Mohon tunggu...
Ester Carolin
Ester Carolin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nama saya Ester Carolin. Saat ini saya adalah seorang mahasiswa bimbingan dan konseling di Universitas Kristen Satya Wacana. Saya memiliki hobi melukis dan saya senang sekali bersosialisasi.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Toxic Relationship Mengancam Kesehatan Mental Remaja

28 November 2023   11:26 Diperbarui: 28 November 2023   11:47 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Pada zaman saat ini, memiliki sebuah hubungan adalah hal yang biasa terutama pada lingkungan anak remaja. Dari umur yang cukup belum remaja hingga orang dewasa pun sudah tidak awam lagi dengan yang namanya sebuah hubungan. Kemajuan teknologi yang semakin canggih tidak menutup kemungkinan  menggeser norma-norma agama dan adat yang telah  tertanam dalam masyarakat, terutama generasi muda yang tenggelam dalam perasaan making love. Cinta adalah sebuah perasaan yang dibangun dari kedekatan dan kepedulian.

Pandangan cinta sebagai kombinasi yang dirasakan seseorang, pengenalan dan aktivitas pada hubungan yang intim. Rasa cinta sendiri merupakan rasa yang membuat orang yang merasakannya, ingin terus hidup bersama dengan orang yang di cintai, dan membahagiakan orang tersebut. Menurut teori segitiga cinta dari Sternberg yang menyatakan bahwa cinta memiliki tiga bentuk utama yaitu keintiman, gairah dan komitmen (dalam Santrock, 2002).

Namun, seringkali banyak remaja yang tidak memahami arti dan tujuan dari suatu hubungan. Memiliki hubungan hanya karena ingin atau merasa iri melihat orang disekitar sudah memiliki hubungan. Sehingga membuat mereka ingin cepat-cepat memiliki seorang pacar. Karena ketidaktahuannya mengenai hubungan, maka toxic relationship kemungkinan akan terjadi. Toxic relationship atau hubungan beracun adalah hubungan tidak sehat yang membuat seseorang merasa tidak dipahami dan didukung atau merasa direndahkan. Menurut Dr. Lilian Glass bahwa toxic relationship diartikan sebagai hubungan antar individu yang tidak saling mendukung, menunjukkan   konflik dalam   hubungan ketika salah satu orang berusaha untuk merusak pasangannya. Hal tersebut biasanya ditunjukkan oleh adanya persaingan, tidak hormat dan kurangnya kekompakan. Secara singkat bahwa toxic relationship suatu hubungan yang tidak sehat  yang dirasanya terjadi pada remaja sebagai pertemanan atau pacar.

Banyak orang terjebak dengan cinta dan kebahagian sesaat dalam menjalin hubungan pertemanan atau pacar. Rasa takut, was-was, kesepian ditinggal pergi orang menjadi alasan seseorang menjalani toxic relationship. Jadi dapat  disimpulkan bahwa toxic relationship merupakan gangguan emosional yang diakibatkan oleh ketidaknyamanan diri sendiri terhadap lingkungan diantaranya problem pribadi, problem keluarga, ekonomi dan pacaran. Hal tersebut dapat mempengaruhi kesehatan jiwa remaja.Lalu, Terdapat beberapa bentuk toxic relationship yang dikemukakan oleh Pattiradjawane dan Wijono (2019). Bentuk Bentuk toxic relationship tersebut ialah kekerasan fisik (physical abuse), kekerasan mental (mental abuse), kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Bentuk-bentuk ini menjadi ciri khas yang sering dialami oleh pasangan ketika dirinya menyadari hubungan yang toxic ketika berpacaran.

Toxic relationship disebabkan oleh sering menyakiti pasangan secara tidak sadar, tidak penuh kasih sayang, terlalu buta tentang cinta, kurangnya pendidikan, kurang percaya diri, tidak memiliki pilihan lain dan pengalaman buruk di masa lalu. Hal ini dapat menimbulkan dampak diantaranya: emosi bahkan dapat merusak mental remaja. Toxic relationship tidak hanya sekedar kehilangan kebahagiaan tetapi juga psikologis. Toxic relationship tidak berujung pada hal yang lebih baik maka hindari hubungan toxic relationship pada  masa pacaran untuk kaum remaja, supaya tidak mengganggu kesehatan mental. Menjaga kesehatan mental sama pentingnya seperti menjaga  kesehatan fisik. Keluar dari Toxic relationship memang tidak mudah, namun perlu dicoba yaitu waktu adalah  penyembuhan terbaik. Waktu untuk pulih dengan mengistirahatkan pikiran dan tubuh individu. Jadi dengan menggunakan waktu dapat  kesempatan untuk introspeksi dan mengenal diri sendiri. Luangkan waktu untuk mengejar minat dan hobi. Lakukan hal-hal yang dulu yang disukai dan mulai menikmati hidup.

Upaya Keluar dari Toxic Relationship dalam Berpacaran Sulastri (2022) menyebutkan bahwa terdapat beberapa cara untuk dapat terlepas dari toxic relationship yaitu (1) Menemukan akar konflik dari berbincang dengan pasangan maupun konsultasi dengan orang lain, (2) Mempertimbangkan solusi solusi untuk menjadi alternatif jalan keluar, (3) Menerapkan solusi yang dipertimbangkan dan mengevaluasi hasil problem Hanya diri sendiri  yang bisa mengendalikan hidup, jangan menyerahkan kendali di tangan orang lain. Bila mengambil keputusan perlu menggunakan hati, pikiran dan kesadaran dengan sepenuhnya. Jika  merasa sulit untuk melewatinya sendirian, dapatkan bantuan dari keluarga dan teman-teman atau penasihat profesional jika diperlukan. Terkadang solusi ada di dalam diri sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun