Mohon tunggu...
Eustachius Mali
Eustachius Mali Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guru SMA di Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur

Mengajar di Atambua, Belu, NTT. Suka menulis dan mengirim berita sebagai penulis lepas. esta.bmtae@gmail.com, eustachiusmali@yahoo.com, esta_bmtae@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

TIK dan Siswa

18 Maret 2017   00:09 Diperbarui: 20 Maret 2017   18:01 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun 2004 ketika Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dimulai, di sekolah-sekolah diajarkan lagi satu mata pelajaran yang disebut Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Teori tentang komputer diajar dalam kelas. Sekolah-sekolah yang sudah memiliki sejumlah perangkat komputer yang sebelumnya digunakan dalam pembelajaran komputer sebagai pelajaran tambahan/ekstra makin meningkatkan tatap muka di kelas dan praktek mengoperasikan komputer di laboratorium komputer sesuai acuan KBK.

Tentu aneka reaksi muncul. Bagi yang sudah memiliki labaratorium komputer dengan bangga melaksanakan amanat kurikulum. Namun bagi yang belum siap, harus menahan nafas panjang menanti kapan cita-cita memiliki sejumlah komputer yang bisa digunakan siswa-siswi dalam pembelajaran bisa terwujud. Tidak heran jika ada sekolah tertentu hanya bisa mengajarkan peserta didiknya dengan informasi pengenalan dasar komputer. Tanpa praktek. Sementara ada sekolah yang “mendudukkan” siswa-siswinya masing-masing di depan komputer, sekolah yang lain untuk menunjukkan mana yang disebut mouse saja tidak sanggup.

Pastinya, sejak diberlakukan kurikulum yang satu ini, banyak siswa-siswi tamatan SMA/SMK mahir menggunakan komputer. Mereka tidak lagi mencari tempat kursus latih mengetik, menyimpan file dan mencetak tugas mereka saat kuliah. Walau tanpa sertifikat karena kemahiran mereka tertuang dalam nilai pada Buku Laporan Pendidikan tiap akhir semester, saya sangat yakin banyak yang bisa mandiri saat menjadi mahasiswa.

Hal yang patut dibanggakan itu akhir-akhir ini menghilang. Terlebih setelah kurikulum yang baru, Kurikulum 2013 tidak lagi memilih TIK sebagai mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah. Alasannya jelas, -dapat diterima dengan akal sehat, walau memanen banyak kritikan,- penggunaan komputer sudah menjadi semacam kewajiban umum bagi setiap siswa sekolah menengah. Tidak perlu ada pembelajaran khusus. Seperti kemampuan membaca, menulis, dan menghitung harus dimiliki setiap murid SD yang kemudian menjadi siswa SMP dan SMA/SMK, demikian pula penguasaan komputer sudah dengan sendirinya.

Pelajaran komputer tidak perlu lagi. Toh, orang (baca: siswa-siswi) kebanyakan sudah tahu menggunakan komputer. Bahkan tidak sedikit juga yang telah memilikinya.

Hemat saya, anggapan demikian itu sangat berlebihan. Telaahan orang kuat dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu terlalu gegabah mengambil kesimpulan umum. Temuan-temuan sporadis dan amat parsial digunakan secara gegabah dalam menentukan kebijakan umum yang belum tentu benar dan baik untuk semua kalangan di segala penjuru Nusantara tercinta ini.

Ada kekuatiran, kebijakan baru ini mengorbankan sejumlah besar kawula muda masa depan bangsa dan negara ini. Sebab tidak semua siswa-siswi di jaman Kurikulum 2013 telah memiliki akses yang sama dalam hal penguasaan IT khususnya menguasai komputer.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun