Sejak tahun 1980 dunia dilanda revolusi digital yakni perubahan dari teknologi mekanik dan elektronik analog ke teknologi digital. Revolusi yang dipicu oleh kreativitas remaja ini telah menandai awal era informasi. Â
Revolusi digital terus berlari kencang hingga ditemukan world wide web (www). WWW adalah ruang informasi yang dipakai pengenal global atau URI (uniform resource identifier). URI ini adalah untaian karakter yang digunakan untuk mengidentifikasi nama, sumber, atau layanan di internet.
Sejak itulah era informasi tumbuh subur. Dunia seakan berada dalam genggaman atau bahkan hanya di ujung jari. Berbagai kemudahan informasi tersajikan dengan cepat dan tepat. Berbagai aktivitas pun memanfaatkan kondisi ini mulai dari media massa hingga para pelaku bisnis konvensional.
Tak bisa dipungkiri, informasi yang tersajikan secara cepat dan tepat ini telah membuat bisnis online tumbuh subur. Bagaimana tidak, semuanya bias dijajakan di dunia maya. Barang-barang rongsokan yang sudah menyempitkan ruang rumah, produk-produk rumah tangga atau juga jasa-jasa amatiran dan profesional dijajakan lewat internet. Aktivitas bisnis di dunia maya inilah yang disebut sebagai bisnis online.
Sebenarnya dasar pemerintah untuk membebankan pajak penghasilan kepada pelaku bisnis online tidak berbeda dengan aturan yang diberlakukan untuk pelaku bisnis konvensional yakni pasal 2 ayat (1) UU nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas UU nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Dalam pasal itu subjek pajak adalah a. (1) orang pribadi,(2) warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. b. badan. c. bentuk usaha tetap.
Kewajiban untuk membayarkan pajak penghasilan ini terhitung sejak saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha sehingga memperoleh penghasilan. Artinya pemerintah berpendapat ketentuan pajak yang berlaku bagi usaha online sama atau tidak dibedakan dengan ketentuan pajak yang dikenakan untuk toko konvensional, kendati media yang digunakan sangat berbeda.
Bahkan Direktur Jenderal Pajak dalam Surat Edaran Nomor SE/62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi e-Commercemenegaskan tidak ada perbedaan perlakuan perpajakan antara transaksi e-commerce dan transaksi perdagangan dan/atau jasa lainnya. Dirjen Pajak berdasarkan proses bisnis dan revenue model hanya membagi transaksi e commerce dalam empat model bisnis yaitu online marketplace, classified ads, daily deals dan online retail.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI