Mohon tunggu...
Esthy Wikasanti
Esthy Wikasanti Mohon Tunggu... -

a mom, a wife, and a myself

Selanjutnya

Tutup

Catatan

kucing oh kucing

17 September 2012   07:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:21 2146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KUCING OH KUCING

 

Katanya, kucing adalah hewan yang “malati” (Jawa:bisa mengakibatkan mati), yang bisa bikin kita kualat jika kita tidak memperlakukannya dengan baik. Menurut para peneliti dan pecinta hewan peliharaan, kucing mempunyai tingkat kesetiaan yang lebih rendah daripada anjing. Salah satu buktinya adalah kucing berani mencuri ikan majikannya, sedangkan anjing malah bisa melindungi tuannya dari marabahaya. Maka bisa dibilang kucing adalah hewan liar yang juga sekaligus jinak.

Kenyataannya, kucing adalah hewan yang suka bikin saya kesal karena suka mencuri ikan, suka menyelinap masuk ke dalam rumah tanpa suara, bisa menyebarkan virus toksoplasma yang berbahaya bagi orang hamil, dan jika musim kawin tiba, minta ampuun suaranya. Hebatnya, kucing jenis tertentu adalah hewan mahal yang antara lain merupakan kesayangan raja Mesir kuno yang ikut diabadikan dalam bentuk patung emas dan ikut dikubur di dalam piramida. Mereka terkadang bisa well-behaved dengan menyembunyikan kotorannya dalam tanah, ataupun menjilati tangan kakinya seusai makan. Bahkan katanya lagi, jika kita menabrak kucing dan tidak segera menguburkannya, kita bisa mendapatkan musibah besar. Sedangkan jika menguburkan kucing yang mati di jalan meskipun tidak menabraknya, bisa mendapatkan rejeki melimpah. Wallahualam. Namanya juga mitos, percaya atau tidak terserah anda.

Tapi biar cuma mitos, saya bisa sport jantung dan berucap berbagai doa jika kebetulan ada kucing yang dengan cuek berlari menyeberang jalan tanpa toleh kanan kiri, sementara saya sedang mengendarai sepeda motor dengan kecepatan lumayan. Masih untung saya bisa rem mendadak, motor saya baik-baik aja, dan yang lebih penting adalah si kucing kembali meneruskan perjalanannya tanpa mempedulikan saya yang masih dag dig dug karena kaget. Ngga lucu kan kalo saya menabraknya, meskipun tanpa sengaja, lalu harus berhenti untuk menguburkannya, sebelum berangkat kerja. Beruntung, meskipun sering berpapasan dengan kucing yang menyeberang tanpa kasi tanda, saya masih diselamatkan dari kewajiban untuk menguburnya.

Tentang kekhawatiran saya gara-gara mitos tersebut, suami saya punya pendapat lain.

Ngapain kamu rem? Tabrak aja, lha wong yang salah dia, nyebrang sembarangan.”

Lha kalo mati?”

“Ya kubur aja.”

Tampaknya saya minta pendapat pada orang yang kurang tepat.

Bagaimanapun, kucing merupakan salah satu hewan fenomenal, yang memiliki penggemar fanatik yang mampu memelihara ratusan jenisnya dalam satu rumah, yang juga menginspirasi munculnya tokoh Catwoman, yang juga disindir keagungannya melalui peran antagonis dalam Tom and Jerry, Sylvester and Tweety, dan sekian peran lain yang menempatkan kucing sebagai salah satu tokoh papan atas dunia, hehehe… Bahkan seorang teman sekantor saya pernah memelihara hingga 20 ekor kucing di rumahnya, yang sampai membuatnya hafal berbagai jenis bahasa tubuh yang diperlihatkan sang kucing, yang juga menangis tersedu ketika seekor kucingnya meninggal dunia, dan beberapa waktu lalu bercerita kepada saya dengan berucap syukur Alhamdulillah bahwa salah satu kucingnya telah berhasil melahirkan dengan selamat melalui operasi cesar. Kadang saya tak habis pikir bagaimana dia bisa begitu fanatiknya dengan kucing, sementara beberapa orang tertentu antara lain saya, sering ketakutan untuk bisa berdekatan dengan kucing.

Tapi herannya, dalam masa kehamilan saya ini, rumah saya sering disambangi oleh beberapa ekor kucing yang berbeda perilaku, yang kesemuanya juga bunting. Pagar rumah saya kebetulan tak cukup tertutup untuk menghalangi kucing keluar masuk dengan bebas. Jadi banyak kucing yang berkunjung untuk sekedar mampir ke teras tanpa perlu permisi.

Pada bulan-bulan awal kehamilan, ada seekor kucing “telon” yang berwarna oranye, putih, dan coklat, yang hobi mangkal di halaman rumah. Dia akan berbaring dengan santai di bawah motor tanpa peduli bila motor telah distarter dan siap meluncur. Seolah dia sudah membaca pikiran kami, bahwa kami tak mungkin tega menginjaknya. Dan saat yang paling menyebalkan adalah ketika dia sudah berani mencoba masuk rumah, tiap kali pintu atau jendela terbuka. Si telon ini lalu dengan lihainya menggigit makanan di meja makan dan meninggalkan sisanya berceceran di lantai, ketika ketahuan. Benar-benar  kucing yang tak sopan, padahal dia lagi bunting. Bukannya ibu bunting seharusnya menjaga sikap supaya anaknya juga baik. Hehehe, itu cuma berlaku untuk manusia ya.

Si kucing telon ini, ternyata juga selalu berusaha menerobos masuk ke dalam rumah manapun yang kebetulan terbuka. Dan kunjungannya ke rumah saya baru berhenti setelah saya sering menakutinya dengan menggunakan sapu lidi. Dia pun juga mulai jarang berkeliaran di kampung setelah berhasil melahirkan dua ekor anak di sebuah rumah kosong.

Menginjak bulan keenam, ada kucing bunting pendatang baru lagi yang singgah di halaman rumah saya. Beruntung kucing ini lebih sopan. Meskipun saya masak ikan, dia tak pernah sekalipun menginjakkan kaki mengarah menuju rumah untuk mencuri makanan. Tampaknya dia memang puasa sikap untuk menjaga perilaku anaknya kelak, hehehe. Dia cuma butuh untuk berjemur di pagi hari, berteduh di siang hari, serta tidur dengan manis di bangku plastik yang ada di teras depan rumah saya. Namun saya direpotkan oleh bangku plastik yang kotor oleh bulu-bulunya yang menempel, padahal saya sedang parno kucing karena kehamilan saya.

Jika saya amati, para kucing bunting di kampung saya hanya mendatangi rumah orang yang akan dan sedang hamil. Sebulan sebelum kehamilan saya, ada kucing hitam putih yang setiap hari berjemur di halaman rumah saya. Pembantu saya pernah menyeletuk,

“Mbak, kucing bunting ini kok mesti kesini sih? Jangan-jangan sampean mau hamil,” candanya.

“Iya kali,” jawab saya sekenanya.

Dan ternyata saya memang benar-benar hamil sebulan kemudian. Kehamilan ini memang sudah kami tunggu meskipun baru setahun menikah. Sedangkan tetangga saya yang sudah tujuh tahun menikah dan belum dikaruniai momongan, entah kebetulan atau memang program penyuburannya berhasil, rumahnya juga jadi tempat persinggahan para kucing bunting beberapa waktu sebelum dia hamil. Jangan-jangan para kucing bunting itu memang menyampaikan kabar tak langsung bahwa si empunya rumah akan segera hamil seperti mereka.

Tepat sebulan sebelum perkiraan waktu melahirkan, sudah tak ada kucing bunting lagi yang singgah di halaman rumah. Saya juga tak tahu dimana mereka dan apakah mereka juga sudah melahirkan. Sementara itu, proses kelahiran anak saya mundur lima hari dari perkiraan dokter dan harus dijalani melalui operasi karena air ketubannya tak mencukupi. Hiks.. Saya jadi menghubung-hubungkannya dengan absennya para  kucing bunting di rumah saya menjelang hari H. Kucing kan termasuk hewan yang mudah melahirkan dimana saja, kawin dimana saja dan kapan saja, tanpa perlu surat nikah resmi siapa pasangan sah mereka. Just a silly thought, jangan-jangan itu adalah firasat bahwa saya tidak bisa menjalani proses kelahiran alami selancar para kucing menjalaninya. Well, only God knows.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun