Tahun 2004 ketika Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dimulai, di sekolah-sekolah diajarkan lagi satu mata pelajaran yang disebut Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Teori tentang komputer diajar dalam kelas. Sekolah-sekolah yang sudah memiliki sejumlah perangkat komputer yang sebelumnya digunakan dalam pembelajaran komputer sebagai pelajaran tambahan/ekstra makin meningkatkan tatap muka di kelas dan praktek mengoperasikan komputer di laboratorium komputer sesuai acuan KBK.
Tentu aneka reaksi muncul. Bagi yang sudah memiliki labaratorium komputer dengan bangga melaksanakan amanat kurikulum. Namun bagi yang belum siap, harus menahan nafas panjang menanti kapan cita-cita memiliki sejumlah komputer yang bisa digunakan siswa-siswi dalam pembelajaran bisa terwujud. Tidak heran jika ada sekolah tertentu hanya bisa mengajarkan peserta didiknya dengan informasi pengenalan dasar komputer. Tanpa praktek. Sementara ada sekolah yang “mendudukkan” siswa-siswinya masing-masing di depan komputer, sekolah yang lain untuk menunjukkan mana yang disebut mouse saja tidak sanggup.
Pastinya, sejak diberlakukan kurikulum yang satu ini, banyak siswa-siswi tamatan SMA/SMK mahir menggunakan komputer. Mereka tidak lagi mencari tempat kursus latih mengetik, menyimpan file dan mencetak tugas mereka saat kuliah. Walau tanpa sertifikat karena kemahiran mereka tertuang dalam nilai pada Buku Laporan Pendidikan tiap akhir semester, saya sangat yakin banyak yang bisa mandiri saat menjadi mahasiswa.
Hal yang patut dibanggakan itu akhir-akhir ini menghilang. Terlebih setelah kurikulum yang baru, Kurikulum 2013 tidak lagi memilih TIK sebagai mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah. Alasannya jelas, -dapat diterima dengan akal sehat, walau memanen banyak kritikan,- penggunaan komputer sudah menjadi semacam kewajiban umum bagi setiap siswa sekolah menengah. Tidak perlu ada pembelajaran khusus. Seperti kemampuan membaca, menulis, dan menghitung harus dimiliki setiap murid SD yang kemudian menjadi siswa SMP dan SMA/SMK, demikian pula penguasaan komputer sudah dengan sendirinya.
Pelajaran komputer tidak perlu lagi. Toh, orang (baca: siswa-siswi) kebanyakan sudah tahu menggunakan komputer. Bahkan tidak sedikit juga yang telah memilikinya.
Hemat saya, anggapan demikian itu sangat berlebihan. Telaahan orang kuat dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu terlalu gegabah mengambil kesimpulan umum. Temuan-temuan sporadis dan amat parsial digunakan secara gegabah dalam menentukan kebijakan umum yang belum tentu benar dan baik untuk semua kalangan di segala penjuru Nusantara tercinta ini.
Ada kekuatiran, kebijakan baru ini mengorbankan sejumlah besar kawula muda masa depan bangsa dan negara ini. Sebab tidak semua siswa-siswi di jaman Kurikulum 2013 telah memiliki akses yang sama dalam hal penguasaan IT khususnya menguasai komputer.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H