Penulisan ini adalah hasil dari wawancara yang sudah kami lakukan kepada pemilik UMKM Mie Ayam MDR di Kedaung, Tangerang Selatan, yaitu Mas Rizal. Saya, Esi Anindya Azzahra bersama ketiga rekan saya yaitu, Rania Adriane Desrina, Khaila Aurellia, dan Zahra Ersyah selaku mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta dengan tujuan untuk memberikan solusi hukum pada permasalahan yang dialami oleh pelaku usaha UMKM.
UMKM merupakan singkatan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Usaha atau bisnis ini biasanya dilakukan oleh individu, kelompok, badan usaha kecil, maupun rumah tangga. Seiring berjalannya waktu, jumlah UMKM di Indonesia semakin bertambah. Pada tahun 2022 tercatat jumlah UMKM yang sudah terdata di OSS (Online Single Submission ) sebagai media pendaftaran perizinan usaha bagi pelaku usaha sudah mencapai 8,71 Juta unit dengan persebaran paling banyak di provinsi Jawa Barat. Peran UMKM sangat penting bagi perekonomian Indonesia, yaitu memberi kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar lebih dari 60% atau sekitar Rp8.573 Triliun setiap tahunnya. Selain itu, UMKM juga menghasilkan sebesar 97% tenaga kerja Indonesia atau 116 juta orang.
Legalitas usaha juga merupakan aspek yang sangat penting dalam membangun usaha UMKM sebagaimana diatur dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan turunannya. Tujuan dari diadakannya legalitas adalah guna terciptanya keamanan dan penguatan produk yang sudah di bangun sejak awal oleh pelaku usaha. Contohnya seperti legalitas produk yang mencakup lima hal, yakni nomor induk berusaha atau NIB, merek, Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT)/BPOM, Sertifikat Halal/Sertifikat Laik Higiene Sanitasi, dan informasi nilai gizi.
UMKM yang dijalankan oleh Mas Rizal adalah Mie Ayam MDR (singkatan dari Madura), berlokasi di Perumahan Taman Kedaung, Tangerang Selatan. Usaha ini baru dimulai Mas Rizal sebulan yang lalu tepatnya pada bulan Oktober 2023. Menu yang tersedia terdiri dari dua macam yakni, mie ayam biasa dan mie ayam bakso. Mas Rizal menjelaskan bahan dasar yang digunakannya seperti bahan untuk membuat mie pada umumnya yakni tepung, terigu, dan bahan lainnya. Tetapi, Mas Rizal tidak mengolahnya sendiri, melainkan langsung membeli jadi dari supplier. Begitu juga dengan olahan baksonya, ia tidak mengolahnya sendiri, melainkan langsung membeli jadi, guna menghemat waktu, tenaga, dan modal.
Modal awal yang dikeluarkan oleh Mas Rizal untuk membangun usaha ini sebesar Rp3.000.000 dengan rincian Rp2.000.000 untuk membuat gerobak dan Rp1.000.000 untuk membeli bahan baku, dan belum termasuk sewa lahan. Setelah satu bulan berjualan, pendapatan kotor yang diperoleh Mas Rizal sebesar Rp5.000.000 dan pendapatan bersihnya sebesar Rp3.000.000. Bisa dikatakan dalam satu bulan berjualan, ia hampir bisa balik modal.
Pada usaha ini, tentunya Mas Rizal membutuhkan lahan untuk berjualan. Lahan yang ia gunakan adalah lahan orang lain yang ia sewa dengan harga Rp6.500.000 per tahun. Mas Rizal juga menjelaskan bahwa ia melakukan sewa menyewa dengan pemilik hanya sebatas kesepakatan saja dan belum ada perjanjian diatas kertas. Dikarenakan usahanya yang baru berumur satu bulan, Mas Rizal juga belum mengurus Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan, tetapi seiring berjalannya waktu ia memiliki niat untuk mengurusnya.
Melihat UMKM ini memiliki nama yaitu “Mie Ayam MDR” (MDR singkatan dari Madura) Setelah kami tanyakan kepada Mas Rizal mengenai hak merek pada usaha ini, ia menjelaskan bahwa belum mendaftarkannya dikarenakan baru satu bulan berjualan. Begitu juga dengan sertifikat halal, UMKM ini belum memilikinya. Tetapi ia mengatakan bahwa jika usahanya nanti sudah besar, ia akan mengurusnya sehingga menjadi hak paten dan penguat produk itu sendiri.
Selama satu bulan berjualan, Mas Rizal belum mengalami permasalahan saat menjalankan usaha ini, semua berjalan lancar seperti harapannya. Persaingan usaha mie ayam di perumahan kedaung juga tidak begitu terlihat, dikarenakan bisnis mie ayam seperti ini tidak banyak di daerah ini hanya satu atau dua saja dan jarak antar pedagang pun bisa dibilang relatif jauh.
Solusi yang dapat kami berikan kepada UMKM ini diantaranya yang pertama, mengenai permasalah lahan, sebaiknya pelaku usaha membuat HGU, HGB dan surat perjanjian sewa-menyewa dengan pemilik lahan, guna jika ada masalah mengenai lahan atau salah satu pihak mengingkari janjinya, maka terdapat bukti yang jelas dan dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang telah disepakati. Kedua, mengenai hak merek usaha ini, alangkah lebih baiknya segera didaftarkan ke HAKI untuk menghindari adanya pihak lain yang menggunakan nama tersebut. Ketiga, kami juga menyarankan pemilik UMKM ini untuk mengurus sertifikasi halal, agar lebih terjamin kehalalannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H