Kentang berasal dari benua Amerika, tetapi mengapa kita mengidentikkannya dengan Eropa? Ada beberapa hal yang belum kita ketahui tentang tanaman yang satu ini. Tak heran kalau kita bertanya, bagaimana asal-usul dan penyebaran kentang? Siapa yang membawanya ke Eropa?
Menurut FAO, sejarah kentang dimulai sekitar 8000 tahun yang lalu, di dekat danau Titicaca, yang berada pada ketinggian 3800 meter di atas permukaan laut, di pegunungan Andes, di perbatasan Peru dan Bolivia.Â
Danau Titicaca adalah danau tertinggi di dunia dan terbesar kedua di Amerika Selatan. Artinya, kentang merupakan tanaman dataran tinggi.
Luis Rodrigez mengatakan bahwa baik kentang liar maupun kentang yang dibudidayakan sebenarnya tumbuh di seluruh benua Amerika, mulai dari barat daya Amerika Serikat sampai selatan Chile.Â
Namun, setelah genetika spesies kentang liar dan kentang yang pertama dibudidayakan dianalisis, terlihat bahwa kentang yang dibudidayakan memiliki satu asal, yaitu wilayah yang luas di utara danau Titicaca.
Luis Rodriguez menjelaskan bahwa pemilihan kentang yang pertama kali dibudidayakan terjadi antara 6000 sampai 10000 tahun yang lalu, yang dari situ berturut-turut dihasilkan sejumlah besar varian budidaya. Varian yang didapat itu bisa jadi karena proses alam, tetapi juga ada kemungkinan dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja oleh manusia.
Jika asal-usul kentang adalah wilayah di utara danau Titicaca, bagaimana penyebaran kentang di benua Amerika pada masa pra-Kolombus? Informasi mengenai hal ini memang masih kurang, masih diperlukan banyak penelitian untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Namun demikian, kalau mengikuti informasi (logika) yang ditawarkan Luis Rodriguez, pada satu sisi (katakanlah selama masa "kuno"), penyebaran kentang di benua Amerika bisa jadi karena proses alam dan/atau dilakukan dengan disengaja maupun tidak sengaja oleh penduduk.Â
Pada sisi lainnya (terutama pada masa "modern"), peradaban Inka memiliki peran yang besar dalam penyebaran kentang di benua Amerika.
Sampai hari ini informasi lengkap mengenai kentang dihubungkan dengan masa kebudayaan Inka (1197-1572). Bagi masyarakat Peru, kentang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sejarah negara itu.Â
Menurut mitos mereka, diceritakan bahwa setelah menciptakan Manco Capac dan Mama Ocllo, yang kemudian mendirikan kerajaan Inka, dewa Wiragocha muncul dari danau Titicaca untuk mengajari mereka membudidayakan kentang.
Bangsa Inka dikenal memiliki sistem pertanian yang sangat maju. Pertanian memang menjadi dasar perkembangan kebudayaan mereka. Untuk dapat memanfaatkan lereng-lereng gunung, mereka mengembangkan sistem terasering dan irigasi yang luar biasa, yang mereka warisi dari budaya pra-Inka.
Diperkiraan, orang-orang Inka membudidayakan lebih dari 80 jenis tanaman pangan, di antaranya kinoa, ubi, singkong, tomat, cabai-cabaian, kacang-kacangan, jambu, alpukat, cherimoya; tetapi, yang terpenting adalah kentang dan jagung, karena kedua jenis tanaman pangan tersebut merupakan elemen pokok dalam makanan mereka.
Ketika Inka dipimpin raja Pachacutec (1418-1481), ada banyak perubahan besar dalam berbagai aspek, terutama politik, ekonomi, dan sosial. Ia membuat bangunan-bangunan besar dan penting bagi perkembangan kekuatan Inka, terutama di wilayah kabupaten Cusco, seperti Coricancha Temple, Machu Picchu, dan kota Ollantaytambo; karena Cusco adalah ibu kota imperium Inka. Perdagangan pun sangat maju.
Raja Pachacutec jugalah yang membuat Inka menjadi sebuah imperium besar, yang diberi nama Tahuantinsuyo (1438-1533), yang menguasai wilayah dari Kolombia, Bolivia, Ekuador, Peru, Chile, sampai Argentina.
Oleh karena kentang merupakan bahan pokok makanan, perdagangan sangat maju, dan imperium Inka menguasai wilayah dari Kolombia sampai Argentina, bukan tidak mungkin kentang menyebar dengan cepat ke wilayah-wilayah tersebut, bahkan ke seluruh benua Amerika.Â
Perlu kita ingat bahwa di wilayah utara benua Amerika ada peradaban Maya, yang pada waktu itu (meski merupakan sisa-sisa kekuatan) mereka masih berperan penting dalam perdagangan.
Imperium Inka jatuh ketika orang-orang Spanyol datang dan menaklukkan Tahuantinsuyo pada dekade 1530-1540. Dinasti Vilcabamba, yang berada di Cusco, mencoba bertahan dan melakukan perlawanan, tetapi pada tahun 1572 akhirnya harus menyerah pada tentara Spanyol. Sejarah Inka pun berakhir dan Spanyol menguasai wilayah Inka.
Kedatangan orang-orang Spanyol (dan Portugal) ke benua Amerika (dan menguasai wilayah tersebut) menyebabkan hubungan benua Amerika dengan Eropa, juga Asia dan Afrika, menjadi dekat.Â
Pertukaran produk dan budaya serta perdagangan semakin mengglobal. Orang-orang Spanyol (dan Portugal) membawa produk-produk yang terutama tidak ada di Eropa, salah satunya adalah kentang.
Menurut FAO, kehadiran kentang di Eropa untuk pertama kalinya adalah pada tahun 1565, di kepulauan Canaria (Spanyol). Pada tahun 1573 kentang sudah dibudidayakan di Semenanjung Iberia.Â
Tahun-tahun berikutnya, kentang dijadikan sebagai hadiah istimewa raja Spanyol kepada Paus di Roma; dari Roma kentang menyebar ke kota Mons (Belgia), lalu sampai ke seorang ahli botanik di Wina.
Pada tahun 1597 kentang sudah ditanam di London, yang beberapa tahun kemudian menyebar ke Prancis dan Belanda. Kentang tiba di Asia (India, China, dan Jepang) pada abad XVII dan tiba di Amerika (melalui Irlandia) pada abad XVIII.Â
Kedatangan kentang di Indonesia diperkirakan sekitar tahun 1795, yang dibawa oleh orang-orang Belanda ke Jawa Barat; 15 tahun kemudian para petani Batak menanam kentang di dataran tinggi Sumatera Utara.
Di Portugal, Margarida Sobral Neto mengutip catatan Gaspar Frutuoso, dalam bukunya Saudades da Terra yang ditulis antara tahun 1586-1590, bahwa kentang sudah ditanam di kepulauan Azores, terutama di pulau Sao Miguel, yang berjarak 1400 km di barat Lisbon.Â
Sejak awal abad XV, kepulauan Azores memang dijadikan sebagai tempat singgah kapal-kapal layar Spanyol dan Portugal dari/ke Amerika-Eropa. Pada tahun 1583, tentara Spanyol menguasai kepulauan itu.
Namun, pada awalnya kedatangan kentang di Eropa tidak mendapat sambutan yang hangat. Menurut banyak sumber, dituliskan bahwa banyak negara di Eropa tidak menerima kentang.Â
Bentuknya yang tidak menawan membuat kentang (menurut penduduk di sana) tak pantas untuk dimakan, dianggap untuk makanan orang-orang miskin dan hewan, bahkan sampai dianggap sebagai tanaman setan dan penyebab orang-orang sakit.
Di Spanyol dan Italia, secara umum kentang memang "diterima", tetapi di luar kedua negara itu benar-benar ditolak. Di Bourgogne (Prancis) kentang dituduh sebagai biang keladi penyakit lepra; di Swiss, sebagai penyebab penyakit kelenjar; di Skotlandia, dianggap satanik karena tidak pernah disebutkan di dalam kitab suci; di Prusia, Bayern, dan Rusia, masyarakat tak mau memakannya, walaupun pada waktu itu mereka diserang kelaparan.
Usaha propaganda untuk mengonsumsi kentang terus dilakukan, terutama kepada para raja dan pemegang wewenang. Para ahli botanik sudah memastikan manfaat kentang. Kentang juga mudah tumbuh di daratan Eropa. Namun, banyak yang tetap tidak peduli.
Sampai ketika Antoine Augustin Parmentier (1737-1813), seorang ahli farmakologi dan agronomi Prancis, diberi kesempatan untuk bereksperimen dan menanam kentang di taman istana Tuileries Raja Louis XVI pada tahun 1795.Â
Pada masa revolusi Prancis, kentang dianggap milik rakyat dan sejak itu menjadi makanan popular di negara itu. Pada tahun 1815, kentang menjadi makanan pokok, terutama di wilayah utara Eropa.
Sampai di sini terlihat jelas bahwa asal-muasal kentang yang kita konsumsi sekarang berasal dari Peru, yang kemudian dibawa ke Eropa, lalu menyebar ke Amerika Serikat, Asia, dan sampai ke Indonesia. Mungkin karena dibawa oleh orang-orang Eropa, kita pun berpikir bahwa kentang adalah asli Eropa.
Menurut Badan Inovasi Agraria Nasional Peru, di negara itu ada 7408 jenis kentang. Dalam bahasa quechua, kentang disebut papa, dan kata ini dipakai di (hampir) seluruh Amerika Latin.Â
Saat ini paling tidak ada tujuh jenis masakan terkenal yang dibuat dari kentang: causa rellena, papa rellena, papa a la huancana, carapulcra, ocopa araquipenya, pastel de papa, dan cau cau.Â
Tambahan catatan, satu makanan asli masyarakat Inka yang masih bertahan hingga kini adalah chunyo, yaitu kentang yang dikeringkan. Chunyo tidak hanya ada di Peru, tetapi juga di negara-negara yang pernah dikuasai Inka.
Mexico City, 21 November 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H