Mohon tunggu...
Nauram Muhara
Nauram Muhara Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis lepas tentang topik aktual.

wartawan, editor, alumnus Fak Psi UGM angk. 86

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Laporan Polisi Mangkrak, Mahasiswi UNS Desak Aksi Nyata Kapolri

1 Maret 2019   03:15 Diperbarui: 1 Maret 2019   10:14 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Prestasi polisi melacak dan menumpas teroris sungguh diakui serta tak diragukan keandalan dan kehebatannya. Jaringan pelaku rangkaian bom bunuh diri di Surabaya dalam hitungan hari bisa digulung dan dituntaskan dengan saksama beberapa waktu lalu.  

Namun pencapaian itu terasa kurang dan bahkan ironis. Prestasi itu tercoreng dan menegaskan betapa jomplangnya kinerja bagian lain kepolisian dalam memberi pelayanan dan perlindungan pada masyarakat. Khususnya kelambanan penanganan dan penuntasan laporan warga yang sering jadi terkesan tidak profesional dan jadi keluhan banyak orang.

Salah satunya adalah soal penipuan dan penggelapan Rp 150 juta yang dilaporkan kakek saya sekitar dua tahun lalu dan sampai saat ini mandek. Padahal sudah jelas dan gamblang duduk perkaranya, khususnya tentang para terlapor yang diduga bersekongkol dan sebagian sudah dimintai keterangan dan diproses pemberkasannya oleh polisi.

Sedikit membeberkan kasusnya pada 14 Juli 2016 kami melaporkan kasus dugaan penipuan dan atau penggelapan yang dilakukan oleh Sunarno, Reny Yunita (RY), dan Bobi. Laporan itu tertuang dalam surat nomer: STPLP / 2023 / K / VII / PMJ/ 2016 / Resta Depok.

Modus operandinya: terlapor menguasai uang pelapor dengan cara mengajak bertransaksi beli uang dengan uang disertai janji keuntungan 1,5 kali lipat oleh terlapor. Namun setelah uang senilai Rp 150 juta ditransfer, terlapor sama sekali tidak dapat dihubungi lagi.

Beberapa bulan sesudah pelaporan dan sempat mendapat kiriman surat perkembangan hasil penyelidikan, bapak saya mencoba menanyakan perkembangan penanganan kasus. Saat itu bapak bertemu dengan salah seorang penyidik.

Dalam penjelasannya penyidik mengatakan telah meminta keterangan RY (yang rekening bank-nya dipinjam menampung transfer) dan Nur (tante RY). Namun penyidikan mentok karena kedua orang tersebut menyatakan sudah tidak berhubungan lagi dengan peminjam rekening (Sunarno dan Bobi).
 
Bapak saya juga berusaha menanyakan perkembangan penanganan kasus dengan menemui langsung Wakapolres Depok pada akhir Mei 2017. Namun setelah diterima dan dijanjikan akan dihubungi soal kemajuan kasusnya, sampai saat ini tak ada kabar apapun dari Polresta Depok.

Yang disesalkan adalah betapa polisi terkesan sangat mudah menyerah. Keterangan dari dua orang yang sudah memenuhi panggilan polisi tidak ditindaklanjuti. Padahal, dalam pemikiran saya, kasus ini sangat sederhana karena polisi bisa "menekan" untuk mendapatkan kepastian identitas si peminjam rekening.  

Sepertinya polisi kurang dorongan dan semangat untuk menuntaskan kasus kami. Entah karena bujet penyelidikan-penyidikan yang kabarnya sangat terbatas. Atau bahkan kasus ini dianggap hal biasa yang sama sekali tak perlu diprioritaskan penyelesaiannya meskipun mudah--tanpa bermaksud mengecilkan apa yang sudah dilakukan.

Padahal polisi sudah menerima "masukan" yang sangat matang mengingat kami secara swadaya bisa melacak identitas RY. Jelasnya bapak saya bisa memastikan di mana tempat tinggal RY dan bertatap muka. Bahkan sempat dihubungi oleh orang yang mengaku sebagai pengacara RY dan Nur yang mengajak bertemu tapi tak terlaksana.

Nilai uang yang ditilep para pelaku penipuan memang relatif besaran nilainya. Tapi di tengah kondisi ekonomi dengan berbagai kenaikan harga yang kian mengancam kesejahteraan kaum pensiunan ini, aksi nyata polisi menuntaskan kasus penipuan yang menimpa kakek saya jelas akan sangat membantu.

Terlebih uang yang digelapkan sebagian juga dicadangkan untuk menunjang kelangsungan studi beberapa cucu kakek, salah satunya saya yang telah berjuang keras dan berhasil diterima di Fakultas Kedokteran UNS tahun lalu (2018). Jadi betapa kelambanan penuntasan kasus ini oleh polisi sedikit banyak juga telah mengancam kelancaran studi saya khususnya.

Untuk itu melalui surat terbuka ini saya meminta kepada Kapolri dan jajarannya segera menindaklanjuti (lagi) pelaporan kasus penipuan yang mangkrak lebih dari 2 tahun ini. Saya menyebut Kapolri larena tak tahu lagi mesti minta bantuan ke mana atau ke siapa.

Aksi nyata ini semoga bisa menumbuhkan lagi kepercayaan dan keyakinan kami bahwa polisi sungguh-sungguh menjalankan perannya sebagai penegak hukum. Jelasnya kami sebagai warga merasa terlindungi dan para penipu (beserta komplotannya) mendapatkan sanksi setimpal. Tentu juga dengan harapan uang yang digelapkan dapat kembali, syukur-syukur bisa seluruhnya.

 

Naurah Aletha
Jl. Bido 2, Gilingan, Solo 57134

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun