Mendengar kata masjid, kita sontak akan membayangkan sebuah bangunan ibadah umat muslim yang identik dengan kubah besar diapit oleh menara azan dengan kubah yang lebih kecil namun menjulang begitu tinggi. Begitulah juga anggapan saya dulu terhadap bangunan masjid. Sebuah anggapan yang langsung dipatahkan ketika di tahun 2012 saya berkesempatan melanjutkan studi S2 di Nanjing, ibukota provinsi Jiangsu, Tiongkok.
Tinggal sebagai mahasiswi muslim di Tiongkok, ada satu tempat yang sering sekali saya kunjungi selain asrama, kampus dan perpustakaan tentunya. Tempat itu adalah Masjid Jingjue di Jalan Shenzhou, Distrik Qinhuai Kota Nanjing.
Tulisan ini ingin menelusuri lagi memori saya tentang Masjid tua yang dulunya sering saya kunjungi saban Jumat dan terutama sekali saat Ramadan itu
--
Masjid Jingjue, merupakan masjid paling bersejarah dan terbesar, dari tiga masjid yang ada di kota Nanjing. Masjid ini didirikan atas perintah Kaisar Hongwu dari Dinasti Ming pada tahun 1388. Pembangunan masjid selesai pada tahun 1392.
Digadang-gadang sebagai salah satu dari 10 Masjid terbesar di Tiongkok, dan memiliki sejarah lebih dari 600 tahun, menjadikan bangunan Masjid Jingjue bukan hanya menjadi tujuan peribadatan umat Islam di Nanjing, namun juga destinasi bagi para wisatawan lokal maupun internasional.Â
Masjid ini pernah mengalami setidaknya  10 kali renovasi baik penyempitan maupun perluasan areanya dikarenakan berbagai kondisi politik di Nanjing.
Meskipun sejak awal dibangun telah dimaksudkan sebagai masjid, arsitektur Masjid Jingjue ini tidak menggunakan arsitektur bangunan masjid pada umumnya yang dominan dengan kubah besar dan tinggi menjulang di antara bangunan-bangunan lainnya.
Kubah yang ada di Masjid Jingjue terlihat hanya sebuah kubah kecil di depan jalan, sebagai penanda ada bangunan ibadah umat islam. Itupun seiring lajunya pembangunan pemukiman, agak terhalang dengan bangunan rumah susun, apartemen dan pertokoan di sekeliling area masjid ini.