Mohon tunggu...
Esi Marlini
Esi Marlini Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Untung Tak Dapat Diraih, Malang Tak Dapat Ditolak

2 Oktober 2018   20:26 Diperbarui: 2 Oktober 2018   20:47 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya terpikir peribahasa ini saat membaca artikel mengenai gempa dan tsunami di Palu dan Donggala yang selalu menjadi headline news di semua media dalam beberapa hari terakhir.

Pada Jumat 28 September 2018, gempa berkekuatan 7,4 SR (skala Ritcher) mengguncang kota Palu dan Donggala  Sulawesi Tenggara pukul 17.55 WIB. Awalnya BMKG merilis gempa tersebut berpotensi tsunami.

Namun dalam beberapa menit kemudian peringatan tersebut dicabut. Selang beberapa menit tsunami muncul dan sukses meluluh lantakkan semuanya. Korban jiwa tercatat sekitar 925 orang, data ini akan terus bertambah mengingat proses penanganan setelah bencana masih terus dilakukan.

Kilas balik tsunami terdahsyat di era modern tahun 2004 lalu yang terjadi di beberapa kawasan Asia bagian tenggara dan selatan dan Indonesia menjadi tempat terparah dan terbanyak memakan korban jiwa. Baiklah kita semua tidak siap akan semua itu. Bagaimana hendak lolos darinya jika kata tsunami pun masih belum familiar. Kita belum tahu bagaimana cara bersikap menyambut tsunami yang maha dahsyat.

Cukup sudah..itu hal yang tak terhindarkan. Kita pasti sudah mendapatkan banyak pelajaran.

Pada musibah gempa dan tsunami kali ini, saya pun bertanya-tanya apakah kita dapat meminimalisir jumlah korban apabila peringatan atau peran dari BMKG sudah maksimal mengingat tsunami bukanlah isu baru.

Saya mengatakan ini bukan mengartikan kita bisa terhindar 100% dari ini semua, bukan. Hanya menekankan apa kita bisa meminimalisir korban, dari meninggal menjadi hanya luka berat atau dari berat menjadi ringan apabila semua hal-hal terkait  telah diinformasikan dengan baik kepada masyarakat oleh pihak-pihak yang berwenang dalam hal ini ialah BMKG dan BNPB setempat.

Polemik muncul setelah kejadian ini. Adanya pemberitaan mengenai pencabutan peringatan tsunami beberapa menit setelah pengumuman tersebut diinformasikan kepada masyarakat, ternyata pencabutan tersebut terlalu dini karena tidak mempertimbangkan kondisi yang belum sepenuhnya aman. Tsunami benar-benar terjadi selang beberapa menit setelah itu.

Juga adanya pemberitaan mengenai peralatan pendeteksi tsunami yang rusak. Alat pendeteksi itu diskenariokan sebagai alat pendukung BMKG dalam perolehan akurasi data guna penentuan peringatan tsunami.

Data-data inilah yang akan menjadi acuan BNPB untuk mengawal masyarakat dalam mengantisipasi guna meminimalisir jatuhnya korban bencana. Kesalahan ini bersifat teknis sekali yang seharusnya dapat ditingkatkan dan dimaksimalkan, namun kita telah gagal.

Salah satu kesuksesan suatu bangsa dapat dinilai dari keberhasilannya dalam menanggulangi bencana. Saya dapat menyatakan kita masih jauh dari berhasil karena kita belum bisa sepenuhnya mengambil pembelajaran dari bencana yang dulu pernah menerjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun