Mohon tunggu...
Ester Silalahi
Ester Silalahi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Butet Samosir: Nada Minor - Nada Mayor Kehidupan

27 Juni 2016   15:38 Diperbarui: 27 Juni 2016   17:33 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kak Butet sebagai dirijen pada acara Natal Oikumene Universitas Tanjungpura Pontianak tahun 2014

“ Di dalam kehidupan itu ada duka dan suka. Mereka selalu berdampingan. Entah duka diakhir ceritanya atau suka diakhir ceritanya. Segala sesuatu yang telah terjadi tentunya memiliki tujuan yang bukan sekedar kebetulan.” – Kak Boetet Samosir

             Inspirator merupakan sosok yang berpengaruh dan menjadi contoh bagi seseorang. Dalam hal ini, saya mengangkat kisah seorang wanita yang begitu inspiratif. Beliau lahir pada tanggal 22 Mei 1974. Beliau seorang pelatih di Sanggar Paduan Suara Laus et Gloria Pontianak. Beliau mempunyai dua orang anak laki-laki. 

Anak pertama baru saja lulus SMA pada tahun 2016 dan anaknya yang kedua masih duduk di bangku 1 SMA. Beliau ialah Kristiana M Samosir namun kebanyakan orang mengenalnya dengan panggilan Kak Butet. Kak Butet bekerja sebagai PNS di Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM Kalimantan Barat. Darah seni dari kedua orang tuanya yang mengalir di dalam tubuhnya inilah membuat dirinya bisa dipercaya oleh orang untuk memimpin paduan suara, meskipun pada akhirnya Beliau mengambil sekolah dibidang hukum. 

            Awal mula ketertarikan Kak Butet di dunia seni ini terjadi ketika Beliau masih berumur 15 tahun. Pada saat itu, dirinya memang suka bernyanyi. Beliau aktif di gereja. Ketika dirinya sedang bernyanyi, ada seorang bapak di gereja itu yang mendengarkan suaranya. Bapak itu mengatakan bahwa Kak Butet ini mempunyai kemampuan dan kemampuan itu harus diasah. Kebetulan juga, dirinya sangat suka dengan dunia tarik suara. Setelah mendengar hal tersebut, Butet junior ini diajak untuk bergabung ke dalam kelompok paduan suara yang berada di gereja tersebut. Butet junior begitu antusias dan semangat.

            Pada waktu itu, ketika latihan paduan suara dimulai, Butet junior terlihat begitu gelisah. Dirinya tidak bisa diam karena dia merasakan kejenuhan. Kejenuhan ini sebenarnya berdampak baik. Dirinya tidak dapat menunggu lama orang yang latihan dalam membaca not. Dirinya begitu hebat karena berada dilingkungan yang notabene adalah orang dewasa. Keahlian dan kecepatannya dalam membaca not inilah yang membuat dirinya banyak ingin tahu. 

Dalam paduan suara terdapat empat jenis suara, yaitu sopran, alto, tenor dan bass. Dan posisinya pada waktu itu adalah alto. Nah, hal inilah yang membuat dirinya penasaran bagaimana dengan jenis suara yang lainnya. Sehingga pada waktu latihan, dirinya dimarahi oleh pelatih karena tidak bisa diam. Dia suka berpindah-pindah tempat dari satu jenis suara menuju ke jenis suara lainnya.  Dengan kemampuan yang dimilikinya inilah membuat dirinya menjadi sombong pada saat itu dan dirinya menyadari akan hal itu.

            Ketertarikan dirinya akan dunia seni ini ternyata tidak mendapat respon yang baik dari keluarganya, terlebih oleh ayahnya. Ayah Kak Butet meragukan kemampuan yang dimiliki oleh anak perempuan semata wayangnya ini. Keinginannya untuk melanjutkan sekolah ke IKJ (Institut Kesenian Jakarta) setelah lulus SMA ini ditolak oleh orang tuanya. Keluarga yang berlatarbelakangkan pendidikan hukum yang membuat ayahnya ingin anak perempuannya ini melanjutkan apa yang sudah dimiliki oleh keluarganya. 

Semacam warisan pendidikan. Karena begitu sayangnya Kak Butet dengan ayahnya dan ibunya, akhirnya dirinya memutuskan untuk meneruskan sekolah di bidang hukum seperti yang diinginkan oleh kedua orang tuanya. Beliau melanjutkan sekolah di perguruan tinggi, yaitu di Universitas Panca Bhakti Pontianak dan lulus sebagai S1 hukum. Kemudian Beliau melanjutkan tingkat pendidikannya di Universitas Tanjungpura Pontianak untuk mengambil gelar S2 hukum dan beliau berhasil.

            Seiring dengan berjalannya waktu, beliau tidak melupakan dengan apa yang dia senangi selama ini. Beliau terus berkarya dan berkarya. Pada saat itu, beliau mengikuti kompetisi paduan suara di Jakarta. Kompetisi paduan suara tersebut diadakan oleh GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) se-Indonesia pada tahun 2000. 

Pada kesempatan itu, kelompok paduan suara Beliau mendapatkan gelar paduan suara terfavorit. Bukan hanya itu saja. Beliau pernah mengikuti kompetisi di Sintang sebagai dirigen (pemimpin paduan suara) dan beliau mendapatkan prestasi sebagai dirigen terbaik se-Kalimantan Barat pada tahun 2002. Dan masih ada beberapa prestasi yang didapatkan oleh beliau yaitu menjadi peserta terbaik pada Pelatihan Musik dari Korea yang diadakan oleh GKKB (Gereja Kristen Kalimantan Barat) di tahun 2003. Prestasi-prestasi inilah yang menjadi kebanggaan Beliau. 

          Seiring dengan berjalannya waktu, beliau mempunyai niat untuk membuat paduan suara. Dan hal itu tercapai sudah. Beliau memiliki paduan suara yang bernotabenekan oleh pemuda/I gereja di wilayah Kalimantan Barat. Nama paduan suara yang dibina oleh Beliau bernama Ps. Laus et Gloria yang memiliki arti “pujian kemuliaan”. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun