I need to congratulate myself in the very first place, because finally I am turning this blog writing platform on again.Â
Yah, setelah lewat empat bulan berlalu, ini tulisan pertama saya di 2020. Jangan protes! Saya sendiri tidak bisa percaya bahwa saya kehilangan drive untuk ngeblog bahkan setelah begitu banyak yang terjadi, begitu banyak yang bisa dibahasakan dan begitu banyak yang bisa dijadikan bahan tulisan.Â
Well I have a lot of excuses, let me break them down. Saya janji akan mencoba untuk tidak terdengar membosankan.Â
Saya mengawali tahun dengan terlibat dalam kepanitiaan sebuah kegiatan pelatihan kepemudaan di Papua yang diadakan di minggu pertama bulan Februari. Energi saya terfokus untuk kegiatan itu bahkan sampai 3 minggu setelah kegiatan.
Di saat yang sama, saya dan suami harus yang beres-beres untuk pindahan rumah, sebab tempat tinggal lama sedang direnovasi. Karenanya selepas kembali dari Papua, kami maraton mengemasi dan memindahkan barang. Cukup hectic mengingat harus memobilisasi ratusan buku koleksi kami berdua.
Ketika akhirnya kami bisa bernafas lega di apartemen baru, dan baru mulai adaptasi dengan akomodasi yang ada, seperti bunyi narasi di seri kartun Avatar "Negara api mulai menyerang". Covid-19 mulai masuk tanah air dan kondisi semakin hari semakin memprihatinkan. Ini benar-benar jauh dari apa yang orang-orang bayangkan dalam resolusi 2020 mereka.
Di dua minggu pertama pascapengumuman tanggap darurat, perhatian saya tersita pada update situasi terkini. Kekhawatiran yang satu disusul oleh kekhawatiran lainnya, dan tidak berhenti.
Sebagai seseorang yang mendeklarasikan diri sebagai vlogger, saya menjadi sangat tidak produktif dengan tidak sama sekali berniat mengupdate video terbaru di masa-masa itu. Puncaknya, adalah ketika suami harus bertugas ke daerah di pertengahan bulan Maret, I can't even sleep and busy turning TV from one channel to another.
After sharing all that fear to my husband and family, ditambah baca-baca beberapa buku dan artikel terkait (syukurlah resolusi untuk terus membaca tidak terdampak sampai saat ini) saya akhirnya belajar bahwa saya telah mencerna terlalu banyak ketakutan yang diperlihatkan media.Â
Maka saya berhenti melihat berita-berita yang tumpang tindih itu, dan secara selektif memilih informasi yang memang perlu saya konsumsi. Belakangan saya tahu saya telah melalui fear zone  atau zona ketakutan, dan mulai memasuki learning zone atau zona belajar terhadap kejadian ini.