Bercermin kepada sang Agen yang Menyejukkan Hati
Kita memang bisa belajar dari anak-anak. Cobalah perhatikan tingkah laku dan perkataan mereka yang seringkali menggelitik hati nurani kita.
Sebagai seorang ibu rumah tangga, tentu saja setiap hari saya harus berinteraksi dengan mereka. Suka atau tidak suka, repot atau tidak dan mau tidak mau, saya bisa memperhatikan gerak-gerik mereka, termasuk keinginan dan harapan-harapannya.
Pada beberapa kasus, ada hal yang kadang membuat saya malu sekaligus geli. Baiklah, anak-anak adalah makhluk yang polos, pikiran atau pendapatnya belum ternodai layaknya kita orang dewasa. Apa yang dilihat, mereka bisa saja menirunya, entah itu perkataan maupun tingkah laku kita, siap-siap saja, biasanya anak-anak akan mengikuti apa yang biasa dilakukan orang terdekatnya.
Namun jangan salah, karena anak-anakpun bisa mengkritik kebiasaan orang dewasa yang dianggapnya kurang pantas untuk dilakukan.
Dengan mimik wajah seperti orang yang sedang keheranan, Dinda berkata sambil menyeringai kepada saya, ketika ia menceritakan kejadian yang tadi pagi dialaminya di perjalanan menuju sekolahnya, di dalam mobil jemputan, saat ia ingin membuang sampah kertasnya.
“Pak, tempat sampah dimana ya?” Tanya Dinda kepada bapak Sopir.
“Oiya, jangan buang sampah di dalam mobil ya, lempar saja keluar, lewat jendela tuh,,” sahut sang Sopir dengan enteng. Dinda terkejut mendengar jawaban itu.
“Lho kok begitu sih, Bunda?” dia minta pendapat saya.
Saya tertawa sekaligus prihatin. Wah, anak saya itu rupanya kecewa dengan kelakuan pak Sopir tadi yang dianggapnya aneh. Hmm. Semoga di waktu mendatang, saat keberanianmu muncul, engkau bisa juga mengingatkannya, bukan? Tetapi jika kamu merasa belum siap, itu tidak mengapa. Yang penting kamu tidak mengikuti kebiasaan itu? Bagaimanapun, kami bersyukur bahwa anak-anak masih bisa memahami mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk. Sebelumnya dia memang sering memprotes akan kotornya lingkungan kita dan kebiasaan orang yang membuang sampah sembarangan.
Lain lagi cerita si bungsu. Saking kesalnya melihat rumah dan meja belajarnya yang berantakan akibat ulah kakak-kakaknya yang tidak disiplin dalam menyimpan barang, dia merasa harus menulis di sebuah kertas, layaknya sebuah pengumuman yang berbunyi kurang lebih seperti ini :
“Ingat!, Tidak boleh menaruh barang sembarangan di meja ini. Kalau ingin menaruh, bilang dahulu kedapa Dede. Mohon melaksanakannya. Informasi lebih lanjut silahkan ke : www.mejadede@com, terima kasih.”
Hahaha. Lagi-lagi tingkah laku anak-anak membuat kami tertawa. Ups, padahal yang bersangkutan terlihat serius lho? Aduh, rupanya dia ingin mejanya selalu dalam keadaan rapi dan meminta kepada orang lain, termasuk Kakak dan Ayah Bundanya untuk disiplin menaruh barang. Ya begitulah, menurut saya dia memang agak perfeksionis. Tetapi ini masih baik. Kami perhatikan pula pada tulisan yang ditempel di dinding kamarnya itu, dilengkapi dengan gambar-gambar demi memperjelas maksudnya. Alhamdulillah, lengkap sekali penjelasan atas keinginanmu itu ya, Nak.
Rupanya dirimu sudah pandai dan canggih juga ya. Coba tebak, kami kan tidak pernah mengajarimu seperti itu, apalagi untuk menyuruhmu membuat website sendiri seperti itu? Meski hanya namanya saja? Oya, sepertinya di masa kini anak-anak SD kelas III seperti dirimu kebanyakan memang sudah mengerti komputer ya? Kreatif sekali Nak! Kamu Hebat!
Anak-anak yang cerewet dalam berkata-kata, janganlah disalahartikan atau kita larang. Sebab, jika kita mau memperhatikannya, ucapan mereka sebenarnya baik-baik saja dan terkadang mengandung hikmah atau peringatan.
Kita bisa bercermin kepada anak-anak melalui tingah laku mereka. Jujur saja dikatakan bahwa anak-anak kita itu suka berdamai. Mereka mudah memaafkan teman bermainnya, meski sebelumnya terlibat pertengkaran? Lihat saja, tidak beberapa lama, kembali mereka bisa bermain bersama. Kami menyebut sikap ini dengan istilah ‘polos’, hatinya masih jernih, sehingga mudah memaafkan kesalahan temannya. Wah, seandainya kita bisa seperti mereka, tentu dunia ini akan terasa damai.
Cerita tentang tingkah laku anak-anak yang sering menggemaskan itu mungkin kita anggap biasa saja. Ah, namanya juga anak-anak, begitu mungkin pendapat kita. Lalu bagaimana dengan cerita yang berikut ini? Kisah tentang seorang anak yang dulunya selalu disiplin dengan waktu, -sebagai efek dari kebiasaannya ketika tinggal di luar negeri- akhirnya harus berubah ketika melihat kenyataan di tanah air, baik teman maupun orang dewasanya justru menyepelekan waktu? Ya, benar sekali. Mereka tetap saja manusia biasa, seringkali tidak bisa bersabar dengan kondisi yang ada di sekelilingnya. Sekarang dia pun ikut terbawa dengan kebiasaan itu, mulai meremehkan masalah waktu. “Ah, untuk apa datang tepat waktu, kan yang lain juga selalu datang terlambat?”.
Demikian juga dengan Dinda yang awalnya sangat ketat dalam menjaga kebersihan, lambat laun pun akhirnya ikut berubah. Kini ia tidak lagi menjadi orang yang perhatian terhadap kebersihan lingkungannya. Sekarang ia terlihat masa bodoh, semangatnya mengendur apalagi ketika melihat sendiri, bagaimana seorang Penegak Hukum yang dengan santainya membuang botol minuman dari dalam kendaraan.ke jalan raya dan tentu masih banyak lagi contoh perbuatan orang dewasa yang tidak mendidik itu sering disaksikan oleh anak-anak kita.
Sebuah catatan penting yang harus kita ingat, bahwa anak-anak kita bukanlah malaikat. Sifat dan tingkah lakunya mudah berubah mengikuti kebiasaan atau pengaruh dari lingkungannya. Tentu saja yang dimaksud disini adalah apabila kita para orang tua tidak berusaha mengarahkan dan memelihara harapannya sejak dini. Ada sebuah syair yang cukup mewakili permasalahan ini;
Remaja kita berkembang dengan
apa yang orangtuanya biasakan
Jika kita ingin anak-anak menjadi seorang agen perubahan yang didambakan semua orang, maka campur tangan kita dalam kehidupannya sangatlah berpengaruh kepada pola pikir yang kelak diyakininya. Seyogyanya kita bisa merespon harapan-harapannya dan bukan malahan mematikan cita-citanya. Orang dewasa bisa menjadi cermin bagi mereka dan merekapun sebenarnya bisa menjadi cermin bagi kita dalam menjalani kehidupan ini.
Kita sering khilaf, bahwa kemampuan anak-anak kita sebenarnya berbeda satu dengan lainnya sehingga kita tidak perlu memaksakan kehendak. Prestasi itu tidak melulu harus yang tampak atau mengharuskan dia menjadi seorang yang terkenal, karena masih banyak potensi mereka yang bisa kita gali dan kewajiban kita hanyalah menjaga dan memeliharanya serta memenuhi hak-haknya. Sehingga wajar saja jika semua orang di dunia ini menginginkan anak-anak kita itu sebagai Penyejuk Hati terutama bagi kedua orang tuanya yang terpancar dari kepolosan hati, tingkah laku yang manis dan menggemaskan, hingga keberaniannya yang kadang mencengangkan kita itu.
Selanjutnya kami yakin, jika hak-hak mereka kita perhatikan, akan ada hubungan timbal balik disana. Anak akan merasa nyaman dan bahagia sehingga bisa berpikir positif, kini dan untuk masa yang akan datang yang menjadikan anak-anak kita menjadi manusia-manusia yang bermanfaat bagi lingkungannya. Inilah kiranya yang disebut dengan Agen Perubahan yang diharapkan itu, tidak lekang dengan usia dan waktu, mereka tetap bisa menjadi Agen Perubah, pun ketika dewasanya kelak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H