Mohon tunggu...
Yeremia Bayu
Yeremia Bayu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pluralisme, Persatuan atau Perpecahan?

19 November 2017   23:56 Diperbarui: 20 November 2017   00:09 1248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pluralisme adalah terdiri dari dua kata plural (=beragam) dan isme (=paham) yang berarti paham atas keberagaman. Definisi dari pluralisme seringkali disalahartikan menjadi keberagaman paham yang pada akhirnya memicu ambiguitas. Pluralisme juga dapat berarti kesediaan untuk menerima keberagaman (pluralitas), artinya, untuk hidup secara toleran pada tatanan masyarakat yang berbeda suku, gologan, agama,adat, hingga pandangan hidup. Pluralisme mengimplikasikan pada tindakan yang bermuara pada pengakuan kebebasan beragama, kebebasan berpikir, atau kebebasan mencari informasi, sehingga untuk mencapai pluralisme diperlukanadanya kematangan dari kepribadian seseorang dan/atau sekelompok orang.

Sedangkan globalisasi berasal dari kata "globe" yang berarti bumi. Jika diartikan, globalisasi merupakan suatu proses membumi, sehingga bumi dirasa menjadi semakin kecil dan tanpa batas dengan adanya globalisasi.        

Sebagaimana yang kita ketahui, dampak dari adanya globalisasi adalah munculnya suatu hal yang menghubungkan semua manusia di dunia ini, yaitu internet. Dengan munculnya internet, kabar yang terjadi di belahan dunia manapun dapat diketahui oleh masyarakat luas dalam hitungan yang singkat. Memang, globalisasi membawa banyak dampak positif dan kemudahan bagi kehidupan manusia, tapi segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia selalu memiliki 2 dampak, yang baik/menguntungkan dan yang buruk/merugikan.

Dewasa ini, banyak sekali terjadi penyimpangan-penyimpangan globalisasi terhadap paham pluralisme yang dianut oleh bangsa Indonesia. Pada zaman sekarang, perbedaan tidak dihargai secara semestinya. Masuknya globalisasi justru mengakibatkan paham pluralisme menjadi memburuk. Munculnya media sosial malah memberikan tempat untuk orang-orang melakukan ajang argument satu sama lain, hingga menjadi tempat untuk saling mencaci maki orang-orang yang memiliki perbedaan pandangan dengan kelompokya.

Berbanding terbalik dengan makna pluralisme yakni menghargai tiap-tiap perbedaan yang ada, masuknya globalisasi cenderung untuk membuat perbedaan menjadi sesuatu yang digunakan orang untuk memicu suatu pertengkaran, bahkan hingga menuju ke perpecahan. Seperti yang dialami kota Jakarta pada beberapa bulan yang lalu, menjadikan ibukota terpecah belah menjadi 2 kubu.

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat zaman sekarang cenderung bergantung pada globalisasi. Maka dari itu, sebagai generasi muda, kita sudah seharusnya membangun Indonesia menjadi lebih baik. Hal tersebut dapat dilakukan melalui hal-hal yang paling kecil, contohnya seperti menghargai perbedaan satu sama lain di tengah derasnya arus globalisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun