman-temanku, kenapa mesti aku, aku merasa tidak suka dia. Dan hari ini bertambah jadwal aku untuk naik turun tangga. “sebel-sebel kenapa mesti aku sii yang diledekin terus.. uuuhg..!!,” kata ku didalam toilet. Setelah 5 menit aku pun keluar dari toilet. Tidak disangka saat keluar dari toilet, andra ada didepan aku. Dan akhirnya andra menyapa ku.
“hai kak gizza,” kata andra kepada ku dengan senyum manis nya.
“hey..!! kamu tuh Sok kenal Sok Deket banget sih,” kata ku dengan agak marah.
Diwaktu yang bersamaan Ziya, Ani dan widi menuju toilet dan melihat aku yang sedang berbicara dengan andra.
“ciiie.. benerkan ketemuan sama andra di toilet.” kata widi dan tertawa disambut pula dengan tertawa ani dan ziya.
Kekesalan ku makin memuncak, dengan aku langsung berpergi dari toilet menuju ke kelas. Untuk menenangkan pikiran. Buat aku kata-kata mereka mensugestikan pikiran ku untuk menyukai andra tapi aku menghalaunya. Tetapi justru semakin kepikiran. Ini yang aku takutkan. Bel masuk berbunyi. Ziya masuk kekelas dan meminta maaf karna telah meledeki aku.
“maafin aku ya za.” kata ziya tersenyum
“iya aku maafin, tapi aku bener-bener malu zi.” kata ku dengan wajah polos tersenyum.
“za nanti kamu nyesel sendiri kalau ada yang nyukai kamu, setidaknya kamu bales senyumnya.” kaya ziya dengan wajah polos dan jujur.
Kami langsung menuju tempat duduk kita masing-masing. aku ingin mengambil alat tulis yang berada ditas ku yang ditaruh didepan dekat meja guru. karna aturan ujian menaruh tas didepan tidak dikolong meja kita. Oleh karna itu aku ingin mengambil alat tulis ku. Ketika Saat kami mengambil alat tulis masing-masing, tiba-tiba saja pundak ku bertabrakan dengan pundak andra. Dan andra hanya tersenyum tidak mencoba meminta maaf dan berlalu begitu saja. Sakit sekali, andra itu badannya tinggi dan besar. Langsung saja aku mengadu untuk menceritakan kepada ziya.
“zi tadi tuh aku ditabrak andra, boro-boro minta maaf dia malah ketawa nyebelin deh, padahal kan aku udah mau berubah untuk senyumin dia kalau dia senyum.” kata ku mengadu kepada ziya dengan wajah kesal dan cemberut.
“kayaknya kamu mulai suka deh sama dia.” kata ziya dengan tatapan serius.
“apa sih zi.. .” kata ku dengan tampang bingung.
Waktu menunjukkan pukul 8 malam, saat aku membuka buku pelajaran ku, tiba- tiba terbesit dipikiran ku seorang cowo yang baru saja membuat peristiwa yang menyebalkan buat ku. “untuk apa aku pikirin andra. Aduh apa aku mulai suka, hmmm tidak mungkin. Aduuuh.. andra andra andra pleeasee pergi dari pikir ku” gumam ku dalam hati.
Ke esokkan paginya aku seperti biasa berangkat kesekolah. Dan dengan sedikit beban pikiran yang selalu aku hindari dari dulu. Didepan tangga sebelum naik kelantai atas aku bertemu dengan ziya yang tampak ceria.
“zi, semalaman aku mikirin andra,” kata ku dengan malu-malu dan tampang polos.
“tuh kan Za, aku bilang apa?!, sepertinya kamu mulai punya rasa sama andra, pokokny gitu deh,” kata Ziya kepada ku dengan wajah meyakinkan dan serius.
Sekarang semua berbalik kepada ku. Aku lebih sering memperhatikan andra, tapi justru andra sudah mulai cuek dengan ku. Ada sesuatu yang belum bisa aku jawab. Apa mungkin ini rasa suka atau lebih dari suka. Sehari lagi ujian akan selesai, rasanya aku tidak ingin meninggalkan suasana seperti ini. Mungkin aku telah suka dengan andra.tapi semua udah terlambat, andra sudah jenuh dengan sikap ku yang kemarin. Dan kini aku hanya bisa menatap andra dari kejauhan.
Sekian
*Mohon Kritik dan Saran, trims...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H