Mohon tunggu...
Esther Lima
Esther Lima Mohon Tunggu... -

No Biographical Info

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ini Perhitungan Keuntungan Bisnis Prostitusi di DKI

29 April 2015   09:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:34 1349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seru, soal wacana lokalisasi prostitusi dari Ahok. Ada pro dan kontra. Ada yang tersinggung segala. Emosi karena wacananya berseberangan dengan Ahok. Kalau saya, mbok-mbok yang biasa dagang dan belanja, dalam menanggapi wacana lokalisasi oleh Ahok, saya langsung ambil kalkulator.

Menurut data yang dikumpulkan oleh United Nations Development Programme (UNDP), Dinas Sosial, dan Komisi Penanggulangan AIDS, jumlah PSK di DKI pada tahun 2011 adalah sekitar 27.000 orang. Sementara jumlah PSK di Indonesia sekitar 272.000 orang. Sekitar 10% PSK di DKI terjangkit HIV. Untuk DKI, tarip murah PSK sekali layanan berkisar di ratusan ribu rupiah. Untuk level menengah, bertarip Rp.3.000.000. PSK kelas mahal, bertarip 15 juta – 30 juta. Sumber: DISINI dan DISINI.

Mari kita berhitung.

Jika pendapatan rata-rata PSK di DKI per hari Rp. 3.000.000. Jumlah PSK 27.000. Jumlah hari kerja: 20 hari. Dengan demikian omzet PSK di DKI sebesar Rp. 1,62 triliun sebulan. Atau Rp. 19,4 Triliun setahun. Itu di luar biaya tempatnya.

Jika prostitusi dilegalkan, maka Pemda DKI berpotensi mendapat pemasukan pajak Rp.1,9 triliun per tahun dari prostitusi.

Anda percaya kalau buka usaha jual diri anda tidak bayar? Kencing saja bayar, belok di pertigaan saja bayar, buka warung rokok di trotoar bayar, apalagi jual diri. Kemana larinya potensi penerimaan Rp. 1,9 triliun setahun dari PSK di DKI ini?

Ya kita nonton saja. Kalau PSK di lokalisasi, maka yang ngamuk pertama kali adalah yang kehilangan pemasukan dari prostitusi. Lalu bayar pendemo untuk melakukan segala cara agar pemasukan tadi tidak hilang. Biasanya agama digadang-gadang. Padahal, yang melawan lokalisasi ini, justru menyebarkan prostitusi lengkap dengan segala penyakitnya atas nama agama.

Kalau mau masuk surga, ya jangan ke lokalisasi. Gitu aja kok repot.

Bagaimana jika prostitusi tidak dilokalisasi? Tentu saja 27.000 orang ini akan menyebar kemana-mana. Di setiap RW bisa terjadi transaksi sex. Bisa di depan sekolah anak anda, bisa di samping kantor anda, bisa di sebelah rumah anda. Tidak sedikit yang jualan online lewat facebook atau broadcast message. Jangan lupa, transaksi sex ini dibundling dengan bonus: 10% dari PSK ini diperkirakan mengidap HIV.

Bagaimana mengontrol 27.000 PSK ? Lokalisasi. Dengan demikian, prostitusi tidak menyebar di RT/RW anda. HIV nya juga tidak menyebar. Bagaimana caranya mencegah penularan HIV jika lokasi PSK tidak diketahui?

Jadi, anda kelompok mana? Berupaya (1) mengontrol PSK dan penyebaran HIV, (2) turut menyebarkan prostitusi atas nama agama, atau (3) yang bakal kehilangan pendapatan dari palak memalak PSK?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun