Seperti menjawab puzzle yang rumit, begitulah ketika menganalisa kemungkinan bersatunya dua negara di Semenanjung Korea.  Apalagi kalau peluang unifikasi ini dikaitkan dengan Olimpiade Musim Dingin yang akan digelar di Pyeonchang, Korea Selatan, Februari mendatang. Rasanya analisa harus dikemas dalam kekhawatiran yang dalam terhadap  sebuah peristiwa besar yang bakal terjadi.Â
Memang, pimpinan Korea Utara Kim Jong Un yang selama ini dikenal selalu bersikap keras kini sudah mulai melunak. Bahkan Kim Jong Un secara terus terang telah menyatakan keinginannya untuk ikut serta dalam Olimpiade Musim Dingin di Korea Selatan.Â
Keinginan itu disambut positif pula oleh Korea Selatan. Delegasi pertama Korea Utara pun sudah tiba di Korea Selatan sejak Minggu (21/1/2018). Namun kalau disimak ulang apa yang telah dilakukan Korea Utara pada Olimpiade Seoul, Korea Selatan 1988, perasaan khawatir tak mau hilang dari dalam benak.
Kala itu, peristiwa besar terjadi. Pesawat Korean Airline meledak dalam penerbangan dari Abu Dhabi menuju Don Mueang, Bangkok, Thailand. Dalam perisitiwa yang terjadi 29 November 1987 itu, sebanyak 115 orang di dalam pesawat tewas tanpa satu orang pun yang selamat. Â Pesawat dengan nomor penerbangan 858 itu jatuh di laut Andaman setelah sebuah bom yang dirakit seperti radio Panasonic meledak di kabin pesawat.
Siapa pelakunya?
Pelakunya tak lain adalah pasangan mata-mata Korea Utara, Kim Seung Il dan Kim Hyun Hui. Pasangan mata-mata ini telah dibina Korea Utara bertahun-tahun untuk sebuah misi mematikan. Peledakan pesawat Korean Airline adalah misi pertama mereka.
Tujuan peledakan itu hanya ingin mencoreng citra Korea Selatan yang akan memamerkan kemajuannya lewat pesta olahraga Olimpiade. Korea Utara ingin Olimpiade Seoul 1988 gagal. Mereka ingin membuat dunia tidak berani hadir ke Korea Selatan. Â
Selama setahun, Kim Hyun Hui diajarkan seni bela diri, menembak, komunikasi radio, dan strategi bertahan hidup di alam liar. Kim juga diajarkan bahasa Jepang. Gurunya Yaeko Taguchi, seorang perempuan Jepang yang konon sebelumnya diculik oleh agen Korea Utara. Dua tahun tinggal bersama Yaeko, Kim Hyun Hui kemudian dikirim ke Guangzhou, China, untuk menyerap bahasa Mandarin.
Dari Guangzhou Kim dipanggil ke Pyongyang. Itu bulan November 1987. Badan mata-mata Korea Utara menyatakan Kim siap untuk misi mematikan. Dalam misi itulah Kim bersama pasangan laki-laki yang dipilihkan untuknya, Kim Seung Il dikirim ke Wina, Austria. Di Wina, kedua mata-mata ini menyamar sebagai pasangan kekasih dari Jepang. Di sinilah keduanya menerima bom.
Kepada CNN, Kim Hyun Hui menyebutkan bom itu berbentuk radio Panasonic kecil, di baliknya ada baterai. Bom ini dirangkai Korea Utara. Setengah dari benda itu adalah bahan peledak dengan bahan kimia di dalamnya. Sedangkan setengahnya lagi dapat berfungsi layaknya radio biasa. Bom itu mereka bawa ke Baghdad. Dari sana mereka naik pesawat Korean Airline dengan nomor penerbangan 858 menuju Seoul.