Pertama kali mendengar bahwa JK Rowling menulis novel baru, waktu itu saya deg-degan. Kenapa? Masalahnya, saya adalah fans berat Jo...Bagi saya, saat ini dia adalah penulis perempuan terbaik yang dimiliki dunia. Saya belum siap kecewa kalau ternyata karya setelah seri Harry Potter itu tak lagi mampu membuat saya terkesan. Egois banget yaaa? Maklum…fans berat (yang sok idealis hehehe).
Rasa deg-degan itu makin bertambah saat tahu kalau karya ini sama sekali nggak ada fantasi-fantasinya. Ibaratnya, kalau selama ini Jo hobi banget pake baju warna nuansa warna-warni, sekarang tiba-tiba Jo berubah gaya jadi serba Gothic...hitam…dan kelam. Bukan hal mudah bagi seseorang untuk melepaskan image yang bertahun-tahun sudah melekat dan bukan hal mudah untuk seorang penulis merubah genre yang selama ini selalu jadi andalannya…tapi sekali lagi pemirsah dan saudara sekalian, dengan bangga saya rekomendasikan…The Casual Vacancy…novel terbaru Jo Rowling.
Jangan harap bertemu tongkat sihir, sapu terbang, hipogrif, atau goblin, karena dalam novel ini, Anda dibawa ke dunia nyata. Dunia nyata yang realistis dan jauh dari fantasi. Saya sih nggak mau kasih spoiler ceritain isi novel itu abis-abisan (karena saya suka sebel sama orang yang begitu), tapi yang jelas, melalui The Casual Vacany, akhirnya saya makin yakin kalau saya nggak salah pilih idola dan guru menulis.
Keistimewaan Jo bukan lagi soal bagaimana ia membuat cerita yang extraordinary…karena kalau dilihat temanya, tema novel ini bukan sesuatu yang baru. Siapapun pasti setuju kalau tema politik, keluarga, seks, dan narkoba bukanlah tema baru yang dijadikan cerita. Tapi saudara-saudara, ini adalah soal bagaimana Jo membawakan tema-tema itu dengan “sense”nya yang luar biasa.
“Sense” seorang Jo Rowling yang menurut saya paling menonjol adalah, dia bisa menciptakan seorang tokoh yang karakternya khas dan sangat kuat. Saya masih ingat waktu saya ‘jatuh cinta’ pada tokoh Belatrix Lestrange di seri Harry Potter. Memang, dia ini adalah karakter antagonis, tapi cara Jo menggambarkan seorang Lestrange yang bengis dan kejam membuat saya benar-benar kagum. Belum lagi si Kembar Weasley…kalau ada di dunia nyata, saya pasti naksir habis-habisan pada mereka karena mereka punya selera humor yang sangat bagus.
Ini pula yang saya rasakan dari The Casual Vacancy. Di halaman-halaman awal, saya pusing karena Jo menjejali pembaca dengan tokoh yang begitu banyak. Tapi karena tulisan mengalir ala Jo mampu membawa saya terus menekuri halaman demi halaman, akhirnya saya mulai mengenal mereka satu persatu. Bagaimana saya akhirnya berhasil menghapal Howard Mollison, Stuart Wall aliyas Fats, atau si liar Krystal Weedon? Ya karena itu tadi…karakter yang sangat khas.
Jo jelas semakin menunjukkan kelasnya sebagai penulis dengan meniadakan tokoh utama dalam novel ini. Barry Fairbrother mungkin bisa disebut tokoh utama, tapi toh di awal sudah dimatikan. Meski begitu, tokoh Barry rasanya tetap hidup dari awal sampai akhir cerita. Yang pasti, tidak ada tokoh yang tidak penting karena semua tokoh memiliki porsinya masing-masing. Dan yang membuat saya kagum adalah semua tokoh dan ceritanya masing-masing itu mampu diramu dengan begitu rapi dan pas hingga jadi kesatuan dalam cerita. Bagaimana hal yang terjadi pada tokoh yang satu, ternyata mempengaruhi tokoh lain begitu hebat. Renyah sekali.
Tapi jujur, saya nggak bisa bilang kalau novel yang ini jauh lebih mengesankan daripada Harry Potter…Setelah habis membaca, nggak ada perasaan puas luar biasa seperti kalau saya selesai membaca halaman terakhir Harry Potter (apa karena pengaruh cerita yang nggak Happy Ending? Entahlah) yang pasti, saya tepuk tangan dan salut habis-habisan dengan keberhasilan Jo mengubah genre dan tetap berhasil tampil memukau…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H