Mohon tunggu...
Said Mustafa Husin
Said Mustafa Husin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance, pemerhati kebijakan dan wacana sosial, penulis profil tokoh dan daerah, environmental activists.

Freelance, pemerhati kebijakan dan wacana sosial, penulis profil tokoh dan daerah, environmental activists.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Gajah, Si Bongsor yang Tersekap di Ruang Sempit Bukit Tiga Puluh dan Teso Nilo

16 Agustus 2021   09:37 Diperbarui: 22 Agustus 2021   09:15 989
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (Dokpri)

" Gajah jinak ini biasanya diturunkan ketika tim melakukan penggiringan gajah liar agar kembali ke areal konservasi," kata Erwin saat berbincang dengan sejumlah anggota tim ekspedisi PWI Riau di Teso Nilo, Minggu (8/8/2021) pagi

Erwin pun menjelaskan seputar teknik penggiringan. Saat melakukan penggiringan, Mahot atau Pawang harus duduk di atas punggung gajah jinak yang terlatih kemudian mendekati kawanan gajah liar seraya menggiringnya kembali ke areal konservasi

" Saat melakukan penggiringan, Pawang harus memiliki nyali yang kuat. Kadang gajah liar itu menyerang gajah jinak yang ditunggangi," kata Erwin menguraikan ancaman saat melakukan penggiringan

Gajah jinak dipertonotonkan kepada pengunjung Teso Nilo (foto dokpri)
Gajah jinak dipertonotonkan kepada pengunjung Teso Nilo (foto dokpri)

Gajah dan Teso Nilo memang sulit dipisahkan. Apalagi kawasan TNTN memiliki tipe ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah pamah (dipterocarpa) dengan ketinggian 50 - 175 mdpl sehingga sangat layak menjadi habitat gajah.

Tambah lagi, kawasan TNTN merupakan daerah tangkapan air DAS Sungai Teso, Sungai Nilo, Sungai Segati dan Sungai Sengkalo, sehingga gajah sudah tentu akan merasa nyaman di kawasan dengan air berlimpah ini

Namun sempitnya ruang jelajah gajah di kawasan TNTN membuat kawanan satwa bongsor ini keluar dari areal koservasi. Hutan primer seluas 14000 hektar tidak cukup luas untuk 130 ekor populasi gajah TNTN.

" Inilah yang memicu konflik gajah manusia yang berdampak pada menurunnya populasi gajah," kata Erwin

Kondisi lain yang mengancam kepunahan gajah adalah masa kelahiran. Menurut Erwin gajah usianya sama dengan manusia sekitar 60 – 70 tahun. Namun hewan ini hanya bisa melahirkan satu ekor anak sekali dalam enam tahun dengan masa kehamilan 23 bulan.

“ Saya khawatir gajah akan punah. Peningkatan populasi gajah sangat lambat. Karena itu gajah harus dilindungi, ya harus dilindungi jika tidak ingin satwa bongsor ini punah dari muka bumi,” pesan Erwin penuh harap. (said mustafa husin)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun