" Keputusan Arab Saudi untuk bergabung dengan geng Cina dan Rusia tentu sangat mengejutkan. Apalagi keputusan itu diambil disaat Amerika Serikat dan Cina berada di puncak ketegangan geopolitik yang menciptakan psywar atau perang urat syaraf "
Media massa dalam dan luar negeri kini sibuk mengulas sikap Arab Saudi yang masuk dalam blok ekonomi BRICS yang beranggotakan Cina dan Rusia. Mulanya banyak pihak tidak percaya dengan langkah spekulatif Arab Saudi ini, tapi itulah yang terjadi
Pernyataan resmi Arab Saudi bergabung dengan blok ekonomi BRICS disampaikan lewat Tv Pemerintah Arab Saudi pada Selasa (2/1/2024) waktu setempat. BRICS sendiri beranggotakan Brasil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan.
Kini dengan bergabungnya Arab Saudi maka anggota BRICS akan jadi berlipat ganda. Pasalnya di belakang Arab Saudi ada Uni Emirat Arab, Mesir, Iran dan Ethiopia. Semua negara ini akan ikut bergabung dalam blok ekonomi BRICS
Sebenarnya rencana Arab Saudi untuk bergabung dengan BRICS ini bukan keputusan yang tergesa-gesa. Seperti dilansir Reuters, Rabu (3/1/2024), Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal Bin Farhan Al Saud sempat menyinggung rencana ini Agustus 2023 lalu
Pangeran Faisal menyebut pihaknya akan mempelajari rincian mengenai blok ekonomi BRICS demi menghasilkan keputusan yang tepat yang akan disampaikan pada awal Januari 2024.
"Pangeran Faisal bin Farhan mengatakan kelompok BRICS adalah saluran yang bermanfaat dan penting untuk memperkuat kerja sama ekonomi," tulis Reuters.
Nah, kenapa Arab Saudi mengambil langkah spekulatif ini. Dari salah satu isu yang berkembang, hal ini didorong adanya kekhawatiran bahwa Washington saat ini kurang berkomitmen terhadap keamanan Teluk dibandingkan di masa lalu.
Di balik semua itu, kalau disimak hubungan Arab Saudi -- Amerika Serikat, kerenggangan dua negara ini memang sudah berulangkali terjadi. Bahkan kerenggangan dua negara ini sempat mencapai puncak serius seperti melakukan embargo minyak
Misalnya pada 1973, Arab Saudi pernah melakukan embargo minyak kepada Amerika. Ini disebabkan Raja Faishal menganggap Presiden Amerika Serikat Richard Nixon mendukung Israel dalam perang Yom Kippur, Oktober 1973