Saya tidak tahu apakah hal yang terjadi pada saya juga berlaku bagi anda yang membaca tulisan ini, dan bila itu terjadi, apakah itu dalam kadar yang lebih baik ataukah lebih buruk? Tidak perlu juga dijawab. Karena itu tidak penting.
Yang lebih penting adalah bagaimana saya atau pun anda bisa merangkul ketakutan-ketakutan itu dan menjadikannya bagian dari proses belajar.
Betapa saya melihat begitu banyak status orang-orang yang lalu-lalang di timeline Twitter banyak berkeluh tentang bagaimana 2020 telah begitu kejam untuk mereka dan menjadi momok menakutkan.
Orang-orang membuat daftar kemalangan yang terjadi mulai dari potensi Perang Dunia III antar Amerika dan Iran, meninggalnya selebriti yang terkenal baik hati, masuknya COVID-19 hingga yang paling terakhir terjadi sebelum saya membagikan tulisan ini adalah letusan Gunung Anak Krakatau.
Memang sebegitu banyaknya hal yang terjadi, namun terus-menerus mengamplitudo 2020 sebagai tahun yang kejam justru membuat kita terpuruk dalam fear zone yang harusnya segera kita tinggalkan jika ingin lebih banyak energi positif melingkupi kita.
Correct me if I am wrong, tapi bukankah banyak dari kita yang di awal tahun menyatakan dengan lantang "2020, I am ready!"
Ya kita mengaku siap, dan memang sudah seharusnyalah manusia siap dengan segala yang menghadang di kehidupan. Ataukah mungkin kita saat itu hanya membuka tangan lebar-lebar untuk menyambut 2020, namun kita tidak benar-benar merangkul nya?
Stop whining about how cruel 2020 is and start to embrace it!
Berhentilah mengeluh tentang betapa kejamnya tahun 2020 dan mulailah merangkulnya. Melangkah lah dari zona ketakutan ke zona belajar, dan bersama mari kita melangkah ke growth zone, zona kita bertumbuh. Yakni ketika kita menjadi manusia yang bisa "mengikat makna" dari segala yang terjadi.
---
Tulisan ini terinspirasi dari buku "Mengikat Makna" karya Hernowo yang baru saja selesai saya tamatkan. Betapa buku-buku hebat bisa membuat orang kecanduan dan neuron nya menyala-nyala.