Hasil analisis FZS, tingginya tingkat konflik gajah manusia di landscape Bukit Tiga Puluh disebabkan terjadinya penyempitan habitat gajah. Kawasan yang sebelumnya menjadi habitat gajah telah dikonversi menjadi perkebunan karet dan sawit
Dari kondisi itu, tak ayal lagi, gajah yang terbiasa dengan jalur jelajah yang luas merasa tersiksa di ruang yang sempit lalu keluar untuk mencari makan. Kawanan hewan berbelalai panjang ini masuk ke dalam perkebunan warga dan merusak tanaman.
Untuk pengamanan, warga melakukan penghalauan, namun tak jarang pula warga membunuh satwa yang terancam punah ini dengan memberi racun. Akibatnya populasi gajah Sumatera pada dua dekade lalu sekitar 350 - 400 ekor kini bersisa sekitar 130-150 ekor
Data ini dibenarkan Fifin. Namun menurutnya peristiwa ini tidak terjadi di wilayah Riau. Ini terjadi di landscape Bukit Tiga Puluh sekitar kawasan TNBT Resort Suo-suo, Kabupaten Tebo, Jambi.
Dari 144.223 hektar luas TNBT berdasarkan Penetapan SK Menteri Nomor 6407/kpts-ll/2002, seluas 36.038 hektar berada di dua resort di Provinsi Jambi.
Dua resort TNBT di Provinsi Jambi masing-masing Resort Lubuk Mandrasah di Kabupaten Tanjung Jabung Barat seluas 11.520 hektar dan Resort Suo-suo di Kabupaten Tebo seluas 24.518 hektar
Fifin menyebutkan di landscape Bukit Tiga Puluh, sekitar Resort Suo-suo, Kabupaten Tebo memang ada hamparan yang menjadi habitat gajah dengan populasi sekitar 130 - 150 ekor gajah Sumatera.
" Kini hamparan yang menjadi habitat gajah Sumatera itu telah dikonversi menjadi lahan perkebunan sehingga terjadi penyempitan," kata Fifin
Taman Nasional Teso NiloÂ
Berbeda dengan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Taman Nasional Teso Nilo (TNTN) justeru menjadi areal konservasi gajah. Â Kawasan ini memiliki topografi relatif datar dan sedikit bergelombang dengan kemiringan 9 - 15 derajat