Saya terhenyak membaca top news pada website radarkediri tertanggal 04/09/2016, Siswa SD Pesta Miras : Lingkungan Harus Dievaluasi. Pesta miras oplosan ini dilakukan oleh empat siswa dan satu siswi SDN Pojok II. Saat jam istirahat sekitar pukul 09.00, Kamis lalu (29/9). Mereka minum minuman bersoda dan bir yang dioplos dengan alkohol di belakang belakang sekolahnya. Akibatnya kelima anak itu mengalami pusing dan mual-mual. Hingga salah satu siswi kondisinya parah dan harus dibawa ke Puskesmas Sukorame untuk mendapatkan perawatan medis.
Kasus lima murid SDN Pojok II di Kecamatan Mojoroto yang minum minuman keras (miras) oplosan bukan sepenuhnya kesalahan anak-anak itu. Pasalnya, perbuatan para siswa kelas VI tersebut tidak bisa dilepaskan dari orang terdekat yang mereka tiru, dalam hal ini salah satu dari kelima anak tadi mencontoh perilaku sang ayah dalam mengoplos miras. Psikolog dari STAIN Kediri Imron Muzzaki menerangkan,“Karena anak dalam setiap perilakunya merupakan proses belajar dan meniru.”
Ditajuk yang berbeda Siswa SD Pesta Miras : Bikin Sekolah Di Rehabilitasi menjelaskan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Kediri memberikan perhatian khusus pada kasus lima murid SDN Pojok II yang minum minuman keras (miras) oplosan. Upaya pembinaan disekolah telah dilakukan. Selanjutnya, disdik juga berencana membuat sekolah rehabilitasi. Mengingat DPRD Kota Kediri baru saja menetapkan Perda Kota Layak Anak (KLA). Makanya disdik kini mulai menyusun peraturan wali kota (perwali)nya.
Salah satunya adalah materi tentang sekolah ramah anak. Untuk menangani kasus seperti yang terjadi di SDN Pojok II, Kasubbag Penyusunan Program (Sungram) Chevy Ning Suyudi menyebut, rencananya akan diselenggarakan sekolah rehabilitasi. Di mana sekolah tersebut diperuntukkan bagi anak-anak yangmelakukan kenakalan remaja hingga berhadapan dengan hukum. Makanya di dalam sekolah tersebut nantinya akan disediakan psikolog dan tokoh agama.“Kita juga bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA),” ungkapnya.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) pada tahun 2014 jumlah pengguna miras melonjak hingga menyentuh angka 23% dari total jumlah remaja Indonesia yang saat itu berjumlah 63 juta jiwa atau sekitar 14,4 jutaorang. Ketua Umum GeNAM Fahira Idris mengatakan, mudahnya mendapatkan miras dan longgarnya pengawasan orang tua dan lingkungan sekitar menjadi salah satu penyebab begitu tingginya persentase remaja yang pernah mengonsumsi miras.
Selain itu, rasa solidaritas dan ikatan pertemanan menjadi alasan remaja mau mencoba miras. “Dampak merusak luar biasa dari miras itu, karena menjadi biang tindakan kriminal mulai dari pembunuhan, perkosaan, hingga pencurian. Banyak remaja kita yang menjadi korban tindakan kriminal pembunuhan di mana pelakunya dibawah pengaruh miras. Belum lagi yang meninggal karena ditabrak pemabuk,”tambahnya.
Berawal dari sikap acuh, masa bodoh dan tidak mau peduli akan apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya, maka timbulah sikap apatisme yang saat ini sudah menyebar ke sebagian besar masyarakat Indonesia. "Sikap apatis ini memang salah satu ciri masyarakat urban (perkotaan) dan mulai menyerang kepada masyarakat rural (pedesaan). Sepanjang tidak merugikan dirinya, mereka tidak berbuatapa-apa," ungkap sosiolog Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar M Darwis. Padahal, kata Darwis, jika kepedulian masyarakat tinggi, aksi-aksi kriminal serta perilaku-perilaku menyimpang yang marak terjadi, bisa ditekan.
Para pelaku juga akan berfikir untuk melakukan perbuatannya. Oleh karena itu,aparat penegak hukum dan pemerintah setempat diminta untuk kembali menumbuhkan rasa kebersamaan masyarakat, utamanya di lingkungan sekitarnya. Apalagi mengingat bahwa para pelaku adalah masih tergolong anak-anak. Yang masih belum sadar sepenuhnya akan tindakan yang mereka perbuat, mereka hanya mencontoh dari lingkungan sekitarnya terutama perilaku didalam keluarga mereka masing masing.
Pendidikan Anak, Tanggung Jawab Siapa ?
Pertanyaan yang selalu muncul saat penyimpangan atau tindak kriminalitas terjadi kepada anak-anak kita. Nah siapakah yang seharusnya bertanggung jawab akan pendidikan anak-anak kita tersebut, orang tuanya, guru atau sekolah, lingkungan atau bahkan seharusnya negara juga memiliki andil dalam sistem pendidikan bagi generasi penerusnya ?
Semua orang tua pastilah menginginkan anak yang sholeh dan sholehah, yang memiliki sopan santun serta menjauhi segala perilaku-perilaku menyimpang yang anehnya semakin marak belakangan ini. Pendidikan seorang anak akan selalu berawal daripendidikan didalam keluarga, yang tidak lain adalah pendidikan oleh kedua orangtuanya. Sedemikian pentingnya pembinaan dan pendidikan sang anak sehingga bisa menjadi anak yang shalih, Allah ta’ala langsung membebankantanggung jawab ini kepada kedua orang tua, yang ketika memasuki usia sekolah akan dibantu pelaksanaannya oleh para guru di sekolah. Allah ta’ala berfirman dalam sebuah ayat yang telah kita ketahui bersama,