Mohon tunggu...
Gaya Hidup

Buku Harian Nayla

5 Januari 2016   15:45 Diperbarui: 5 Januari 2016   16:19 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Buku Harian Nayla” (BHN). Itulah judul sebuah Sinetron produksi SinemArt yang ditayangkan stasiun televisi RCTI menjelang Natal tahun 2006 (mulai tanggal 11-26 Desember 2006). Sebuah Sinetron yang banyak mendapat perhatian penonton (terutama kaum ibu dan remaja putri) selain karena jalan ceritanya yang sangat bagus dan menyedihkan (entah ada berapa banyak orang terutama ibu-ibu yang telah mengeluarkan air matanya ketika menonton sinetron ini terutama di bagian endingnya) juga karena mungkin inilah pertama kalinya ada sinetron yang ditayangkan di TV swasta Indonesia yang bernuansa spiritual Kristiani.

SINOPSIS

Sinetron BHN yang disutradarai Maruli Ara ini bercerita tentang kisah perjuangan hidup seorang gadis remaja bernama Nayla (Chelsea Olivia Wijaya) menghadapi penyakit ataxia yang dideritanya, penyakit yang mengancam tak hanya keceriaan masa mudanya, tapi juga harapannya di masa depan. Bukan sebuah persoalan mudah, bagi seseorang bila tiba-tiba ia divonis mengidap penyakit ataxia, penyakit yang menyebabkan kemunduran kemampuan fisik seseorang. Secara bertahap ataxia akan membuat penderitanya lumpuh tanpa daya. Padahal selama ini Nayla dikenal sebagai gadis yang selalu ceria, rajin, pintar, jago basket dan aktif dalam berbagai kegiatan termasuk rajin beribadah.

Awalnya kehidupan Nayla memang terlihat sempurna. Hingga deraan cobaan itu datang. Berulang kali Nayla mengalami insiden jatuh, yang tak diketahui penyebabnya. Nayla yang bingung, berkonsultasi kepada dr. Fritz (Steve Emmanuel) yang akhirnya berhasil mendiagnosis bahwa ataxia-lah sebagai penyebabnya. Namun begitu, dr. Fritz merasa tidak tega memberi tahu Nayla apa sesungguhnya yang dideritanya. Ia hanya menyarankan agar Nayla menuangkan hari demi hari yang dilaluinya ke dalam sebuah buku harian (sebenarnya agar ia bisa memantau perkembangan kesehatan Nayla). Hari demi hari Nayla lalui dengan kepasrahan. Kondisinya kian lama kian parah. Namun ia tetap tegar. Termasuk ketika akhirnya ia mengetahui penyakit dan efek samping yang harus dihadapinya kelak. Beruntung Nayla memiliki teman-teman yang selalu setia mene-mani. Salah satu teman yang akhirnya jatuh cinta pada Nayla dan senantiasa menemaninya adalah Moses (Glen Allinske). Karena itu Nayla pun kian termotivasi untuk terus bertahan hidup, tetap menimba ilmu seperti biasa meskipun harus dibantu kursi roda. Ia pun tetap tegar menghadapi cibiran dan cemoohan orang-orang yang memandang sinis terhadap kondisinya.

Waktu berlalu dengan cepat. Nayla berhasil lulus sekolah. Semua teman Nayla sibuk memikirkan kuliah. Nayla sedih, hal yang bisa menghiburnya hanya menulis buku harian. Sementara itu, Moses akhirnya masuk kuliah kedokteran untuk satu alasan yaitu ingin menyembuhkan Nayla. Sementara itu, walau penyakit Nayla semakin parah, ia tetap tegar menjalani hidup dan tetap menggunakan waktunya untuk mengukir prestasi. Nayla, dibantu Moses mengirimkan tulisan dari buku hariannya ke majalah-majalah hingga akhirnya diterima dan dipublikasikan. Suatu hari di malam Natal, Moses datang membawa surat dari pembaca Nayla. Saat itu Nayla sudah benar-benar lelah berperang dengan penyakitnya. Ternyata banyak pembaca yang menjadi lebih tegar menghadapi hidupnya setelah membaca tulisan Nayla. Itu menjadi bukti bahwa sekalipun sudah tak berdaya secara fisik, Nayla tetap berguna dan menjadi penolong bagi orang lain, sesuai keinginan terbesarnya. Nayla tersenyum baha-gia. Tak ada lagi yang perlu dia cari di dunia ini…..Nayla akhirnya menikah dengan Moses meski hubungan cinta mereka awalnya di-tentang orang tua Moses. Sayang sekali, ataxia membuat Nayla tidak dapat bertahan lebih lama lagi hingga akhirnya Nayla menghembuskan nafas terakhirnya dalam pelukan Moses tepat pada hari pernikahan mereka. Nayla pun ’pergi’ dalam iman dan damai. Demikianlah jalan cerita sinetron BHN.

PELAJARAN DARI "BHN"

Pelajaran tentang cinta

Pelajaran pertama yang dapat kita petik dari BHN (IRnN) adalah tentang cinta sejati. Pelajaran ini secara khusus terlihat dari apa yang dilakukan Moses di mana Moses, karena cintanya pada Nayla rela melakukan hal-hal yang tidak mau dilakukan oleh orang lain. Perhatiannya pada Nayla, kehadirannya di saat-saat mana Nayla sangat membutuhkannya dan juga kesediaannya untuk menikahi Nayla meski dia tahu bahwa hidup Nayla tidak akan panjang lagi dan dengan demikian ia dalam usia yang sangat muda akan menjadi seorang duda. Jika dipikir secara rasional, keuntungan apa sih yang dapat diperoleh Moses dalam hubungannya dengan Nayla? Tidak ada! Justru sebaliknya ia mendapatkan sejumlah kesulitan. Namun di sinilah kita dapat melihat makna cinta yang sesungguhnya. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang kita peroleh melainkan apa yang kita berikan. Cinta sejati tidak berpikir ”apa yang saya dapatkan” melainkan ”apa yang dapat saya berikan”. Yang dipikirkan oleh cinta sejati hanyalah ”MEMBERI” bukan ”MENDAPAT”. Andaikata cinta harus didefinisikan dengan satu kata saja maka kata itu adalah ”MEMBERI”. Demikian juga kesaksian Alkitab bahwa karena cinta-Nya akan dunia ini maka Allah MEMBERIKAN Yesus bagi dunia ini sebagaimana kata Yoh 3:16 :

”Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”.

Jadi Allah mencintai dunia ini dan karena itu Ia melakukan sebuah pemberian. Itulah cinta sejati.

William Barclay pernah menceritakan sebuah kisah menarik tentang sepasang suami isteri, Jim dan Della. Ketika hari Natal tiba masing-masing dari antara mereka sibuk memikirkan apa yang dapat mereka berikan kepada pasangannya masing-masing. Della memiliki rambut yang sangat panjang dan indah dan karena itu secara diam-diam Jim berpikir untuk memberikan sebuah sisir perak yang cantik untuk menghiasi rambut panjang sang isteri. Sayangnya ia tidak punya cukup uang. Ia mempunyai sebuah jam tangannya yang terbuat dari emas yang sudah tidak memiliki ’talinya’. Ia berpikir daripada ia tidak bisa mengenakan jam emas itu pada tangannya karena tidak memiliki ’tali’nya sebaiknya itu dijual. Ia akhirnya menjual jam tangan emasnya dan uangnya dibelikan sisir perak untuk rambut sang isteri. Sementara itu Della pun sibuk memikirkan apa yang harus ia berikan pada sang suami? Ia teringat bahwa Jim mempunyai sebuah jam tangan dari emas tapi ’tali’nya sudah tidak ada. Della memutuskan untuk membelikan ’tali’ emas buat jam tangan suaminya. Namun ia juga tidak mempunyai cukup uang. Ia akhirnya pergi salon kecantikan dan menjual rambut panjangnya (dipotong) dan dari uang itu dibelilah ’tali’ emas buat jam tangan Jim. Sepanjang hari Natal itu mereka tidak bertemu hingga malamnya, masing-masing mempersiapkan hadiahnya dan ketika bertemu mereka terpaku. Sisir perak untuk rambut panjang Della tidak lagi berguna karena rambut Della telah dipotong dan ’tali’ emas untuk jam tangan Jim juga tidak berguna karena ’kepala’ jam itu telah dijual demi membeli sisir perak. Demikianlah cerita William Barclay. Ya, benar bahwa pemberian mereka tidak lagi berguna tetapi mereka telah menunjukkan makna cinta yang sebenarnya bahwa cinta sejati selalu berpikir untuk memberikan yang terbaik bagi yang dicintai meskipun harus mengorbankan banyak hal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun