Mohon tunggu...
Esthi Winarni
Esthi Winarni Mohon Tunggu... lainnya -

Penikmat kopi dan fiksi. Mantan buruh pabrik, awak redaksi, copywriter. Kini ibu rumah tangga dan penulis lepas. Lahir di Purworejo, tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Belajar Merdeka yang Sebenarnya Melalui Gerdema

29 November 2014   11:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:32 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul Buku: Revolusi dari Desa,

Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya kepada Rakyat

Penulis: Dr. Yansen TP., M.Si

Penerbit: PT Elex Media Komputindo

Editor: Dodi Mawardi

Tebal  : xxviii + 194 halaman

Nama penulis seperti jaminan apakah sebuah buku menarik atau sebaliknya. Tentu ini pendapat subjektif saya semata, orang awam yang menganggap membeli buku merupakan kemewahan. Setidaknya, uang yang kita keluarkan mesti setimpal dengan pengetahuan atau pencerahan yang bisa kita reguk dari buku tersebut. Untuk buku seputar pemerintahan dan pembangunan, profil penulis yang merupakan praktisi sekaligus akademisi cukup menjanjikan. Apalagi, terdapat berderet hasil nyata dari teori-teori yang dituliskan.

Saya baru saja membaca buku bersampul biru dengan gambar metamorfosa kupu-kupu ini. Mulanya, saya mengernyitkan kening membaca judulnya yang panjang dan sekilas terkesan berat. Belum lagi kata pengantar serta prolognya, aduh, ibu rumah tangga seperti saya ini mesti mengulang bacaan agar meresap. Namun, ketika masuk bab demi bab, saya merasa seperti diajak berjalan-jalan. Terbayang sang penulis, Dr. Yansen TP., M.Si yang merupakan Bupati Malinau, Kalimantan Utara (periode 2011-2016) tengah bertutur. Ia menjabarkan pemikirannya mengenai pembangunan yang ideal, agar kerja keras yang diupayakan para elit lokal dan birokrasi pemerintahan daerah membuahkan hasil yang signifikan. Rangkaian pertanyaan yang juga menggelayuti benak banyak orang, misalnya “Mengapa pembangunan dari dulu hingga kini masih begitu-begitu saja, seperti tak mengena sasaran?” “Mengapa jurang antara si kaya dan si miskin masih menganga lebar?” “Di negeri yang permai bagai surga ini, mengapa masih banyak pengangguran dan minim infrastruktur terutama di pelosok desa?” Untuk mengurai benang kusut tersebut, Dr. Yansen menawarkan GERDEMA.

Apa itu GERDEMA? Terdengar gagah dan penuh semangat ya. GERDEMA, singkatan dari Gerakan Desa Membangun. Buah pikir penulis yang juga merupakan kajian doktoralnya itu adalah konsep pembangunan yang spesifik dan fokus terhadap desa, bergaya dari bawah ke atas (bottom up). Jadi, masyarakat dilibatkan secara sangat aktif. Bukan sekadar objek melainkan subjek. Masyarakat, dalam hal ini masyarakat desa mendapat kepercayaan penuh dari pemerintah untuk menjalankan pembangunan. Mulai dari mengidentifikasi kebutuhan, merancang, melaksanakan pembangunan, bahkan mengelola dana yang disebut APBDes. Peran pemerintah hanya sebagai pembimbing, pengarah dan pendukung potensi dan sumber daya yang dimiki desa. Masyarakat dimotivasi agar berkreasi dan berinovasi untuk mewujudkan pemerintahan desa yang mandiri. Semua gerakan berasal dari rakyat, dilakukan oleh rakyat dan menghasilkan manfaat untuk masyarakat desa. Rasanya, inilah kemerdekaan yang sebenarnya. Seperti apa cara Yansen merangkul mereka untuk mencari solusi bersama, bisa menjadi contoh bagi para pemangku kepentingan lainnya di berbagai daerah. Tentu, tidak bisa diseragamkan karena tiap-tiap masyarakat daerah memiliki karakter dan persoalan yang berbeda.

GERDEMA yang dilontarkan Yansen bukan sekadar retorika gagah-gagahan. Yansen, putra seorang guru yang lahir dan tumbuh di Malinau ini menyarikannya dari pengalamannya berkarir di pemerintahan selama hampir 30 tahun. Sebagai seorang pemimpin daerah, ia berkesempatan memraktikkan konsep pembangunan ideal GERDEMA itu di Kabupaten Malinau. Pada Bab 3 buku ini, Yansen kembali menegaskan pentingnya membangun desa. Menurutnya, karena semua masalah pembangunan terletak di desa, maka fokus pembangunan harus dimulai dari desa. Berbagai pendekatan yang dilakukan, ujar Yansen, semestinya bermuara pada peningkatan kesejahteraan desa. Dari observasi Yansen, ia mendapati bahwa masyarakat desa di Malinau tidak benar-benar miskin, mereka miskin ilmu pengetahuan serta miskin mental (sangat tradisional, kurang responsif terhadap perubahan). Dari ragam persoalan yang ada, Yansen menjabarkan upaya pemecahannya tahap demi tahap. Strategi yang dia ambil pun dibocorkan. Di antaranya, pentingnya sikap percaya sepenuhnya kepada rakyat, melimpahkan urusan kepada pemerintah desa, membina dan melatih aparatur/masyarakat desa juga mendampinginya. Dalam bab tersendiri, Yansen juga membahas pentingnya kepemimpinan dalam keberhasilan pembangunan.

Keberhasilan GERDEMA Yansen dalam bukunya bukanlah klaim sepihak. Terdapat indikator dan sejumlah bukti yang cukup meyakinkan dan menginspirasi. Yansen mencatatnya secara terperinci, dibagi dalam berbagai bidang yang bersentuhan langsung dengan masyarakat desa. Mulai dari bidang pertanian dan ketahanan pangan, pertambangan dan energi, kehutanan dan perkebunan, perdagangan dan perindustrian, koperasi dan usaha kecil dan menengah, penanaman modal, tenaga kerja dan transmigrasi, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, sosial, penataan ruang, permukiman/perumahan, dan banyak lagi. Pada bagian akhir buku, dimuat pula foto-foto berwarna kegiatan pembangunan berkonsep GERDEMA dari tahun ke tahun. Lihat saja foto penyerahan alat jahit kepada ibu-ibu anggota PKK umpamanya, foto alat komunikasi berupa tower dan antena satelit yang menunjukkan masyarakat desa telah dapat mengakses telepon, faksimili, internet, serta foto-foto lain yang menggugah semangat.

Tahun 2013 lalu, konsep GERDEMA ala Malinau diganjar penghargaan Innovative Government Award dari Kementerian Dalam Negeri. Di atas semua itu, yang terpenting ialah kenyataan bahwa masyarakat desa di Malinau merasakan langsung proses dan hasil pembangunan yang paling sesuai bagi mereka.

Dengan segala kekurangan dan kelebihan yang ada, aya rasa buku ini mencerahkan dan membakar spirit pembacanya. Revolusi dari Desa cocok bagi kalangan apa saja utamanya yang memerlukan ‘contekan’ pembangunan revolusioner. Birokrat dan kaum pembelajar, ini dia buku yang tepat. Ayolah, saatnya kita berubah, bergerak bersama agar kekayaan dan kejayaan Nusantara bukan sekadar dongeng. Mari belajar merdeka yang sebenarnya lewat konsep yang ditawarkan Yansen melalui buku ini. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun