Mohon tunggu...
Esra Ginting
Esra Ginting Mohon Tunggu... pegawai negeri -

an ordinary man with millions dream

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

BBM Naik? Tenang ada Commuter Line

21 Maret 2012   06:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:40 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MENCENGANGKAN! Retorika kenaikan gaji PNS yang "tidak seberapa" setiap tahun diindikasikan sebagai pemanis sebuah kebijakan sebelum diterbitkan kebijakan yang lebih ekstrim seperti kenaikan harga bahan pokok, Tarif Dasar Listrik, BBM dll. Belum sempat para PNS menikmati kenaikan gaji Rp 100.000 s.d. Rp 200.000, kenaikan bahan pokok, TDL dan BBM sudah mencuak narsis ke permukaan. Memang dapat dipahami dari sudut pandang pemerintah bahwa semangat pemerintah untuk mengurangi beban APBN pada pos subsidi listrik dan BBM yang akan dialokasikan kepada pembangunan infrastruktur, transportasi, dan pendidikan adalah langkah TEPAT dan saya sangat mendukung. Kali ini spesifik akan diulas khusus transportasi. [caption id="attachment_167461" align="alignleft" width="150" caption="macet Jakarta. sumber:googlepicture"][/caption] Yang menjadi big question mark adalah, bagaimana penanggulangan kemacetan di Jakarta yang sudah seperti iblis kesetanan setiap harinya? Bagaimana tidak, pernah waktu tempuh perjalanan mobil dari kantor di Gatot Soebroto menuju Bintaro ditempuh dalam waktu 2-3 jam. Sebenarnya tidak apa-apa sih bermacet ria asalkan tangki mobilnya bisa diisi air. Belum lagi menghadapi prilaku para pengguna motor yang kerap berlagak bak rombongan patwal yang harus didahulukan. Sebagai komuter yang melaju setiap hari, kapok jadinya memakai mobil atau motor. SINERGI Sejak harga BBM masih Rp 1500 sampai akan Rp 6000 sepertinya kemacetan Jakarta tidak akan pernah  ada solusi jika tidak dilakukan dengan langkah nyata dan berani oleh sebuah terobosan yang dinamakan KEBIJAKAN PLUS.  Hal yang mencengangkan apabila kemacetan dianggap bukan sebagai fenomena lagi karena terjadi setiap hari. Kebijakan plus artinya bahwa its okay BBM naik, TDL naik dan bahan baku naik tapi sinergi pemerintah harus SOLID. Gayung bersambut. Rencana kenaikan biaya parkir 300% untuk mengurangi kemcetan pun tidak masalah. Namun dinas yang bergerak di bidang transportasi, pendapatan daerah, tata kelola, izin kredit kendaraan, lisensi, jasa marga harus BERSINERGI. Sehingga setiap kebijakan dari dinas tersebut menjadi padu. Saya yakin masyarakat akan lebih maklum dan mandiri apabila haknya di jalan raya lebih dimanusiakan. SALAH ADOPSI Pembangunan jalan tol sampai bertingkat lima juga tidak akan menjadi solusi tepat mengatasi kemacetan di Jakarta, karena pasti akan penuh juga, yakinlah. [caption id="attachment_167462" align="alignright" width="150" caption="tol jakarta 2030. sumber:google picture"]

1332316041612928778
1332316041612928778
[/caption] Bus transjakarta, baik yang BBM maupun BBG, terbukti juga tidak menjawab kemacetan di Jakarta. Tumpukan penumpang di setiap shelter dan unit moda bus transjakarta yang terbatas menjadi konklusi bahwa terobosan yang konon diterapkan dari kebijakan negara maju adalah KEBIJAKAN SALAH ADOPSI. Bagaimana tidak, busway yang disediakan khusus untuk lintas bus transjakarta , yang sangat jarang melintas telah memperkosa hak pengguna jalan raya yang jelas-jelas sudah macet. Disamping itu penumpang di dalam busway juga sudah seperti ikan pepes yang digoreng dan diberi sambel. Sehingga banyak pendapat yang menyatakan bahwa bus transjakarta adalah KEBIJAKAN SETENGAH HATI. Hal yang lebih parah dan tidak layak adalah angkutan umum di Jakarta yang seperti memiliki hak penuh ngetem dimana-mana. Tidak recomended untuk para komuter yang dituntut harus ontime di tempat kerja. Lantas apa solusinya? KRL COMMUTER LINE [caption id="attachment_167463" align="aligncenter" width="300" caption="commuter line. sumber:googlepicture"]
1332316110821149382
1332316110821149382
[/caption] PT KAI sebenarnya sudah memberikan jawaban MANTAP dengan diluncurkannya KRL COMMUTER LINE yang sangat cocok bagi para komuter. Ontimenya jadwal keberangkatan, fasilitas AC, dan harga tiket terjangkau (hanya Rp 6.000, Tanah abang-serpong) mampu menjawab faktor efisiensi, efektifitas, kenyamanan, dan tentu saja ekonomis. Sudah hampir 1 tahun saya menggunakan moda transportasi ini setelah bertahun-tahun ikut berpartisipasi dalam riuh bus umum yang sangat tidak layak. KRL komuter line menjadi salah satu jawaban bagi setiap komuter khususnya yang berdomisili di pinggiran Jakarta seperti saya. Jelas saja! Anda masih bisa bertatap muka dengan matahari pada saat berangkat kerja dari rumah dan saat anda tiba di rumah, walaupun sudah harus masuk kerja pada pukul 07.30 WIB dan pulang kerja pada pukul 17.00 WIB. Memang masih ada beberapa risiko di tingkat keamanan dan tingkat kenyamanan. Padatnya penumpang kadang menjadi celah bagi para oknum untuk mengambil kesempatan berbuat tindak kriminal. Di sisi lain, bertumbuhnya penghuni di pinggir Jakarta menyebabkan jumlah penumpang menjadi bertambah banyak. Namun risiko yang telah teridentifikasi  tersebut masih dapat dimitigasi. Sebaiknya, PT KAI menambah jumlah gerbong atau jumlah unit KRL nya dan menciptakan tingkat keamanan seperti di bandar udara. Atau mungkin masih banyak hal yang lebih baik untuk memitigasi risiko tersebut. Penekanannya adalah terobosan seperti yang dilakukan oleh PT KAI ini patut diacungi jempol. Bagaimana pun juga kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi listrik dan BBM di APBN yang menyebabkan naiknya tarif dasar listrik dan BBM harus didukung oleh setiap lapisan masyaarakat. Namun perlu menjadi catatan mendasar bagi pemerintah bahwa kebijakan itu hendaknya bersinergi dengan kebijakan pada bidang-bidang lainnya sehingga masyarakat akan semakin memaklumi setiap kebijakan pemerintah yang padu dan satu visi. Suatu kota akan dihidupi oleh manusia baik apabila kebijakan yang dibuat memanusiakan manusia. Dan perlu dicermati apabila kondisi jalan raya  sudah seperti iblis kesetanan, berarti ada kebijakan yang menyimpang dari sisi kemanusiaan. Thats it! best, -esra-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun