Tahun-tahun silam sekitar 1980-an seorang polisi sangat ditakuti. Apalagi jika pada pingganggnya tergantung pistol kecil. Demikian juga dengan tentara, lebih ditakuti karena yang dibawa bukan sebuah pistol melainkan senjata dengan aneka jenis dan ukuran.Â
Orang Lamaknen, Kabupaten Belu di wilayah perbatasan dengan ex-Propinsi Timor Timur yang kini sudah menjadi negara memang menyimpan segudang pengalaman traumatik dengan orang-orang yang bersenjata itu. Mereka lebih taat kepada orang bersenjata dibanding pemimpin wilayahnya seperti kepala dusun, kepala desa, dan camat.Â
Bagi saya pribadi, kehadiran polisi saat itu memang sangat penting. Ketika orang masih mengingat-ingat kisah nenek moyang tentang siapa kuat dialah yang berkuasa.Â
Masih segar dalam ingatan, suatu saat ada kerumunan orang yang lagi ramai-ramai meniru bagaimana 2 orang berkelahi pada pekan lalu akhirnya lari terbirit-birit karena seorang polisi datang. Padahal saat itu tidak ada kekerasan. Tidak ada pencurian,pembunuhan atau masalah kriminal lainnya.Â
Ketika polisi tiba di tempat dimana ada keramaian, dunia sepi. Mereka menghindar. Apapun pertanyaan yang diajukan kepada beberapa dari antara mereka yang dijumpai polisi, jawaban hanya satu,"Tidak tahu."Â
Polisi: Siapa saja yang tadi berdiri di sini?
Warga: Tidak tahu.
Polisi: Mereka yang lari tadi>
Warga: Tidak tahu.
Polisi: Ada yang berkelahi?
Warga: Tidak tahu.