Lik Kemin hanya diam sambil manggut-manggut saat teman kecilnya cerita dengan semangat empatlima.
" Kamu juga mesti tahu, kalau yang memiliki gagasan untuk membuat selokan itu saya, yang menyediakan semen, pasir serta tetek bengeknya itu juga saya. mosok diaku-aku sama si sontoloyo itu. bukankah itu menyakitkan?," kata teman kecil Lik Kemin. Nafasnya megap-megap tanda ia sedang emosi.
" Lalu maunya sampeyan apa?" kata Lik Kemin santai sambil menyedot rokok kretek. asap mengepul membungkus kepala Lik Kemin sehingga seperti tuyul.
" Saya tak punya mau. wong saya iklas, kok." jawab teman Lik Kemin sambil bersungut.
Lik kemin mematikan rokoknya, tertawa pelan tapi panjang,
" Ikhlas itu, sampeyan rela kalau apa yang sampeyan upayakan diakui oleh orang lain. Sebab sampeyan tidak memerlukan pengakuan dari siapapun. sebab sampeyan menyaksikan, kalau Tuhan yang maha menyaksikan, menyaksikan perbuatan sampeyan." Kata Lik Kemin sambil berlalu meninggalkan teman kecilnya itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H