Mohon tunggu...
Dina Esterina
Dina Esterina Mohon Tunggu... Lainnya - Pendeta di Gereja Kristen Pasundan. Podcaster dan blogger. Senang nulis dan baca.

Tertarik menyororot dan menautkan makna hidup sebagai seorang yang spiritual dengan berbagai fenomena yang ada di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Inside Out 2: Gelitik Mencemaskan Kecemasan dan Otentisitas

17 Juni 2024   22:41 Diperbarui: 18 Juni 2024   05:55 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Sebelumnya saya gak memperhatikan Inside Out. Film garapan Disney PIxar ini bagi saya gak terlalu cocok buat anak-anak, meski pesannya sekadar memperkenalkan apa itu emosi. Dan, ketika saya menontonnya sudah saya bayangkan, betapa tidak dimengertinya film ini oleh anak-anak yang biasa main game untuk kesenangan. 

Film ini berat banget. Tapi kemudian saya menyimak baik-baik. Saya menyimak bagaimana Joy si gembira memperkenalkan diri dan semua teman-temannya yang membentuk hidup dan kepribadian Riley, juga semua manusia lain bersama Riley.

 Dan kemudian bagai orang oon, saya larut dalam semua percakapan emosi semua perasaan itu. Film ini eksistensialis. Terutama ketika saya ingat kata-kata Friedrich Nietsche yang moralis itu, ketika dia berkata soal kegelisahan. "Ketika seorang takut kepada sesuatu, imajinasinya ikut mendukung permainan roh jahat bertengger di punggungnya, tepat ketika dia memiliki beban yang sangat berat untuk ditanggung."

 Dalam Inside Out, tiga dan empat emosi baru diperkenalkan, rasa malu, bosan, iri dan gelisah. Semua berkaitan dengan rasa takut yang dialami manusia pada saat dia beranjak dewasa. Masa dewasa yang mengarahkan Riley dan manusia lain pada jati diri malah diemban dengan rasa takut dan kecemasan.

 Menarik bahwa dalam pergulatan kebahagiaan dan kecemasan, pada akhirnya keduanya saling merangkul. Keduanya berdamai, ketika semua emosi bersepakat untuk saling menerima bahkan membiarkan pengalaman hidup yang banyak dan rupa-rupa itu diterima sebagai bagian yang berperan mematangkan Riley dalam membuat keputusan. 

Tadinya, semua trauma dan luka dibuang oleh kebahagiaan. Namun kini, agar tak menjadi dangkal, hidup itu diisi dengan menerima semua peristiwa hidup. Kan, makanya saya bilang film ini berat sebenarnya untuk ditonton oleh anak kecil. 

Bagi pelopor eksistensialis Soren Kierkegaard, ini terkait dengan otentisitas. Hidup yang bergumul dengan berbagai emosi, respon, pilihan, kesalahan atau kebanggaan, dukungan dan kesepian adalah bahan untuk memperdalam mutu diri secara kuantitatif dan memunculkan keaslian hidup.

Demikian dia sebagai manusia tidak ikut-ikutan. Dia punya jati diri sebagaimana dirinya sendiri. Dia tidak kehilangan dan gagal menjadi dirinya sendiri. Meski dalam proses memanusia dia melakukan "hening" dan "sendirian" untuk membentuk hatinya dan mengenali perasaannya. Justru manusia harus cemas ketika dia tidak "cemas" dengan kecemasannya, karena kecemasan itu adalah proses mencari dan menggumuli kebenaran dan kebebasannya menjadi manusia.

Maka, Anxiety yang diterima oleh Joy terus dirangkul dan diterima, dibenahi dan menjadi kekuatan dalam emosi Riley untuk memunculkan kapasitas lain dari hidup Riley yaitu kecerdasan intelektual, strategi hidup dan pilihan moral etisnya. 

Riley belajar dari kesalahan, rasa sedih, dan ketakutannya. Ini bagian yang alamiah untuk menemukan dan mengenali diri sendiri. Dan ada banyak manusia yang harusnya seperti Riley, meski pada kenyataannya kemunafikan itu muncul karena kegagalan mengenal dan menjadi diri sendiri. 

Gambaran manusia bertebaran dalam media. Kadang kita juga dihadapkan itu ketika kita mengalami penolakan. Kadang kita berharap bersama orang-orang yang biasa ada bersama kita, namun tidak lagi karena hidup yang terus berjalan, dan semua orang sibuk di jalannya masing-masing. Pada akhirnya kita dan diri inilah yang harus saling berangkulan untuk terus mematangkan jati diri dan mematangkan hati. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun