Mohon tunggu...
Ester Bellandina Tameno
Ester Bellandina Tameno Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S2 Pascasarjana UGM FKKMK

Senang membaca dan belajar hal baru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Memberantas Kawasan Slum Area: Perlukah Kesadaran Masyarakat dan Kebijakan yang Lebih Efisien Terkait Hal Ini?

1 September 2024   16:11 Diperbarui: 1 September 2024   16:28 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Kondisi TPA di Alak yang menjadi pemicu timbulnya slum area di sana (Sumber: KatongNTT.com)

Pendahuluan:

Kata slum area mungkin masih terdengar asing di telinga masyarakat. Slum area atau biasa dikenal sebagai permukiman kumuh merupakan kondisi permukiman dengan kualitas buruk dan tidak sehat, serta  dapat menjadi sumber penyakit epidemik yang menular ke wilayah lainnya (UN Habitat, 2010). Kawasan kumuh dapat muncul akibat dari tidak seimbangnya antara kebutuhan pemukiman dengan pertumbuhan penduduk, dimana penduduk terus bertambah sedangkan luas wilayah tetap atau tidak bertambah. Kawasan kumuh biasanya dihuni oleh masyarakat yang kondisi sosial ekonominya relatif rendah.

Kota Kupang, salah satu ibukota Provinsi di Indonesia, tidaklah lepas dari permasalahan permukiman kumuh. Salah satu kelurahan di Kota Kupang yang menjadi wilayah slum area adalah Kelurahan Alak. Kelurahan Alak dan sekitarnya diidentifikasi sebagai dampak tempat pembuangan akhir (TPA) terhadap kawasan sekitar.  Dampak ini  berkaitan dengan debu dan ceceran sampah plastik serta kumuhnya suatu tempat akibat aktivitas pemulung (Suliha & Theodora, 2020).

Hasil survei yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2022, Kota Kupang dinilai sebagai kota terkotor pada kategori kota sedang dengan penilaian pada Kebijakan Strategis Daerah (Jaktrada), kapasitas terpasang sistem pengelolaan sampah dengan sistem basis teruji, data yang akurat terverifikasi pada Sistem Informasi Pengelolaan Sampah 4 Nasional (SIPSN), operasional TPA, dan ruang terbuka hijau. Salah satu permasalahan terkini yaitu operasional TPA Alak di Kota Kupang yang masih belum optimal (Ardyantho, 2024).

Isi:

TPA Alak merupakan tempat  pembuangan  sampah  akhir yang  berada  di  Kelurahan Alak  dan  telah beroperasi  sejak  tahun  1998 (Suliha & Theodora, 2020). Model pengoperasian TPA ini  tidak  melewati  proses pemilahan  terlebih  dahulu sehingga sampah-sampah ini langsung dibuang  ke lokasi  penumpukan  sampah.  Kondisi ini tentunya berpotensi  menimbulkan  beberapa dampak  seperti kebisingan,  banyaknya ceceran  sampah,  debu,  bau,  gas, air leachate (air limbah) dan  organisme vektor penyakit seperti lalat, tikus dan nyamuk yang akan menimbulkan gangguan kesehatan.  Selain itu, kondisi  seperti ini juga  akan  menimbulkan  polusi air, tanah dan udara serta berbagai dampak bagi masyarakat di kawasan  sekitar TPA. Contoh kasus yang terjadi akibat kurang optimalnya pemberdayaan kawasan kumuh di Alak yaitu kebakaran TPA Alak di bulan Juli lalu. Kebakaran ini mengakibatkan polusi udara dan keresahan pada beberapa kelompok masyarakat. Dampak asap yang ditimbulkan akibat pembakaran sampah mempengaruhi pernapasan masyarakat khususnya balita, anak-anak dan para lansia. Pada saat itu, banyak pemuda yang menghadang truk pembuangan sampah untuk tidak lagi membuang sampah disana karena sudah sangat banyak tumpukan sampah yang berserakan. Menurut warga setempat, kejadian kebakaran ini telah terjadi bertahun-tahun yang membuktikan bahwa pemerintah itu tidak serius menangani persoalan ini. Lantas, apa yang harus dilakukan selanjutnya? Apakah kita harus mendengar suara masyarakat untuk berhenti membuang sampah disana? Lalu dibuang kemana sampah-sampah tersebut? Untuk mengatasi hal ini, perlu dikaji lebih dalam terkait kebijakan pembuangan sampah disana dan pembentukan kesadaran masyarakat.

Pada dasarnya, penanganan dan pengelolaan sampah tidak cukup didukung oleh teknologi, sarana dan prasarana serta dana yang memadai. Pertama, hal mendasar yang paling penting adalah kesadaran dan partisipasi seluruh komponen masyarakat secara langsung maupun tidak langsung. Persoalan sampah bisa berkurang jika pemerintah bersinergi dengan masyarakat serta memberikan porsi yang semakin meningkat untuk berperan aktif dalam pengelolaan sampah. Usaha untuk meningkatkan kesadaran dapat dilakukan dengan sosialisasi langsung kepada masyarakat terkait jam pembuangan sampah, usaha pengurangan sampah melalui 3R (Reduce: mengurangi, Reuse: menggunakan kembali, dan Recycle: mendaur ulang) , pengurangan sampah plastik dan pemilahan sampah di rumah tangga sebelum dibuang ke TPA. Adapun pemberian tugas pada beberapa petugas sampah sebagai bentuk usaha peningkatan penanganan sampah. Petugas pengangkut sampah pada rute tertentu masuk dalam tim siaga dengan penambahan tugas, sehingga ketika ada keadaan mendesak seperti melonjaknya timbulan sampah di rute lain yang membutuhkan tenaga tambahan, maka petugas pengangkut di lokasi tersebut akan menghubungi pengawas lapangan untuk mengerahkan tim siaga ke lokasi tersebut.

Kedua, perlunya kebijakan atau program seperti kegiatan usaha pengelolaan sampah di sekitar TPA. Kegiatan ini dapat menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk menjadi tenaga kerja/karyawan pada tahap operasi TPA. Terbukanya peluang ini dapat membentuk persepsi masyarakat menjadi positif terhadap pengelolaan sampah. Contohnya dapat dilihat dari beberapa kelurahan yang telah mengelola sampah menjadi pupuk kompos dan beberapa sekolah yang telah mendaur ulang sampah menjadi produk kerajinan. Kegiatan ini tentunya dapat membantu peningkatan pendapatan masyarakat disana. Selain itu, terkait dengan penataan kawasan kumuh sekitar TPA, perlu adanya buffer atau penyangga yang berfungsi untuk mencegah atau mengurangi dampak pencemaran lingkungan akibat kegiatan-kegiatan TPA. Penataan kawasan sekitar TPA Alak dapat disesuaikan untuk kondisi pemukiman penduduk dengan tingkat kepadatan rendah dan sedang, sesuai dengan Peraturan Menteri PU No. 19 PRT/M/2012 Tentang Penataan Ruang Kawasan Sekitar TPA Sampah.

Hal berikutnya yang perlu diperhatikan ialah anggaran yang terbatas. Dalam mengatasi permasalahan anggaran penanganan sampah yang menurun setiap tahunnya, dinas setempat dapat mengupayakan melalui usulan penambahan anggaran kepada Pemerintah Kota Kupang. Hal ini terbukti dengan menambahnya alokasi anggaran pada tahun 2023 yang awalnya pada dokumen DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) sebesar Rp.730.860.420 menjadi Rp.4.680.860.420 (Ardyantho, 2024). Kedepannya, dinas setempat dapat berupaya mengusulkan penambahan anggaran yang dikhususkan untuk penambahan sarana prasarana penanganan sampah serta penambahan dan operasional pemeliharaan kendaraan pengangkut sampah.

Kesimpulan:

Menciptakan kawasan tempat tinggal yang sehat dapat dimulai dengan mengatasi permasalahan sampah sedini mungkin. Kita ketahui bahwa kawasan kumuh akibat sampah erat kaitannya dengan masalah  lingkungan. Permukiman yang kumuh juga identik dengan lingkungan yang memiliki sanitasi, air, dan derajat kesehatan yang buruk. Oleh karena itu, mari kita bangun masa depan yang lebih bersih dan sehat dengan kesadaran pengelolaan sampah yang baik. Masa depan ada di tangan kita, kita dapat mewujudkan itu dengan berpatisipasi bersama untuk menciptakan lingkungan yang bebas sampah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun