Saya pernah sangat marah karena dikhianati orang lain. Pernah diejek dan dikomentari negatif. Pernah menyesal membantu orang karena ternyata bantuan saya itu dianggap hal lumrah dan biasa saja.
Tapi setelah bergelut dengan segala kejadian itu, saya jadi memahami bahwa semua amarah dan kejengkelan itu bersumber dari diri saya sendiri. Bukankah memang, saya lah yang mengharapkan orang-orang itu setia pada saya, mengharapkan mereka memberi komentar yang baik, menginginkan mereka menganggap apapun yang saya lakukan adalah istimewa, dan karena itu saya mengharapkan penghormatan dari mereka.
Saya lupa bahwa saya tidak akan pernah bisa mengontrol apa yang dipikirkan, dilakukan dan dikatakan orang-orang. Saya hanya bisa mengontrol ekspektasi saya terhadap semua itu. Dan kemarahan yang selama ini meluap adalah dikarenakan ekspektasi itu terlalu besar.
Setelah dianiaya oleh gelombang emosi di awal, dan menyadari ekspektasi-ekspektasi saya yang mungkin terlalu tinggi untuk diraih orang-orang, saya akan diperhadapkan dengan tantangan: apakah akan memaafkan mereka? atau biarkan saja kesalahan itu tenggelam seiring waktu?
Tentu saja pilihan pertama adalah yang ideal, karena dengan memaafkan saya akan melepaskan keluhan dan penilaian saya pribadi dan membiarkan diri saya sembuh lebih cepat dari rasa sakitnya kecewa. Dengan begitu, orang yang melakukan kesalahan itu pun terbebas dari rasa bersalah nya.Â
Tapi meskipun teorinya sangat ideal, dalam praktiknya memaafkan hampir terasa mustahil. Karenanya saya perlu lebih dulu menerjemahkan ulang serta memberi indikator apa saja yang termasuk dalam "memaafkan" itu. Belakangan saya menyadari ada 5 hal tentang memaafkan, yang sering disalahkaprahi orang-orang
1. Memaafkan tidak berarti bahwa kita membenarkan tindakan keliru orang lain
Bagaimanapun juga mengejek orang lain adalah hal yang salah. Dan meskipun kita berbesar hati memaafkan orang tersebut, tidak berarti tindakan itu menjadi benar.
Saya selalu memperjelas itu ketika menyampaikan pada seseorang bahwa saya memaafkan nya. Saya akan dengan gamblang menjelaskan apa yang salah dari hal itu. Bagaimanapun juga, Â mengevaluasi kesalahan seseorang yang suka mengejek, lebih baik dibandingkan mendapatkan ejekan itu sendiri.
2. Memaafkan tidak berarti bahwa kita harus mengatakan pada orang yang membuat kesalahan bahwa ia sudah dimaafkan (terutama sekali bila ia tidak memintanya)