Akhirnyaaa…akhirnyaaa…bisa nulis lagi! Jangan heran ya kenapa saya sumringah banget…yang jelas, setelah hampir sebulan, akhirnya saya punya waktu untuk menghela napas sejenak dan menuliskan hal yang selama hampir sebulan ini jadi permintaan banyak orang (ngok!). Bukan GR, bukan jumawa, bukan juga mau belagu (cuma mau pamer aja sih :D), kabar kalau saya hanimun ke Lombok membuat beberapa pihak (pihak yang manaaa??) meminta saya untuk mengupload foto-foto selama disana. Tapi, bukan ismi namanya kalau nggak pake tulisan. Jadi yah, tulisan ini saya rilis ke publik demi memenuhi permintaan pihak-pihak tersebut (masih belum terjawab pihak mana yang minta…ckckck).
Sebagaimana layaknya sebuah tulisan, saya bertekad untuk memberikan pelajaran moral pada pembaca dari apa yang saya tulis (ngok!). Pelajaran moral pertama, kalau sekiranya nggak bisa berenang, takut air, atau takut sama matahari yang bersinar ereng-ereng, jangan sekali-kali menjadikan Lombok sebagai destinasi wisata. Lho, terus gimana ceritanya bisa tercetus rencana hanimun ke Lombok?
Ceritanya, sekitar setahun lalu saya iri berat pada foto-foto seorang sahabat yang baru berkunjung kesana. Pantai yang super indah, air yang biru jernih, dan view di foto-foto itu bikin saya bertekad menjadikan Lombok sebagai tujuan liburan saya. Tapi apa daya, waktu saya hunting tiket, harganya gila-gilaan banget. 3,5 juta dan itu hanya untuk tiket pulang pergi sendiri. Setelah saya itung-itung, paling tidak saya harus punya uang 5 juta untuk bisa pergi kesana dan itupun tanpa oleh-oleh. Akhirnya saya cuma bisa garuk-garuk kepala dan sayat-sayat tangan pake silet (lebay lo Mi!).
Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Tepat setelah lamaran dan penetapan tanggal bulan Maret lalu, si Akang menanyakan salah satu pertanyaan paling indah sedunia (hihihihi), “mau liburan kemana?” tanpa pikir panjang, ya saya jawab Lombok…Waktu itu sih belum langsung sepakat, karena kami memutuskan untuk berburu tiket murah dulu. Subhanallah Walhamdulillah, dalam perburuan itu kami mendapat tiket 3 juta pulang pergi untuk berdua. Ihiiiiyy…jadilah kami berlibur ke Lombok.
PR selanjutnya adalah mencari hotel. Berhubung Lombok adalah salah satu destinasi wisata yang sangat menggoda, wajar sekali kalau harga hotel dan penginapan disana gila-gilaan. Setelah diskusi dan pencarian tanpa lelah (lagi-lagi lebay), akhirnya kami jatuh cinta pada salah satu cottages di Gili Trawangan. Cotton Tree Cottages namanya. Bentuknya rumah sasak khas lombok, dan yang bikin saya amaze adalah mereka punya kamar mandi open air, alias gada atapnya. Jadi, sambil mandi kita bisa liat bintang…(terlalu indah untuk dibayangkan, yang ada malah deg-degan takut ada yang ngintip :D). Liat dari foto-fotonya oke banget. Yang pasti, harganya pun masuk budget. Rp. 440.000/malam. Waktu itu, saya masih belum ngeh kalau Gili Trawangan itu jauuh banget dari kota Mataram. Tapi, berhubung kami sama-sama jatuh hati pada cottages itu, akhirnya pilihan pun ditetapkan.
Satu pesan saya pada mereka yang belum menikah, jangan pernah merencanakan hanimun sebelum persiapan pernikahan lebih dari 70%. Hihihi, bukan apa-apa, waktu itu, dengan dodolnya saya dan si akang malah lebih dulu mengurus hanimun sementara surat-surat ke KUA aja belum diurus. Yaah, namanya juga manusia berencana, ujung-ujungnya Allah juga yang menentukan. Alhamdulillah kalau semua lancar, lah kalo nggak gimana? Bisa kacau toh rencana hanimun…
Tapi syukur Alhamdulillah, rencana pernikahan kami berjalan lancar tanpa ada halangan. Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Tepat sehari setelah acara resepsi, kami terbang ke Lombok. HAHAHAHA (ketawa iblis :D)…pemilihan hari keberangkatan pun bukan tanpa alasan. FYI ya, keluarga saya adalah salah satu keluarga dengan tradisi barbar yang mengerikan. Sudah kebiasaan dalam keluarga saya, siapapun yang menikah, tidak akan bisa melewatkan malam pertama dengan aman. Gimana bisa aman kalau semua anggota keluarga gelar kasur di depan kamar pengantin, ngobrol ketawa-ketiwi, begadang dan bikin rusuh semalaman? Yang paling mengerikan, saat pagi sang pengantin keluar kamar di waktu subuh, semua sontak kepo dan meledek habis-habisan kalau mereka mandi besar. Sebagai salah satu pelaku kerusuhan di waktu-waktu lalu, saya tidak mau hal yang sama terjadi pada saya…
So, malam pertama kami habiskan untuk packing dan beres-beres karena kami harus berangkat ke bandara pukul 5 pagi. Perjalanan cukup lancar. Kenapa karena saya katakan cukup, karena maskapai Singa itu seperti biasa hobi sekali delay. Kami yang harusnya berangkat jam 9 pagi, akhirnya baru berangkat jam 10.30. Jadi, kami yang yang harusnya sampai di Bandara Lombok jam 12 siang, jadi baru sampai sana jam 2 siang waktu setempat. Bukan apa-apa, saya deg-degan sekali takut ngga bisa sampai ke Pelabuhan Bangsal tepat waktu. Karena, untuk sampai Gili Trawangan, kami harus naik public boat dari sana. Kalau dari informasi yang saya baca, layanan public boat dari pelabuhan itu hanya sampai jam 4.30 sore, sementara perjalanan dari Bandara kesana butuh waktu sekitar 2 jam. Waktunya mepet sekali mengingat kami harus lebih dulu menunggu bagasi.
Untungnya, dengan naik taksi Blue Bird (ongkosnya sekitar 200ribu) kami sampai juga ke pelabuhan bangsal jam 4 sore lewat sedikit. Perjalanannya…wuiiih, walau saya ngantuk berat (karena kemarinnya kecapean jadi ratu sehari dan malamnya kurang tidur pula) saya paksakan untuk melek. Jangan sampai deh tidur selama perjalanan di Lombok. Rugi berat karena pemandangannya Subhanallah indahnya. Hasrat hati ingin foto-foto, berhubung waktu mepet akhirnya kami memutuskan untuk foto-foto pulangnya saja. Tapi saya sempat ambil foto ini..
So, dengan public boat seharga 10ribu/orang, kami sampai ke Gili Trawangan. Saya yang terkantuk-kantuk langsung melek semelek-meleknya mendapati pemandangan di sana. Bukan cuma karena airnya biru jernih di Pelabuhan Gili Trawangan, tapi sejauh mata memandang…bule dimana-mana… Kalau saya perkirakan, dari 100% orang yang terlihat disana, orang lokalnya hanya 30%... selebihnya bule…saya berasa lagi nggak di Indonesia. Bulenya bukan cuma sekedar bule…tapi bule-bule yang berbikini. Gogoleran bagai pindang di pantai…tapi demi keamanan mata masing-masing, saya nggak foto pemandangan itu...saya cukup foto yang ini saja...
[caption id="attachment_248647" align="alignnone" width="640" caption="Narsis dikit boleh yaaaa...?"]
Huii…demi menjaga mata si Akang dari pemandangan-pemandangan ‘indah’ itu, saya buru-buru meminta pihak cottages untuk menjemput kami. Jangan mengira kami dijemput dengan mobil ya, karena di pulau itu, kendaraan bermotor sama sekali tidak ada. Alat transportasi disana cuma sepeda, dan Cidomo alias Delman. Polusinya cuma kotoran kuda, dan kalaupun ada asap, Cuma asap dari bakar-bakaran seafood. Mungkin ini sebabnya Gili Trawangan masih terlihat begitu indah dan terjaga.
Rasanya bahagia sekali akhirnya bisa sampai di Cottages setelah perjalanan melelahkan seharian (Jam 5 pagi kami berangkat dari rumah, jam 5 sore kami sampai di Cottages). Cottagesnya benar-benar sesuai ekspektasi dan harapan kami.
Berhubung udah panjang banget, lanjut di tulisan berikutnya yaaa…. :D (bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H