Mohon tunggu...
Eko Sutrisno Hp
Eko Sutrisno Hp Mohon Tunggu... lainnya -

Blogger Goweser Jogja, owner Mie Sehati (http://miesehati.com).|.\r\n Anggota komunitas TDA, |.\r\n Blog pribadi http://eeshape.com Blogger Goweser!Runner.|.\r\nhttp://eeshape.com/ |\r\n eko.eshape@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kita Jaga Mbah Priok dengan Damai

16 April 2010   12:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:45 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Enak ya berkantor di seputaran Cawang", kata mbakyu cantik yang duduk di sampingku dalam angkot A-59 jurusan Cikarang. "Kenapa mbak?" "Aku tadi dari Priok kena macet panjang dan baru nyampai Cawang saat udah hampir maghrib" "Biasanya kan memang Priok macet kan mbak?" "Kali ini luar biasa mas. Gara-gara peristiwa pagi tadi sih" "Oooo....", aku sebenarnya kurang dengar dan kurang paham apa yang disebutnya sebagai "peristiwa pagi tadi", sehingga mbak cantik itu kembali menambahkan ceritanya. "Yang ribut-ribut itu lho pak. Satpol sama masyarakat" "Sampai macet ya mbak?", kataku mencoba menyambungkan pembicaraan, karena aku memang tidak tahu apa yang terjadi. "Iya macet banget tuh. Untung bisa nyampai ke sini dengan selamat", mbak cantik itu mencoba bercerita sambil tersenyum dan akupun ikut tersenyum sebagai solidaritas senyum. Memang senyum itu suka menular dan aku senang melihat orang yang tersenyum, karena bisa membuat aku tanpa sadar menarik bibirku dan ikut tersenyum bersama mereka yang tersenyum. "Kalau aku mau pulang cepat nih mbak, Cikarang banjir besar dan air sudah naik ke jalan di Puspa", kataku sambil menyodorkan hapeku yang memuat berita tentang kondisi jembatan dan muka air sungai di Cikarang. "Lho memang Cikarang hujan pak?" "Nggak sih, tapi muka air di sungai terus meninggi tuh", kataku sambil menunjukkan berita tentang Cikarang yang tidak hujan tapi muka air sungai terus naik. Saat mobil mulai bergerak, maka akupun sudah terlibat dengan kegiatan rutin di angkot. Mulai menarik ongkos sampai baca-baca pesan yang masuk ke hape. Sampai di rumahpun aku langsung sholat dan melakukan kegiatan rutin di rumah sampai akhirnya tergeletak tak berdaya di ranjang. Capek banget rasanya hari itu, sehingga begitu kepala menyentuh bantal maka kesadaranku sudah sampai di awang-awang. Pagi-pagi sehabis subuh baru aku terpaku di depan TiVi. Rupanya peristiwa yang diceritakan di angkot 59 kemarin sungguh mengerikan. Dimana para polisi saat kerusuhan begitu bebas berlangsung di Koja? Apakah polisi ingin menunjukkan bahwa tanpa mereka maka kerusuhan seperti sesuatu yang tidak bisa dihentikan? Aku benar-benar tidak habis pikir dengan tayangan audio visual yang muncul di layar kaca RCTI. Bagaimana kejadian separah itu tidak segera ditangani oleh polisi? Sampai di kantor aku baru ngeh dengan kejadian rusuh yang ada di Koja. Akupun langsung search kronologis kejadian di Koja itu. Benar-benar sesuatu hal yang seharusnya tidak perlu terjadi bila semua pihak mau menahan diri dan mau sedikit memakai akal bukan memakai otot. Akhirnya yang rugi adalah rakyat kecil juga. Satpol PP adalah rakyat kecil juga yang dibungkus dengan baju seragam. Mereka adalah pion-pion yang tidak bisa berpikir lagi selain mengikuti perintah "arogan" dari tuan-tuan mereka. Dengan gaji yang serba terbatas, mampukah para Satpol PP itu bertindak berlawanan dengan perintah majikannya? Kayaknya suatu hal yang tidak mungkin. Mereka sudah jadi robot patuh yang kadang jadi bertindak tak terkontrol karena mereka sehari-hari sudah berada di dalam tekanan yang mendapatkan jalan keluar ketika berhadapan dengan sesama rakyat kecil yang seharusnya menjadi teman-teman mereka. Lalu, apakah masyarakat awam yang ikut melakukan aksi bakar-bakar tanpa tanggung jawab itu yang salah? Tidak juga, mereka juga dalam kehidupan sehari-hari selalu berada dalam tekanan ekonomi yang selalu menantang adrenalin mereka dan saat ada sepercik api yang membakar, maka merekapun akan dengan mudah berbuat lebih tak terkontrol lagi. Malamnya aku terkesan dengan ucapan seseorang di TiVi, "mohon semuanya dapat menahan diri, jangan sebarkan berita ini kemana-mana, malu kita..... mari kita sebarkan berita yang menenteramkan, jangan biarkan kasus ini memanas lagi....." Ucapan yang penuh dengan keprihatinan, sehingga membuatku sedikit tercenung. "Apakah besok tidak akan muncul berita yang heboh ya?" "Kelihatannya masyarakat lebih suka dengan berita yang bombastis daripada berita yang sejuk-sejuk", begitu kataku dalam hati. Kenyataan di masyarakat memang kadang-kadang sulit dipahami. Mereka tidak ingin ada kerusuhan lagi di Koja, tetapi mereka mengejar semua berita tentang Koja dan bener yang kuduga. Besok paginya banyak media yang menyiarkan berita kekisruhan Koja dengan gaya yang berbeda-beda, tetapi kebanyakan memperlihatkan betapa kisruhnya kondisi Koja saat kerusuhan itu berlangsung. Hanya sedikit yang memuat berita positip tentang kasus ini. Alhamdulillah, meskipun cuma sedikit dan fotonya terlihat agak serem, Kompas memuat berita yang meyejukkan hati. Kesepakatan Koja tercapai, begitu tulis Kompas. Semoga ini adalah kasus berdarah yang tidak disusul oleh kasus-kasus lain. Sudah terlalu banyak kisah sinetron di TiVi maupun di dunia nyata, jangan sampai menjadi sinetron berdarah-darah. Cukup Sinetron SD saja yang terlanjur terbongkar, jangan tambahi lagi dengan sinetron yang lain. Yuk kita jaga saja makam Mbah Priok dengan Damai. ++ dimuat juga di blog pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun