Risiko bersepeda ada banyak, yang paling sering terjadi kecelakaan bersepeda adalah saat terjatuh dari sepeda. Bagi penggemar sepeda gunung, maka jatuh dari sepeda seperti sudah menjadi makanan sehari-hari. Medan ekstrem yang berat dan ketrampilan yang kadang hilang karena kurang fokus membuat bahaya jatuh di acara bersepeda di gunung seperti sebuah hal yang kemungkinannya besar terjadi.
Kostum pesepeda gunung juga terlihat sangat beda dibanding pesepeda jenis lainnya. Pelindung wajah, tangan, dan kaki mewarnai penampilan seorang pesepeda gunung. Anehnya para pesepeda gunung ini tidak pernah kapok (jera) untuk mengulang kegiatannya. Apapun bahayanya, mereka tetap rajin gowes di gunung-gunung, di jalan offroad, di tanjakan maupun di turunan yang ekstreem.
Sepeda Downhill (DH) bagiku adalah sebuah sepeda yang mengerikan, terlihat wajah teman yang jatuh setiap aku melihat sepeda jenis ini, tapi bagi penggiat sepeda Downhill, maka yang muncul adalah gambaran adrenalin yang terpacu dan kegembiraan yang tersembur dari setiap menuruni jalan beraroma gunung.
Yang juga bikin heran adalah komentar para pesepeda gunung terhadap para pesepeda jalan raya. Mereka heran dengan para pesepeda jalan raya yang begitu berani melahap berpuluh kilo meter jalan aspal untuk memenuhi adrenalin dan kegembiraan mereka. Bukankah bahaya jatuh di jalan aspal sangat mengerikan, apalagi kalau saat jatuh disambar kendaraan lain. Akibatnya tentu lebih mengerikan.
Aku sendiri mempunyai beberapa jenis sepeda di rumah, mulai dari sepeda lipat Dahon, sepeda gunung Polygon maupun Specialized, sepeda kota Polygon maupun sepeda "on road" Mosso dan Wilier, namun semuanya itu tidak pernah memberikan bahaya bagi diriku. Semuanya aman-aman saja, sampai sesuatu hal terjadi pada beberapa minggu belakangan ini, ketika aku mengikuti acara simulasi panitia Gowes BluXpit 65 tahun UGM.
Sebelum jatuh dari sepeda masih narsis
Sepeda Wilierku menabrak pohon di pinggir jalan dan menerbangkan pengendaranya ke bahu jalan. Alhamdulilllah, terjatuh di bahu jalan, tidak bisa kubayangkan kalau jatuhnya di jalan beraspal. Pasti akibatnya akan jauh lebih parah. Saat terduduk di bahu jalan dan teman-teman menolongku, kulihat temanku mulai mengambil lampu sepeda yang terlepas dari sepedaku dan terbang jauh, mendirikan sepedaku yang terkapar dan kemudian membimbingku menuju daerah yang lebih nyaman di bahu jalan.
Kutaksir kecepatan sepedaku saat jatuh sudah melebihi 30 km/jam, mungkin sudah mencapai 40 km/jam, mengingat jalan yang kuturuni cukup terjal dan rem sudah mulai kurang berfungsi untuk menahan laju sepeda. Bahaya jalan menurun yang kulalui adalah kondisi aspalnya yang licin karena baru saja terkena guyuran air hujan, berpasir dan menikung.
Â
Secara reflek otakku bekerja, antara bertabrakan dengan kendaraan lain yang berlawanan arah karena aku mengambil jalan kering di tengah jalan atau aku minggir dan ada kemungkinan terjatuh karena aku mengambil pinggiran jalan yang berpasir.